Lai halnya hari libur. Ini pengecualian. Waktu anak-anak bermmain IT saya tambah menjadi 2 jam. Tapi syarat dan ketentuan tetap berlaku. Alhamdulillah mereka menurut. "Ada saja juga sesekali melanggar, tapi kita kenakan sanksi," kata saya.
Apa yang saya lakukan, adalah pelajaran dari ayah dan ibu saya (Alm. Abdul Salam dan Alfasanah), ketika mengajari saya memasak dan mengiris sayuran dengan pisau. Untuk menghindari bahaya pisau, ternyata ayah saya tidak pernah melarang saya memegang pisau.Â
Tapi sebaliknya, ayah saya mengajari bagaimana cara memegang dan menggunakan pisau yang baik, agar pisau tidak membahayakan diri atau juga orang lain.
Handphone, media sosial (facebook, twitter dll), televisi, jabatan, kewenangan, posisi, otoritas, profesi apapun di semua tingkatan juga bentuk lain dari pisau. Semua bisa memberi manfaat, atau malah sebaliknya. Tergantung bagaimana dan siapa yang menggunakannya.
Keinginan kita agar anak kita terhindar dari semua bahaya dan dampak negatif pisau, tak harus melarang anak-anak kita  bermain pisau. Tapi membangun sistem dan tata nilai dalam setiap diri anak kita menjadi lebih penting, sehingga anak-anak kita akan mengetahui (5 W + 1 H) terhadap Pisau.
Anak-anak kita akan mengetahui : What  : apa itu pisau? juga : Where: dimana pisau digunakan? Atau : When: kapan pisau dipakai?  dan : Who : siapa yang memegang pisau? Lalu anak kita juga mengetahui : Why : mengapa harus menggunakan pisau? lalu memahami : How :  bagaimana sebaiknya pisau agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, tapi member manfaat (rahmatan lil alamiin).
Sebab, melarang anak kita memegang pisau, tanpa menjelaskan (5W+1 H)-nya pisau, bisa menjadi bagian proses pembodohan terhadap anak-anak kita terhadap pengetahuan tentang pisau. Pun demikian halnya terhadap penggunaan alat IT.
Membiarkan anak menggunakan IT bagian dari proses pembelajarn, agar anak kita tidak gagap IT. Tapi lebih  penting adalah, membangun moralitas sebagai daya tangkal dalam diri anak kita agar mampu menghalau pengaruh dampak negatif  IT harus menajdi prioritas.  Kita tak bisa melarang musuh datang ke rumah kita.
Tapi menyiapkan amunisi, senjata sebagai benteng pertahanan rumah, isteri dan anak-anak kita dengan penguatan idelogi dan integritas moral, menjadi senjata ampuh untuk meluluhlantakkan musuh yang datang.
Alhamdulillah, sampai sekarang saya membiarkan anak saya memegang pisau atau juga menggunakan alat IT. Sebab, saya yakin dan Insya Allah anak saya sudah mengetahui rumus 5W+ 1 H-nya pisau. (Imron Supriyadi)
Bukit Lama - Palembang, 16 September 2017