"Kalau kata orang, penghasilan bertambah, kebutuhan ikut bertambah. Celakanya, kebutuhan itu lebih nyaman berada di dalam ban kendaraan, yang semakin lama semakin ingin berjalan. Lebih-lebih lagi, ban berjalan begitu cepat, menyetir induk kebutuhan semakin meningkat, sampai lupa hidup itu sekadar mangkat.Â
Perumpamaan ban berjalan sebagai perubahan menjadi alasan saya karena kita yang awalnya mencoba ingin mendapatkan satu hal, kali ini mengejar banyak hal. Hakekatnya kita tengah berada di ketidakpastian.
Perangkap Kemewahan Di Induk Kebutuhan.Â
Dahulu pasar energi manusia nyaris sepenuhnya bergantung kepada tumbuhan. Orang-orang hidup berdampingan dengan penampungan energi hijau membawa 3000 eksajoule setiap tahun, dan mencoba menyerap sebanyak mungkin energinya. Tuntutan itu membawa kita menggunakan energi untuk memuaskan induk kebutuhan yang terperangkap kemewahan.
Maka tidak ayal manusia yang superior kali ini ditaklukan oleh perubahan. Bukan bermaksud menakuti, tetapi perubahan memang sering sekali menuntut dan tanpa meminta persetujuan kita dengan melakukannya tanpa henti. Perubahan adalah perjanjian yang sudah kita bawa sejak lahir. Tuntutan membawa kita menggunakan energi untuk memuaskan induk kebutuhan yang terperangkap kemewahan.
Siapapun Kehilangan Kendali Di Dalam Ban Berjalan.Â
Sumber daya yang hanya bahan baku dan energi, suatu saat akan ikut kehilangan kendali, lantas menjadi ingatan kepunahan. Bahan baku yang paling krusial dan mutlak penting adalah bahan baku air. Hakekat air berperan sebagai sumber kehidupan dan tanda adanya kehidupan di bumi. Sumber kehidupan yang selalu menjadi acuan kita untuk menjalani kebutuhan agar mampu bertahan hidup. Seberapa lama kita hidup, seberapa besarnya induk kebutuhan kita meningkat.
Kita berada di dalamnya. Berjalan dahsyat sampai melupakan bahwa sumber daya telah kita kuras habis. Ada satu data yang saya ambil dari penelitian tiga orang mengenai KAJIAN KUALITAS AIR DAN PENGGUNAAN SUMUR GALI OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR SUNGAI KALIYASA KABUPATEN CILACAP dalam syarat kelulusan program pascasarjana universitas dipenogoro.Â
Menyadur dari penilitian mereka, saya menemukan satu fakta bahwa kebutuhan air dalam perhari 60 Liter per orang. Penelitian itu diterbitkan pada tahun 2014, di mana saat itu penduduk Indonesia berjumlah 242 juta jiwa, yang lantas jumlah itu dikalikan dengan 60 liter, maka bahan baku air yang telah kita habiskan sebanyak 14.532 juta liter dalam sehari.
Apa yang akan terjadi terhadap pertanian atau kegiatan lain yang memerlukan pengairan lebih dari 60L? Kenyataannya pertanian sendiri memerlukan ±1.307 l/detik hanya untuk pengairan terhadap ladang mereka. Akan tetapi pengairan tersebut harus tepat sasaran sehinggamenghasilkan bibit unggul di masa produksi nanti.Â
Pasalnya para petani harus selalu mengingat masa depan. Sebab ekonomi petani juga ikut andil dalam ekonomi negara. Sedangkan ekonomi pertanian justru didasari siklus musiman produksi. Â Â
Lantas bagaimana pengairan tidak tepat sasaran? Berapa liter bahan baku air yang mereka buang?
Bagaimana Panduan Memahami Induk Kebutuhan Air?
Para petani akhirnya memiliki kekhawatiran mengenai tahun depan dan tahun berikutnya di siklus musim produksi. Begitu merasa khawatir sebagai petani justru membawa musim penceklik di kehidupan mereka, akhirnya mereka meninggalkan lahan pertanian dan membuat menjadi lahan-lahan pemukiman.
Perubahan sebenarnya bukan untuk induk kebutuhan kehilangan kendali, tetapi perubahan juga sebenarnya telah diterima oleh kita. Kita dan petani yang telah masuk ke dalam ban berjalan, sebenarnya dimaknai bahwa kehidupan kita tengah berjalan dinamis.
Dari sanalah kita tahu, ban berjalan kadang memberi kita tatanan kehidupan, walaupun induk kebutuhan kita sedang ikut naik. Yang perlu kita dan petani lakukan saat tengah berada di dalam ban berjalan adalah memahami mekanisme induk kebutuhan disetir oleh perubahan.Â
Tidak perlu merasa cemas, sebab ban pun memiliki komponen yang dinamakan carcass, sebagai pelindung.Â
Begitu juga dengan manusia, kita memiliki pengetahuan yang menimbulkan gagasan ideal. Saya memaparkan secara garis besar dan singkat bagaimana kita dan petani bisa hidup walaupun berada di dalam ban berjalan dengan menggunakan gagasan IDEAL Â yang saya gambarkan sebagai berikut:
Identitas Petani Urban Sebagai Gagasan Keheroikan.Â
Sejak awal petani digambarkan sebagai orang yang mencapai hasil yang jauh lebih baik dengan cara mencurahkan segala hal untuk mendapatkan bulir padi yang baik di musim produksi, Â dan akhirnya mereka mulai meninggalkan upaya tersebut untuk menunggangi ban berjalan.Â
Sebagian dari mereka yang mulai lelah, karena mungkin hidup dengan hasil tidak baik dari ladang mereka, memilih mengikuti perubahan sebagai masyarakat kota. Belum lagi, faktor dari keinginan meninggalkan sesuatu yang tidak lebih mudah ditawarkan dengan mekanisme perbaikan di masyarakat urban.
Perbaikan di masyarakat urban adalah segala hal harus serba mudah, tanpa terkecuali pun. Dan pada akhirnya, pemprov DKI menjatuhkan bom gagasan ideal berupa pertanian di lahan perkotaan.Â
Petani yang tengah menunggang ban berjalan, pun akhirnya bisa menikmati bercocok tanam dengan gagasan kemajuan yang ideal. Balkot farm pun hadir sebagai contoh untuk masyarakat urban dengan sistem hidroponik.
Dogma Sandang Pangan, Papan, dan teknologiÂ
Pemikiran petani urban adalah Water-Grow-Eat dalam bidang pertanian di saat tengah hidup di ban berjalan. Mereka menganggap sebagai  petani urban semestinya juga memiliki karakteristik masyarakat urban, yang mana mempermudah mereka dalam melakukan segala hal. Â
Pemikiran yang hanya mengairi, lantas tumbuh dan mampu dikosumsi seakan tidak mungkin bila pengetahuan tidak berkuasa. Maka, saat pemprov DKI menjalankan Balkot Farm, teknologi mutakhir dengan memanfaatkan kucuran air hujan pun dikelola tanpa harus menggunakan masyarakat urban terjun langsung.Â
Hal inilah yang membuat IoT (internet of thing) dan intelegents artifical ikut menjadi rangkaian bom yang dijatuhkan oleh pemrov DKI dalam balkot farm.
Dan tiga hal singkat itu pun akhirnya bisa diwujudkan oleh petani urban.
Edukasi Petani Non Tunai
Setelah IoT menjadi rangkaian bom yang menghancurkan perangkap kemewahan, beberapa lembaga ikut andil lagi mempermudah masyarakat urban untuk tidak lagi terjebak dalam perangkap kemewahan. Sebagai contohnya, Bank DkI yang seluruhnya mendukung adanya petani urban dengan membantu balkot farm di balai kota Jakarta.
Pada hari Selasa Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Herry Djufraini di Jakarta menyatakan, "Kami sangat mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam mengembangkan hasil pertanian yang terintegrasi dengan IoT (Internet Of Things)."
Bila kita tidak memanfaatkan air hujan seperti balkot farm, atau menggunakan sistem IoT dan intelegent artificial, kita tidak perlu takut untuk pengairan pada pertanian urban.Â
Bank DKI menyediakan JAKONE MOBILE untuk mempermudah keinginan kita sebagai petani urban. Bukan hanya pembayaran PDAM, listrik, internet, dan segala keperluan sehari-hari bisa kita gunakan dalam satu aplikasi ini. Inilah kenapa Bank DKI mengapresiasi pemprov DKI dalam mengembangkan pertanian basis teknologi, karena Bank DKI ikut andil dalam pelindung ban berjalan kita saat ini.
Dan nyatanya petani urban berhasil berjalan tanpa terperangkap lagi walaupun hidup di dalam ban berjalan
Ambisi Aku dan Air Sebagai Kredo Permanen
Menanggapi gagasan pemrov DKI, aku dan air pun berkontribusi dalam kesenangan Bapak di lantai atas yang terdapat lahan kosong. Walaupun saya kira tanaman Lombok, sawi, dan beberapa macam lain bukan dalam jenis hidroponik, tetapi saya menggunakan cara pemprov melakukan pengairan tanpa sistem teknologi.
Kami menggunakan air yang jatuh dari keran setelah melakukan wudhu. Air yang jatuh saat wudhu itu ditampung dalam ember hitam besar. Walaupun saya sempat berkomentar karena bisa menyebabkan bintik nyamuk, tetapi sebelum malam dan menambah hari, Bapak saya melakukan penghabisan dengan menyirami ke dalam tanah tanaman favoritnya. Â
Dasar kebutuhan saya dan bapak saya memang mutlak dinamis bila ban semakin berjalan kencang. Pengetahuan mendadak semakin berambisi. Seperti yang saya tuliskan, saat kita menunggangi ban berjalan, tujuan awal yang mendapatkan berubah menjadi mengejar.Â
Dan kali ini, saya dan air harus dihadapkan dengan ambisi tuntutan yang mutlak permanen.
Kita bisa menggunakan bekas air wudhu untuk kembali jatuh ke dalam tanah, dan membuat induk kebutuhan kita kembali dinamis dan luwes. Saya bisa melepas diri dari perangkap kemewahan yang mana saya begitu tidak suka dengan menimbun air kotor, dan ternyata air tersebut membawa bahan baku yang semakin bertambah.
Luapan Samudera Kesadaran
Bila petani urban menunggangi ban yang berjalan lebih cepat, maka di tahap ini, kita berhak untuk memahami sampai ke dasarnya bagaimana bahan baku energi itu tidak lagi habis. Sebab sumber daya berkaitan dengan penelitian, kesadaran dan kekuasaan. Kesadaran lah yang membawa kita benar-benar bisa mengendalikan induk kebutuhan yang hampir merenggut nyawa bahan baku air.
Bank DKI, kemeterian pertanian, dan beberapa pemprov di Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk membuat kita menyadari bila ekonomi modern serupa dengan hewan bunglon yang selalu mengubah diri.
Gagasan IDEAL yang saya gunakan sebagai panduan ketika induk kebutuhan mampu menghancurkan sumber daya energi dan bahan baku lainnya. Kendati siapapun memang akan terjebak dalam perangkap kemewahan, pada akhirnya yang hidup di ban berjalan akan hidup bahagia.Â
Kita hanya perlu memberi selamat kepada masyarakat urban yang telah berhasil menyingkir dari perangkap kemewahan dengan melindung alas ban mereka menggunakan pengetahuan, seperti gagasan yang saya judulkan sebagai IDEAL.
Pertanyaan selanjutnya, Akankah pemikiran menjadikan kebutuhan air mendekati ingatan kepunahan? Dan bila itu terjadi lagi, pengetahuan apa yang mampu menguasai perubahan yang menjadi kendali hidup kalian di ban berjalan?
Jawabannya ada di pelindung ban kalian. Atau gagasan IDEAL seperti apa yang ingin kalian lakukan dengan bahan baku air di dalam ban berjalan.
Apabila kalian menyukai artikel ini, silakan mengunjungi wordpress saya untuk bacaan lainnya. PANDUAN MEMAHAMI INDUK KEBUTUHAN AIR KETIKA HIDUP DI BAN BERJALAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H