Mohon tunggu...
Rudi Mulia
Rudi Mulia Mohon Tunggu... Konsultan - Konselor

salah satu Co-founder Komunitas Love Borneo yang mendirikan rumah baca di pedalaman Kalimantan Barat. saat ini sudah ada 16 rumah baca dan akan terus bertambah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aktualisasi Diri dalam Media Sosial

2 Desember 2011   03:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 3370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang tergambar dalam pikiran kita begitu mendengar kata aktualisasi? Mungkin yang tergambar adalah sebuah pencapaian seseorang untuk mewujudkan diri atau prestasi-prestasi hebat yang telah dibuat atau kalau lebih disederhanakan menjadi berguna bagi banyak orang. Mungkin itu yang tergambar dari pemikiran kita.

Salah satu kebutuhan dasar manusia untuk tetap hidup normal adalah aktualisasi diri. Kata aktualisasi diri ini semakin populer setelah Abraham Maslow membuat hierarki kebutuhan manusia. Secara garis besar teori dari tokoh psikologi humanistik ini menggambarkan lima tingkat kebutuhan manusia dimulai dari yang terendah hingga tertinggi: fisiologis, rasa aman, cinta dan rasa memiliki, penghargaan, dan aktualisasi diri. Menurut Maslow, bila kebutuhan dari tingkat yang lebih rendah terpenuhi, secara otomatis individu akan mendorong dirinya untuk memperoleh kebutuhan yang setingkat lebih tinggi. Itulah manusia yang memiliki tingkatan kebutuhan dalam hidupnya.

Proses Realisasi Potensi Diri

Manusia memang perlu mencari lingkungan (atau kalau perlu menciptakannya sendiri) di mana ia bisa benar-benar menghayati keberadaannya (mengaktualisasikan diri), salah satunya dalam media sosial yang bernama kompasiana ini. Setiap orang ingin merasakan nikmatnya menjadi orang yang berarti bagi sekitarnya dalam arti mampu memproses realisasi terhadap potensi diri.Bahayanya saat ini adalah muncul anggapan  bahwa pengakuan diri itu sama dengan aktualisasi diri seseorang.

Ini yang mungkin menjerumuskan persepsi orang tentang aktualisasi diri itu sendiri. Pengakuan diri mempersempit arti dari aktualisasi. Sebagai contohnya, orang yang sering menceritakan akan keberhasilan dan kesuksesan dirinya merupakan salah satu cara untuk mendapat pengakuan diri agar orang lain mengakui keberadaannya. Kalau sudah begini disadari atau tidak, cenderung ada unsur pemaksaan untuk membuat orang melihat bahwa dia memang sedang beraktualisasi.

Terjebak Untuk Mengaktualisasikan Diri

Dalam pemahaman sederhana saya, aktualiasi diri itu tidak memaksakan diri orang lain mengakui keberadaannya. Proses aktualisasi diri itu tercipta karena karya nyata, produktifitas, kreativitas dan keberhasilan. Demikianlah seterusnya, hingga seseorang bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin dia dapatkan. Jadi kesuksesan orang mengaktualisasikan diri terlihat dengan nyata bukan karena diceritakan atau dia menceritakan (membesar-besarkan).

Dalam dunia media sosial seperti kompasiana ini, sering kita lihat orang-orang yang ‘berusaha’ untuk mengaktualisasikan diri dengan tulisan-tulisan mereka. Apakah itu salah? Tidak. Yang salah adalah jika mereka berusaha mengaktualisasikan diri tapi itu semata hanya untuk kepentingan pribadi, untuk kepuasan sementara, untuk diakui bahwa dirinya hebat dan sebagainya. Pada akhirnya orang yang salah beraktulisasi ini akan terjebak dalam pola pikir untuk memunculkan diri bukan memunculkan karya dan produktifitasnya.

Menurut pemahaman sederhana saya lag, bagi orang yang telah mengaktualisasikan diri, seluruh kesadaran akan keberadaan diri akan menuntun pola pikir dan tindakannya pun bijak dalam beraktifitas. Kebutuhan akan pengaktualisasian diri mencakup pemenuhan diri, kemudian bermanifestasi keluar melalui potensi diri untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih asli dalam mengekspresikan diri dan tidak terjebak dalam nafsu dunia yang bisa memberangus pengaktualisasian dirinya. Maslow menemukan bahwa mereka yang lepas dari kebutuhan penghargaan dan mencapai kebutuhan aktualisasi diri adalah yang memberikan penghargaan tinggi terhadap nilai-nilai kebenaran, keindahan, keadilan, dan nilai-nilai norma yang berlaku dalam masyarakat.

Ada beberapa ciri yang bisa digambarkan tentang orang yang mampu mengaktualisasikan diri.

1.Mereka menjalin dan menikmati hubungan berkualitas dengan banyak orang. Relasi dan hubungan yang berkualitas ini menjadi nilai lebih dalam menumbuhkan keberhasilan mereka.

2.Mereka adalah orang yang menerima diri dan orang lain apa adanya Tidak memandang orang lain dari status, profesi, gelar, tingkat sosial dan sebagainya. Siapa saja bisa dia terima tanpa melihat latar belakang kehidupannya..

3.Rendah hati dan hormat kepada orang lain. Nilai-nilai ini disebut  Maslow sebagai nilai-nilai demokratis yaitu keterbukaan mereka pada perbedaan etnis, perbedaan individu dan bahkan menjadikan perbedaan tersebut sebagai kekayaan yang harus dipertahankan.

4.Konsisten antara ucapan dan perbuatan. Tahap akhir dari hirarki manusia ini membutuhkan tindakan yang sesuai dengan ucapan. Menjadi diri sendiri daripada berpura-pura (bersifat orisinil)

5.Mereka cepat bertindak dan berani untuk ambil resiko. Kehidupan aktualisasi diri mereka ditunjukan dengan bekerja profesioanal, efektif dan efisien.

6.Ketahanan mental. Ini dibutuhkan untuk menepis anggapan orang bila dianggap tidak bermakna, tidak memuaskan, dan sebagainya. Mereka sanggup berdiri di atas batu karang.

7.Memelihara semangat sebagai seorang pembelajar. Mereka tidak mudah menyerah akan kegagalan dan belajar terus untuk mengasah diri.

8.Peka terhadap isu sosial dan kemanusiaan serta tidak mudah terpengaruh tekanan sosial sehingga mereka mampu menyesuaikan diri. Mereka menjadi anti-kompromi dalam arti positif

9.Lebih memperoleh banyak pengalaman-pengalaman puncak daripada yang dialami oleh orang-orang banyak lainnya. Pengaktualisasian diri membawa mereka untuk mencapai puncak impian yang dimimpikan banyak orang.  Pengalaman-pengalaman ini membekas pada dirinya dan mengubahnya menjadi orang yang lebih baik dan bijak.

Tidak mudah untuk mencapai posisi aktualisasi diri. Saya sendiri masih berjuang untuk bereksistensi dalam mengaktualisasikan diri. Untuk sampai dalam tahap ini mereka harus mempunyai fondasi yang kuat. Mereka sudah melewati tahapan rasa kebutuhan diri, rasa aman, rasa percaya diri dan kasih sayang. Kalau sudah melewati tahapa-tahapan tersebut tidak akan sulit bagi mereka untuk mengaktualisasikan diri. Dan yang pasti orang yang mampu beraktulisasi diri dengan baik, akan merasa begitu dekat dengan Tuhan. Karena dalam kontemplasi diri sebagai manusia, dia menemukan makna hidup sesuai dengan yang digariskan oleh pencipta.

Semoga bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun