Akhir 2014, dalam sebuah event training for trainer di Bogor, seorang motivator di negeri ini mengatakan kepada para peserta : jalan menuju terkenal di Indonesia ini ada tiga. Pertama : Korupsi sebesar-besarnya supaya tertangkap. Kedua : Jadi artis dan membuat sensasi di mata publik. Ketiga : melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan kebanyakan orang. Atau sebagian orang membahasakannya dengan out of the box (keluar dari kotak). Istilah dalam pepatah arab : jika kamu ingin terkenal, kecingilah sumur Zam-Zam.
Saya pikir, apakah sengaja atau tidak : inilah yang telah dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto dan politisi Fadli Zon. Ia dengan sangat berani dan pe-de menghadiri kampanye salah satu bakal calon kandidat Presiden Amerika Donald Trump.
Tapi di luar dugaan, kedatangan dua politisi di negeri Paman Sam itu, kemudian menimbulkan perdebatan yang tidak berkesudahan. Nama dan foto Setya Novanto dan sesekali Fadli Zon yang berada di Amerika—persis di belakang Donald Trump muncul sebagai telop, title dan credit title di hampir setiap acara talkshow di beberapa televisi di Indonesia. Bahkan di sebuah stasiun televisi swasta klipingan koran lengkap foto-foto Setya Novanto ditempel sebagai latar belakang dialog.
Setya Novanto dan Fadli Zon benar-benar sangat diuntungkan. Sebab dengan cara ini, kedua politisi itu kemudian terkenal di seantero jagad ini, melebihi rating berita Robot Gedek (pelaku sodomi dan pembunuhan anak jalanan), Sumanto (pemakan bangkai), Ponari (pemegang batu gludug yang bisa menyembuhkan pasien), Ustadz Guntur Bumi.
BACA : Kedua 'Aktor' DPR RI Bagaikan Tertembus TI
Bahkan ketenarannya mengalahkan rating ring tone Mbah Surip (Penyanyi Nyentrik Tak Gendong) dan Mbah Marijan (juru kunci Gunung Merapi). Jangan-jangan nama Presiden Jokowi hingga tiga tahun ke depan, namanya lambat laun akan ketilep (terlibas) oleh dua politisi ini. Jadi untuk duduk sebagai anggota dewan di masa mendatang, kedua politisi tak perlu banyak mengeluarkan biaya kampanye, apalagi di televisi sebab merek sudah dibantu oleh Donald Trump.
Sejak Setya Novanto dan Fadli Zon ketahuan selfi bersama Donald Trump oleh media, seolah masalah di negeri ini tidak ada yang lebih penting kecuali hanya mengurusi ketidaktahuan Setya Novanto dan Fadli Zon tentang etika : boleh dan tidaknya anggota dewan bahkan ketua DPR menghadiri kampanye salah satu bakal calon kandidat Presiden Amerika. Kok mereka tidak tahu dengan aturan? Bukan mereka tidak tahu, tapi karena mereka sangat mengetahui, makanya mereka berani.
Keduanya sangat mengetahui warga bangsa ini sangat pelupa. Hitung-hitung dalam sebulan atau dua bulan. Nanti juga akan hilang sendiri. Kedua politisi ini sangat paham tentag hal itu. Aksi bulan-bulanan ini akan segera berakhir seiring dengan isu baru yang akan menyusul kemudian. Tak jauh berbeda dengan goyang ngebor Inul, ikan louhan dan kasus lain yang hanya datang dan pergi tanpa pamit.
Terkait dengan kasus Setya Novanto dan Fadli Zon, semua kemudian angkat bicara, bicara apa saja. Seolah-olah mereka orang-orang suci yang tidak pernah melakukan kesalahan. Setya Novanato dan Fadli Zon jadi bulan-bulanan di depan publik. Lebih parah lagi wartawan juga larut dalam irama gendang yang ditabuh Setya Novanto dan Fadli Zon.
Sementara para pengamat, politisi terutama lawan politik setya Novanto dan Fadli Zon menari dengan riangnya. Tak sadar, kalau sebenarnya di ujung kamar pribadinya, Setya Novanto dan Fadli Zon terkekeh-kekeh tertawa. “Nah...kenak lu... sekarang!
“Pak Novanto dan Pak Fadli, irama gendang anda sangat menarik orang Indonesia. Anda berdua benar-benar pakar marketing politik mengalahkan Jokowi,” saya sempat SMS kepada dua politisi itu. Sayangnya pulsa saya habis, jadi SMS itu tidak terkirim.
“Sudahlah Mas, masalah gitu kok dibahas. Masih banyak urusan lain yang lebih penting,” ujar penjaga counter handphone yang ternyata dia tahu kalau saya akan kirim SMS tentang hiruk pikuk Setya Novanto dan Fadli Zon. Waduh, malu saya saya!