Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Suatu Pagi di Kantin Sekolah

5 September 2015   01:17 Diperbarui: 5 September 2015   01:44 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Jadi cak mano duit masak, Ren?” Nadia terpancing.

“Yo, sesuai pemberian laki kito. Kalau duitnyo agak banyak, lauknyo agak bagus. Ikan, telok atau ayam. Tapi kalau duitnyo dikit secukupnya bae,” ujar Reni.

“Suami kau dak marah?” tanya yang lain.

“Nak marah-marahlah. Kan duitnyo dikit,” tukas Reni tanpa beban.

“Pernah laki aku ngaseh duit dikit. E, dio minta lauk ayam,” kisah Reni.

“Terus apo kato kamu, Ren?” yang lain penasaran.

“Kau goreng bae barang kau itu kak untuk lauk! Berapo nian kau ngasih duit samo aku! Nak ayam pulok! Nah, belanjolah dewek, mangko kamu tahu berapo hargo ayam!” ujar Reni dengan mengekspresikan kekesalannya pada suamimya ketika itu.

“Berani nian kau Ren dengan laki!” ujar Nadia agak terkejut.

“Yo, cak mano. Makonyo aku ni maseh cari caro, cak mano nian mangko suami aku pacak ngasih duit agak lebih,” reni melempar pertanyaan.

“Ado, Bu caronyo,” kata saya menimpali. Mata Reni dan sebagian ibu-ibu seketika tertuju pada saya. Sebenarnya saya hanya ingin berseloroh. Tapi sepertinya sebagian mata ibu di kantin itu serius.

“Cak mano Bu?” sepertinya ibu yang lain ingin tahu. Atau mungkin sekadar memancing. Saya tak paham batin apalagi niat mereka apa pagi itu. Ini adalah cara saya untuk mengenalkan diri pada mereka. Kali itu seolah saya mendapat panggung. Saya harus nimbrung menari diatasnya. Saya tidak bisa terus menerus diam. Batin saya berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun