Mohon tunggu...
Peron Dua
Peron Dua Mohon Tunggu... -

Seorang komuter yang tinggal di Bogor

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sketsa Ibu dan Anak di Stasiun Kereta

22 Agustus 2014   17:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

"Tapi kamu tetap cantik," hibur ibunya.

"Nggak," kata si sulung ngambek.  Adiknya cuek saja sambil terus memakan roti yang ada di tangannya.

"Ya sudah, bawa nih sisir. Biar kamu bisa sisiran terus. Tapi jangan lupa, bekalnya dimakan," ibunya kembali mengingatkan. Sisir beralih ke tangan si sulung. Dia memasukkan ke tasnya. Mereka kemudian berdiri, bersiap keluar gerbong karena kereta sudah berhenti di stasiun yang dituju.

Di pagi sibuk lainnya, ketika kereta penuh sesak. Seorang ibu, seorang nenek dan seorang anak laki-laki yang kakinya lumpuh berdesakan di antara penumpang. Si nenek kemudian duduk di sampingku, memangku cucunya. "Kami mau ke rumah sakit. Cucu saya ini harus disuntik sekali dua minggu, supaya paling tidak bisa berdiri. Umurnya sudah tujuh tahun, tapi ya begitu, belum bisa berdiri apalagi jalan. Saya juga nggak tahu apa sakitnya. Ibunya sudah pisah dengan bapaknya. Kami berobat dengan surat miskin, untung bisa," jelas si nenek panjang lebar. Ibunya hanya tersenyum sambil mengangguk- mengiyakan cerita si nenek.

Sketsa para ibu dan anak tak hanya tersaji di gerbong-gerbong kereta. Stasiun juga menjadi ruang pengamatanku. Seperti kemarin malam, sekitar pukul 10 lebih kurasa. Di depan loket penjual tiket, persis di depan pintu keluar, seorang ibu muda berdiri sambil menggendong seorang anak. Mungkin anak itu berusia satu atau dua tahun. Dia menggendongnya dengan kain panjang. Entah itu anaknya atau bukan. Yang menarik perhatianku, dia membacakan sebuah ‘cerita’ kepada anak itu dengan suara keras. Anak itu tertidur dengan pulasnya.Tangan kanannya memegang buku, tangan kirinya memegang plastik berisi kue. Kakinya tak beralas. Dia berdiri tegak.

"Kemudian mereka menikah dan dia punya anak. Anak itu sudah besar." Begitu kira-kira kalimat yang kutangkap dari mulut si ibu sembari aku mengantri tap kartu di pintu keluar. Rasa penasaran membuatku menghampiri si ibu.

Kulirik buku di tangannya, dan ternyata itu buku yang penuh dengan tabel-tabel. Oh, ternyata dia mengarang ceritanya atau tepatnya dia tengah bertutur pada sang anak. Ketika aku ingin semakin mendekat untuk melihat buku di tangannya, satpam stasiun segera menghampiriku. Tanpa komando, aku segera menghindar. Satpam itu menatapku penuh arti. Segera menjauh, begitu kira-kira terjemahan wajah dan tatapannya. Aku menelan ludah, dan perasaanku bercampur aduk melihat si ibu dan anak yang ada di gendongannya. Malam semakin larut dan pekat. Entah berapa lama si ibu muda itu di sana- membacakan 'cerita' untuk si anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun