Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Biarkan Anak Saya Memegang Pisau

20 September 2017   02:12 Diperbarui: 20 September 2017   03:45 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mereka saya larang, Pak. Hape hanya saya yang pegang. Anak saya juga saya larang main facebook dan menggunakan media sosial. Itu bahaya, Pak! Pengaruhnya negatif lebih banyak. Makanya saya di rumah sangat ketat, supaya anak-anak tidak kena dampak negatif teknologi," ujarnya.

Pola didik Pak Ari, atau diantara sebagian kita tentu berbeda juga dengan cara saya atau cara ayah saya ketika mendidik saya memasak.  Ayah, kala itu (di era 80-an) belum mengajari saya menggunakan handphone dan alat IT sebagaimana saat ini.

Tapi ajaran dan tata nilai dari ayah kemudian saya terapkan sekarang.  Dalam rumah saya, tidak ada pelarangan, yang ada : pembatasan. 

Saya, isteri dan anak-anak membuat semacam nota kesepahaman (memorandum of understanding-MoU) antara saya, isteri dan anak-anak saya. "Kita tandatangani bersama," kata saya yang terdengar agak lucu bagi Pak Ari.

Isinya : mengatur semua penggunaan tablet, handphone, batas waktu main game, atau jenis-jenis game yang boleh dimainkan. Dalam satu hari, hanya ada waktu 1 jam untuk menggunakan  IT.

Baik main game, upload status di media sosial (medsos). Kecuali laptop,  boleh digunakan selama untuk mengerjakan tugas sekolah. Lain tidak. Semua harus terkembali pada aturan main. Syaratnya, setiap kali akan manggunakan IT : harus lebih dulu membaca Al-quran selama 30 menit. Boleh menghafal atau membaca secara murotal.

Mesi tidak dengan bahasa vulgar, tapi ilmu ini saya dapat dari KH Imron Jamil, pengasuh Pengajian Al-Hikam di Jombang Jawa Timur.

Dalam perjalanan saya dari Palembang ke Jejawi (kabupaten OKI), lebih dari 5 jam saya mendampingi Pak Kiai. Satu hal yang saya kutip dari Pak Kiai adalah : bagaimana menggunakan dan memanfaatkan IT dengan tetap menjaga wudlu.

"Sampean setiap kali mau ngetik pakai laptop, atau alat tekonllogi harus menjaga wudlu. Nanti kalau batal ya wudlu lagi. Batal, ya wudlu lagi. Supaya aura tulisan yang sampean sebarkan di Koran dan internet juga punya aura wudlu," ujarnya, saat saya diberi mandat untuk mentrankrip ulang pengajian Kitab Al-Hikam karangan tokoh tasauf  -- Syekh Ibnu Athoillah.

Menjaga wudlu, dalam bahasa Pak Kiai Imron Jamil, kemudian saya terjemahkan dengan syarat membaca Al-quran pada anak-anak saya sebelum menggunakan IT. Sebab setiap kali akan memegang dan membaca Al-quran, disyariatkan berwudlu lebih dulu.

"Saya dan isteri yang kontrol anak-anak. Waktu baca Al-quran saya langsung yang  kontrol waktu. Kalau saya tidak ada, isteri saya. Pernah kita biarkan, tapi sejak mulai, kita sudah tahu waktunya supaya kalau anak kita bohong, kita tahu kalau dia bohong," kata saya menimpali kalimat Pak Ari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun