“Iyya Bang, Hai semuanya….”
Sore ini kami sepakat membuat kelompok kecil dalam hunting foto. Seperti biasa, aku disandingkan dengan Andin. Entah kenapa selalu aku disandingkan dengannya. Mungkin bang Ali melihat kami serasi atau mungkin kebetulan.
Dalam perjalanan hunting foto, kami sering mencuri pandangan satu sama lain. Saling menatap, saling memuji, ngobrol berbagai topik dan bergurau. Aku beranikan diri untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya. Dan ternyata dia juga meresponku dengan positif.
“Jadi mulai hari ini kita pacaan nih?”
“Ya, kalo kamu nggak keberatan punya pacar ganteng kaya aku, hehe”
“Kepedean lu Rul.”
“Ya harus PD lah, tapi benerkan lu suka sama gua kan Ndin?”
“Iyya Khairul ganteng.”
Hari berganti hari, kami habiskan bersama. Jalan-jalan, hunting foto, makan, nonton di bioskop. Aku merasa nyaman didekatnya. Tapi ada satu yang membuatku kehilangan sesuatu. Aku seperti kehilangan semangat untuk menghafal. Bahkan beberapa ayat hafalnku banyak yang lupa dan panjang pendek ayat banyak yang kurang.
Mungkin karena aku sering menghabiskan waktu berdua dengannya. Jarang sekali aku datang ke Halaqoh untuk menyetorkan hafalan kepada ustad Umar atau sekedar mengulang hafalanku. Terkadang jika aku sempatkan hadir, aku sering bolos dengan berbagai alasan agar dapat bertemu Andin.
Perasaanku semakin kalut ketika ustad Umar mepercayaiku untuk mengikuti Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Mahasiswa Nasional kategori Hifdzil Quran di Padang. Bulan depan aku harus berangkat mewakili kampus dalam MTQ tersebut. Bagaimana mau lomba, jika hafalan saja banyak yang lupa. Aku harus memperbaiki semangat dan niatku.
***
Hari yang ditunggu tiba. Aku berangkat ke Padang dengan perasaan gundah. Aku mewakili kampus untuk acara yang cukup bergengsi. Satu persatu peserta mulai menunjukkan hafalannya di depan dewan juri. Giliranku tampil, aku berada pada kategori hafalan lima juz. Aku mulai membacakan hafalan, menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan dewan juri.