Mohon tunggu...
Kabar Bali Terkini
Kabar Bali Terkini Mohon Tunggu... Jurnalis - Kebar Terkini Dari Bali

Berbagi Kabar dari Bali untuk Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Melestarikan atau Merusak?

26 Oktober 2020   10:43 Diperbarui: 26 Oktober 2020   15:02 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh : Dwi Purnomo (Penasehat Asosiasi UPK DAPM NKRI)

Agak terkejut ketika ada opini dari Bpk. Menteri Desa, PDTT dengan judul " Mengembalikan Hak Ekonomi Masyarakat Desa. " Karena kontradiksi , mengandung kesan seolah ada yang menghilangkan hak ekonomi masyarakat desa serta framing yang mengkambing hitamkan UPK dalam tulisan opini tersebut.

Dapat kami sampaikan bahwa PNPM MPd telah resmi berakhir sejak 31 Desember 2014 sebagaimana tertuang dalam dokumen Berita Acara Serah Terima No. 100/1094/SJ dan No. 01/BA/M-DPDT/IV/2015. " serah terima " dalam opini Mendes menafsirkan bahwa yang diserahkan termasuk juga asset kelembagaan maupun dana bergulir eks. PNPM MPd , itu kontra diksi dengan yang tertulis sebelumnya dalam alinea 4 yang menyatakan bahwa PPK/PNPM MPd bentuk kegiatannya BLM yang bersumber dari Bansos / Hibah. 

Bagaimana mungkin dana BLM yang sudah dihibahkan / dilepas dan bergulir / ditangan masyarakat Kecamatan (Desa &/ Kelurahan) penerima BLM/Bansos tersebut diserah terimakan ? dari siapa & kepada siapa?

Opini yang mengatakan terjadinya perbedaan tafsir terkait keberlanjutan pengelolaan DBM oleh UPK telah memunculkan banyak permasalahan yang bertentangan dengan UU Desa dan bermuara pada penurunan kualitas partisipatif masyarakat. DBM hanya dinikmati pengelola/pengurus ; masyarakat desa sebagai pemilik DBM tidak dapat menerima manfaatnya. 

Dapat kami sampaikan bahwa perbedaan tafsir bukan ditimbulkan oleh UPK tetapi memang terjadi disharmoni PerUU yang dipaksakan oleh Kemendes serta tidak adanya exit strategi yang baik. Kode etik di UPK salah satunya adalah dilarang pinjam dana UEP/SPP yang dikelolanya sendiri, asset bisa berkembang itu karena berkembangnya pemanfaatan oleh kelompok masyarakat baik kualitas maupun kuantitasnya. Bukan karena dinikmati pengelola/pengurus .

Opini Mendes yang mengatakan pengelolaan DBM tidak sesuai dengan petunjuk teknis operasional PNPM-MPd. Dalam kondisi minim pembinaan dan pengawasan, beberapa UPK mengidentifikasi dirinya sebagai "penguasa" aset dan dana bergulir.

Ini opini framing lama tahun 2009 an , perlu diketahui pasca program Kelembagaan UPK masih mengacu baik tahapan maupun system PTO yang dimuat dalam AD-ART ataupun Akta Notaris. management keuangan UPK tetap sesuai PTO dimana Surplus Tahunan dipergunakan untuk Penambahan Modal minimum 50% , Pengembangan Kelembagaan max 35% dan Dana Sosial Untuk Warga Miskin minimum 15% artinya masyarakat (kelompok) itu memberi bantuan dari hasil UEP/SPP kepada warga miskin tanpa meminta dari APBN/APBD ; kalaupun ada beberapa UPK yang mengidentifikasi diri sebagai " penguasa " maka kenapa tidak dilakukan tindakan , peringatan atau pembinaan terhadap UPK bersangkutan ? bukan lantas menggeneralisir semua UPK buktinya lebih banyak UPK yang konsisten amanah walau menghabiskan waktu usia produktifnya demi pengentasan kemiskinan dan BLM berkembang.

Opini Mendes yang mengatakan, "privatisasi" kelembagaan UPK beserta aset-asetnya. Ada upaya pengalihan bentuk kelembagaan yang semula bersifat ad hoc ke dalam bentuk lembaga privat seperti koperasi, perusahaan/perseroan terbatas (PT), dan perkumpulan berbadan hukum (PBH). Filosofi perguliran dana masyarakat sejak awal (PNPM-MPd) sangat berbeda dengan praktik lembaga keuangan mikro. Sehingga pilihan menjadikannya sebagai lembaga keuangan mikro, baik dalam badan hukum PT ataupun koperasi, bukanlah pilihan tepat.

Dapat kami sampaikan bahwa pada awal PPK dulu sifat UPK adalah ad hoc karena fungsi utamanya adalah menyalurkan BLM ke masyarakat penerima , tetapi karena terbukti UPK mampu mengembangkan BLM yang digulirkan maka sifatnya diubah menjadi permanen ( PTO X ), selanjutnya agar dana bisa lestari disepakati system kepengurusan UPK tidak periodesasi namun ditentukan sampai batas usia pensiun. Dengan demikian tercipta system kaderisasi dan tidak terputusnya hubungan dengan kelompok UEP/SPP. Tidak ada niat sedikitpun memprivatisasi apalagi mengalihkan asset oleh UPK , justru pasca program legalitas itu untuk melindungi aset dan itu atas dasar Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015. Maka kalau pilihan bentuk badan hukum itu dikatakan tidak tepat sebaiknya Bpk. Menteri 

Desa, PDTT mengatakan kepada Bpk. Presiden ?!

Opini Mendes yang menyebutkan bahwa UU Desa mengatur kelembagaan usaha/pelayanan antar desa dengan basis kerja sama antar desa melalui kelembagaan BKAD. Selanjutnya, terkait reorganisasi UPK, tata kelolanya dapat diatur dalam AD/ART yang memuat seluruh isi aturan PTO-SOP PNPM-MPd. Dengan demikian, bentuk yang sesuai untuk lembaga pengelola DBM hasil PNPM-MPd adalah badan usaha milik desa bersama (BUMDesma), unit pelayanan DBM.

Berkaitan dengan alinea ini, secara yuridis akan memindahkan hak milik masyarakat penerima BLM (Desa &/ Kelurahan) menjadi milik/asset dan pendapatan Desa dan menundukkan Kelurahan pada regulasi Desa. Perlu diketahui asset/dana yang dikelola UPK adalah Bantuan Langsung Pemerintah yang bersumber dari Urusan Bersama (DDUB dan DUB) kepada Masyarakat melalui program Jaring Pengaman Sosial , bersifat hibah / lepas. Untuk itu sepenuhnya milik masyarakat desa dan/atau kelurahan penerima BLM/Bansos tersebut (ada dokumen/buktinya di UPK).

Untuk itu perlu dibaca lagi agar tidak disharmoni dengan Pasal 91 UU Desa ; Pasal 135 , 144 dan 146 PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa ; Pasal 9 , 11 dan 24 Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa ; Pasal 17 dan 18 Permendes No. 4 Tahun 2015 tentangPendirian Pengurusan Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa ; Pasal 20, 22, 23 Permendagri No. 96 Tahun 2017 tentang Kerjasama Desa ; di dalam Permendes No 19 Tahun 2017 disebutkan bahwa pembentukan BUMDes / BUMDesMa melalui penyertaan modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun