"Kami melihat persoalan hak anak dan psikologi keluarga merupakan hal sangat penting. Perlu ada pusat-pusat konseling keluarga. Tempat anak-anak bisa curhat dengan bebas. Juga tempat perempuan berkeluh kesah tentang masalah hidupnya. Tolong dimasukkan dalam setiap pembahasan di dewan nanti," pesan Halifah dari Lintau tanah Datar. Dia seorang guru dan penggerak masyarakat yang konsen pada pendidikan anak luar sekolah.
"Kami butuh terbebas dari hutang kredit dan pinjol yang menjebak!" teriak beberapa orang perempuan lainnya.
"Tolong kesehatan mental masyarakat jadi prioritas. Tingkat stres dan bunuh diri perempuan mulai tinggi di Sumbar, kekerasan, pengabaian, penyimpangan prilaku. Kemana akan mengadu?" seru yang lain.
"Perjuangkan kepentingan perempuan dan inklusi sosial dan kami akan berjuang untuk kemenangan ibuk-ibuk semua," ujar Yudelmi, Ketua FKPAR Sumatera  saat membacakan butir-butir kesepahaman yang kemudian kami tanda tangani bersama. Â
Cikuniang, begitu dia dipanggil, terlihat cerdas dan sangat kritis. Beliau dari Pariaman dan bersuku Guci. Kami ternyata satu kampung dan sesuku pula. Hanya saja Dapil saya tidak di Pariaman dan tentu dia tidak bisa diharapkan akaan memberi suaranya buat saya.
"Tenang, Cikuniang banyak kawan di Padang," ujarnya saat kami berfoto bersama. Walau masih sebatas janji, namun membuat hati tetap bahagia.
Sore menjelang. Pertemuan harus diakhiri. Uni Leli Arni sudah minta izin duluan meninggalkan kami, karena harus mengejar waktu hadir pada pertemuan lain di Dapilnya. Sayapun hendak bergegas pergi, ada sekelompok kawan-kawan seniman ingin saya temui pula menjelang kembali ke rumah.
Uni Emma memegang bahu saya, "Kursi kekuasaan itu bukan anugerah tetapi sesuatu yang didapat dengan perjuangan berat. Butuh banyak orang dan jutaan suara. Â Saya kadang menangis dalam hati kalau perempuan-perempuan hanya menghargai perjuangan mereka dengan konpensasi jalan-jalan naik bus pariwisata atau minta pakaian seragam dan selembar jilbab. Harusnya lebih dari itu. Dan tugas politisi harus membuat para pemilih ini cerdas." Ujarnya dan saya setuju.
Saat akan berpisah, Uni Yasnida berkata pada saya, " Jangan berhenti berjuang. Tetap istiqomah walau tidak menang sebagai anggota legislatif tapi kita menang sebagai orang yang istiqamah," katanya tersenyum tanpa beban. Beliau Seorang politisi tangguh yang saya kagumi. Kali ini sudah kali ke lima dia bertarung. Baru satu kali berhasil memenangkan konstitusi, di tahun 2004-2009. Tetapi setiap kali Pemilu, Doktor bidang Manajemen Pendidikan ini selalu maju pantang mundur.Â
"Tak dipikirkan benar," kata beliau yang kami susul dengan tawa berderai. Â Â Â Â Â Â Â
Agak larut juga akhirnya hari ini saya sampai di rumah. Anak-anak sudah menunggu untuk berpamitan tidur. Saat hendak merebahkan badan, sebuah pesan whatsapp masuk dari Uni Ram: Kalau membuat tulisan tentang acara kita tadi, jangan lupa menekankan bahwa pemilihan caleg dan DPD perempuan merupakan langkah menuju kesetaraan gender dan inklusifitas. Dalam memilih caleg dan mendukung DPD perempuan, kita tidak hanya mengisi kursi - affirmative action, tetapi juga membentuk panggung untuk mewujudkan kesetaraan gender dan inklusifitas. Suara perempuan dalam politik adalah langkah konkret menuju masyarakat yang lebih adil, inklusif dan sejahtera.