Mohon tunggu...
Kacong Tarbuka
Kacong Tarbuka Mohon Tunggu... Media -

Hidup di tengah masyarakat agamis-kontekstualis membuat saya harus banyak belajar pada realitas. Terlalu banyak orang yang gampang mengkafirkan sesama, dan jarang orang yang bisa mengakui kesalahan, khususnya dalam perjalanan beragama. Mencari ketenangan dengan menulis, berkarya, serta mengangkat ketimpangan sosial menjadi bermartabat. Salam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembuatan Vaksin itu Proyek Bisnis; Telusur, Usai Pemalsuan Vaksin di Tangerang

25 Juni 2016   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2016   11:30 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ramai soal sangsi hukum megenai pembuatan vaksin palsu kepada pelakunya, saya berpikir, justru lebih menarik jika kaji dalam perspektif orientasi bisnis.

------ USAI pelanggaran seksual kepada anak di usia dini, kini masyarakat Indonesia dihebohkan kembali oleh penemuan vaksin palsu di Tangerang, Jawa Barat. Kejadian ini, sontak membuat masyarakat sekitar kagum, karena bisnis yang dilakoninya tersebut sudah berjalan selama 10 tahun. Masalahnya adalah ? Dinas Kesehatan serta BPOM setempat belum optimal dalam melakuka tugasnya ------

Dalam dekade terahir pembuat vaksin cukup menjadi perbincangan hangat, utamanya ketika isu virus zika, virus asal Brazil, yang telah mengakar dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Bagaimana ? setiap warga yang “baru” pulang dari luar negeri bisa dipastikan terserang virus zika. Maka dari itu, setiap warga Indonesia yang baru datang dari luar negeri, harus uji kesehatan terlebih dahul. Adapun dampak isu histeris yang menyeruak adalah virus zika menyerang bayi yang masih di dalam rahim atau biasanya disebut dengan kasus mikrosefalus (pengecilan otak) pada bayi-bayi yang baru lahir. Jelas, para orang timbul rasa cemas terhadap bayi yang nanti akan menjadi generasi penerusnya. Segala cara dilakukan, demi menyelamatkan bayinya dari virus zika yang mematikan.

Pemalsuan vaksin yang terjadi di Tangerang, menjadi frame bahwa Dinas Kesehatan dan BPOM setempat kurang waspada dalam melayani masyarakat. Tapi sudahlah, lupakan saling menyalakan, mari berupaya untuk mewujudkan bangsa yang damai dan berbudi luhur. Jika semua orang mengomentari aksi bejat tersebut, dengan persepsi hukum, saya lebih mengarah pada potensi bisnis vaksin yang belakangan ini menghujam di Indonesia.

Potensi Bisnis

Pernahkah kita milihat film Krish 3, yang dibintangi aktor tenar Bollywood, Hrithik Roshan dan juga sederetan bintang bollywood lainnya, seperti Priyanka Chopra, Vivek Oberai dan Kangana Ranaut. Film ini merupakan lanjutan dari film Krrish yang rilis tahun 2006 dan Koi Mil Gaya, rilis tahun 2006. Sudah 3 seri dan kabarnya akan ada kelanjutannya, seri 4. Sepintas, film tersebut mempertontonkan perdagangan kaum elitis, yaitu perdagangan vaksin. 

Bagaimana ia menjajakannya? Mudah? Ia menciptakan virus yang mematikan sekaligus menciptakan vaksin alias penawar virus tersebut. Selain menjadi pahlawan disiang bolong, juga alasan terpenting adalah potensi bisnis empuk. Logikanya, pemerintah akan membeli vaksin dengan harga berapapun, demi kesehatan bangsa. Inilah yang menjadi alasan, terkadang pembuatan vaksin digadang-gadang sebagai bisnis kemanusiaan.

Sejurus dengan itu, Pakar Virus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. DR. drh Chairul Anwar Nidom MS, mengungkapkan, pedagangan vaksin cukup menyeruak belakangan ini. Misalnya, Mewabahnya virus zika yang dianggap virus berbehaya bagi keberlangungan bayi. Namun, ia sendiri mengatakan, virus zika tak jauh berbeda dengan virus flu burung, yang beberapa waktu lalu sempat membuat para peternak ayam kebakarang jenggot. Takutnya virus ini terjadi hanya karena perdagangan vaksin, seperti yang diungkapkn oleh dokter asal Argentina. Orang bisa membuat virus sendiri, lalu membuat vaksin sendiri.

Sebagaimana diberitakan, di Media Brasil, virus zika dihubung-hubungkan dengan kasus mikrosefalus (pengecilan otak) pada bayi-bayi yang baru lahir. Namun demikian, hingga kini belum bisa dipastikan kasus mikrosefalus disebabkan virus zika. Nidom sendiri membenarkan virus zika bukan salah satu penyebab terjadinya penyakit mikrosefalus. Ia juga menyayangkan kalau terlalu cepat diambil kesimpulan bahwa zika sebagai penyebab mikrosefalus.  

Tak hanya itu, Ia juga mempertanyakan penelitian yang dilakukan WHO terkait dengan penularan virus zika. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana alur perpindahan virus zika  yang semula hanya menyerang monyet dan kemudian berubah menyerang manusia. Ibaratnya begini, jika virus biasanya menyerang A kemudian menyerang B, itu kan perlu dipertanyakan penyebabnya apa ? bukan sibuk memberikan asumsi yang tidak berdasarkan data.   Sebagai peneliti, ia selalu berjibaku dengan data lapangan atau uji forensic, agar penelitian yang dilakukan menjadi acuan peneliti lainnya. 

Menurutnya, virus zika yang sedang ramai dibicarakan tersebut merupakan virus biasa saja. Sama halnya dengan virus DBD dan cikungunya. Virus zika itu dari nyamuk aides aigepty. Tapi nyamuk tersebut, tidak hanya membawa satu racun saja, tetapi banyak racun, seperti DBD. Sampai saat ini belum ada spesifikasi khusus dari WHO mengenai nyamuk zika tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun