"Anak-anak mudah sudah tidak mau lagi terjun di bidang penyediaan pangan, entah itu beternak, bertani, maupun nelayan, dan petani ikan. Persepsi dunia pertanian dan peternakan bagi mereka itu negatif," imbuhnya.
Hal itu tidak berlebihan, sebab kenyataannya sebagian besar petani di Indonesia ini miskin dan identik dengan kerja-kerja kotor. Oleh karena itu perlu ada penyegaran persepsi -- sehingga tidak lagi disebut petani atau peternak, tapi penyedia pangan.
Tantangan selanjutnya atau yang ketiga adalah ketersediaan akses. Sulitnya akses ini menjadi tantangan untuk penyediaan pangan, tersendatnya akses pangan menyebabkan berbagai kerugian termasuk munculnya masalah stunting.
Indonesia mengalami masalah stunting, persentasenya adalah 1 dari 5 orang anak-anak di Indonesia itu stunting. Paradoksnya, Indonesia juga mengalami ketimpangan di mana 1 dari 4 anak di Indonesia itu obesitas.
Usaha peningkatan penyediaan pangan bagi bangsa Indonesia juga terganjal masalah rendahnya kesadaran akan pemanfaatan makanan. Sebab menurut BAPPENAS pada 2021, sisa makanan terbuang atau food loss and waste di Indonesia mencapai 23 juta hingga 48 juta ton per tahun.
Jumlah sisa makanan terbuang tersebut menyebabkan kerugian bagi Indonesia sebesar Rp. 213 triliun sampai sampai Rp. 55i triliun per tahun, atau setara dengan 4 persen sampai 5 persen Produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H