Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kecurigaan adalah Wajah Kita

17 September 2015   16:41 Diperbarui: 17 September 2015   16:41 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika, Hery, teman saya di kampus IAIN Raden Fatah Palembang datang ke rumah kontrakan saya. Seperti biasa, rumah kontrakan saya tidak sepi dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah sore. Andre, teman saya yang lain tak begitu kenal pada Hery, meski satu kampus. Tanpa mengucap izin, Hery tiba-tiba masuk kamar saya. Berganti pakaian, dan langsung menuju dapur.

Seperti biasanya, Hery langsung membuat secangkir kopi, lalu melakukan apa saja yang dia mau, kecuali perilaku yang melanggar nilai-nilai moral. Sebagian teman saya yang kenal, sikap Hery seperti itu bukan hal aneh. Karena, Hery memang bukan kali pertama datang ke rumah kontrakan saya.

Tapi bagi Andre, yang baru kenal Hery hari itu, menatap curiga. Dari sorot matanya,  ada ke-khawatiran di benak Andre kalau-kalau Hery melakukan hal-hal buruk di kamar saya; mencuri benda berharga atau apa saja yang mungkin menarik bagi Hery. Pola pikir Andre ini bermula dari satu argumentasi; seseorang yang sebelumnya tidak punya niat mencuri, tetapi karena ada kesemapatan, siapapun bisa melakukannya. Apalagi masuk kamar saya.

Kamar bagi siapapun, adalah ruang pribadi yang tidak sembarang orang bisa masuk. Jangankan orang lain, anak dan orang tua saja ada rambu-rambu khusus ketika akan masuk kamar pribadi anaknya. Tetapi, karena ketika itu saya masih lajang, siapapun boleh masuk kamar. Bagi saya itu bukan masalah. Tetapi sikap saya yang membebaskan siapa saja masuk kamar ini, sepertinya tidak disukai Andre. Di mata Andre, saya terlalu open manajemen dalam mengatur rumah tangga saya, meskipun di rumah kontrakan.

Ada sekitar satu jam kami berbincang. Tak lama kemudian, Hery pergi ke kampus, meninggalkan kami di rumah kontrakan. Andre bertanya pada saya;

“Kamu tidak curiga dengan perilaku Hery?” tanya Andre lima menit setelah Hery pergi.

“Memang kenapa dengan Hery?” saya balik bertanya. “Aku lihat tidak ada yang aneh. Mungkin karena kamu baru kenal, sehingga kamu agak aneh,” kata saya menepis kecurigaan.

“Kau jangan terlalu percaya dengan orang, sekalipun itu teman dekat. Sebab kata orang bijak, musuh terbesar yang bisa menghancurkan kita adalah teman dekat. Jadi hati-hati. Apalagi sampai masuk kamar pribadi,” Andre setengah memeberi saran.

“Aku tidak pernah melakukan kejahatan kepada siapaun. Aku selalu berpikir positif kepada siapapun yang datang di rumah ini,” kata saya mengubur prasangka buruk.

“Aku hanya khawatir saja, jangan sampai keterbukaanmu pada teman, akan dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan hal buruk pada kamu,” tegasnya.

Saran itu sangat bagus. Saya hargai teguran Andre ini.  Tetapi akan lebih bagus kalau Andre menyarankan saya, bukan untuk mencurigai Hery yang masuk kamar, melainkan mengingatkan, agar saya menyimpan barang-barang berharga di dalam lemari, supaya tidak memancing selera orang lain, yang kebetulan punya kesempatan mencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun