Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pecinta literasi

Blog ini merupakan kelanjutan dari blog pada akun kompasiana dengan link: https://www.kompasiana.com/sulfizasangjuara 🙏❤️

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gaya Hidup Minimalis untuk Mewujudkan Nol Emisi Karbon

30 Juni 2023   23:01 Diperbarui: 30 Juni 2023   23:56 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya hidup minimalis. Sumber: idn.com

Tahukah Anda? Gaya hidup minimalis bisa jadikan sebagai solusi pengurangan emisi karbon. Melalui gaya hidup minimalis, kita bisa menata ulang pola konsumsi agar sederhana. Bila kita optimalkan, gaya hidup minimalis  bisa menjadi jembatan emas dalam mewujudkan Nol Emisi Karbon di Indonesia dan dunia. 

Emisi karbon. Sumber: lindungihutan.com
Emisi karbon. Sumber: lindungihutan.com

Gaya Hidup Minimalis di Jepang

Gaya hidup minimalis sangat populer dalam masyarakat Jepang. Di Negeri Sakura tersebut, orang berlomba-lomba untuk mengosongkan rumah dari perabotan atau benda-benda yang tidak bermanfaat. Rumah tidak lagi disesaki benda-benda yang berfungsi sebagai hiasan atau benda-benda yang yang memiliki hubungan emosional dengan kita (kenangan).   

Gaya hidup minimalis. Sumber: idn.com
Gaya hidup minimalis. Sumber: idn.com

Selain itu, bagi penduduk Jepang, kepemilikan pada kendaraan bermotor tidak lagi menjadi simbol kemakmuran. Orang-orang Jepang di kawasan kota lebih nyaman bersepeda atau menggunakan kendaraan umum rendah emisi untuk tujuan ke sekolah atau ke kantor. Untuk jarak tempuh yang relatif dekat, mereka memilih untuk jalan kaki. 

Mayoritas orang Jepang yang masih menggunakan kendaraan pribadi khususnya mobil adalah orang Jepang yang tinggal di perdesaan atau pedalaman. Sebagian besar penggunaan mobil bertujuan mengangkut logistik atau hasil pertanian untuk dijual ke kota. 

Sayangnya, gaya hidup minimalis yang populer Jepang belum optimal. Konsep tersebut cenderung masih terbatas pada pengurangan barang di rumah sebagaimana yang dikenalkan Marie Kondo.

Marie KondoSumber:liputan6.com
Marie KondoSumber:liputan6.com

Bila dicermati, gaya hidup minimalis yang dikenalkan Marie Kondo mengadopsi konsep tata ruang kuil. Upaya menata ulang (decluttering) yang mengadopsi tata ruang kuil, mengharuskan ruang menjadi lengang. 

Upaya membuat ruangan menjadi lengang memang memengaruhi pola konsumsi, tetapi tidak menjadikan pengurangan emisi sebagai tujuan utama. Di luar ruangan, aktifitas yang memicu jejak karbon masih berjalan khususnya pembakaran lahan untuk kepentingan industri. Tidak heran bila Jepang masuk dalam jejeran negara penyumbang emisi terbesar di dunia.   

Berdasarkan Carbon Brief 2021, Jepang menempati peringkat kedelapan sebagai negara penyumbang karbon kumulatif terbesar di dunia dengan dengan total karbon kumulatif 68, 002 Giga ton (68,002 GtCO2). Di sisi lain, Indonesia berada di peringkat lima dunia dengan emisi karbon kumulatif mencapai 102,562 GtCO2. 

Peringkat emisi kumulatif. Sumber:databoks
Peringkat emisi kumulatif. Sumber:databoks

Meretas Gaya Hidup Minimalis Holistik 

Pada dasarnya, gaya hidup minimalis berarti menyederhanakan standar hidup. Melalui slogan Less is more, penganut gaya hidup minimalis mengajak umat manusia sedunia untuk mengurangi segala sesuatu yang berlebihan dalam hidup dan memusatkan prioritas pada segala sesuatu yang benar-benar penting. 

Optimalisasi gaya hidup minimalis bisa menjadi solusi dalam pengurangan emisi. Hal ini dapat ditempuh dengan implementasi secara holistik. Dengan kata lain, gaya hidup minimalis holistik berarti menata ulang standar hidup supaya sederhana secara menyeluruh. 

Dalam gaya hidup minimalis holistik, kita mempertimbangkan siklus keberadaan barang/jasa sebelum dikonsumsi. Segala sesuatu yang kita konsumsi bersifat sederhana dalam penciptaan, sederhana ketika dikonsumsi, dan sederhana pula setelah dikonsumsi. Agar siklus keberadaan bahan konsumsi bersifat sederhana dan tidak menghasilkan zat bersifat polutan seperti emisi karbon.  

 

Saya tertarik menjalani gaya hidup minimalis holistik sejak masih kanak-kanak. Waktu itu, saya membaca sebuah buku bacaan untuk anak-anak mengenai perubahan iklim. Berkat buku tersebut, saya menyadari bahwa dari sebungkus kripik yang kita konsumsi, telah mengular panjang jejak pencemaran lingkungan akibat emisi karbon. Sebelum sampai di tangan kita, sebungkus kripik telah melalui proses penciptaan yang melibatkan bahan bakar fosil yang mengeluarkan emisi karbon.  

Sayangnya, saya tidak ingat judul buku itu. Maklum, saya membacanya di awal tahun 1990-an atau sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Kendati demikian, dari buku tersebut, saya telah memulai konsisten mengurangi jejak karbon harian sejak usia dini. Beberapa langkah nyata saya dalam mengupayakan gaya hidup minimalis holistik antara lain:  

Pertama, tidak memiliki kendaraan bermotor pribadi 

Tidak memiliki kendaraan bermotor pribadi merupakan salah satu manifestasi gaya hidup minimalis holistik yang saya jalani. Padahal, usia saya sudah nyaris kepala empat. Sehari-hari saya terbiasa berjalan kaki atau bersepeda dengan jarak tempuh rata-rata 1 km sampai 3 km. Aktifitas ini meningkatkan kualitas kesehatan saya dan membuat saya tetap bugar.   

Sebagai sarana transportasi untuk jarak tempuh lebih dari itu, saya memaksimalkan kendaraan umum atau meminta bantuan saudara yang memiliki kendaraan bermotor. Saya memang tetap melakukan aktifitas yang memicu jejak karbon, tetapi aktifitas tersebut sangat terbatas dan penuh pertimbangan. 

Kedua, hemat energi untuk konsumsi sehari-hari 

Sehari-hari, saya sering memasak nasi sekaligus mengukus sayur dan lauk dalam satu wadah khusus. Lauk serta sayur matang berkat panas yang ditimbulkan proses memasak nasi. Aktifitas memasak pun secara rutin hanya sekali dalam sehari. Selain hemat energi listrik karena hanya sekali memasak, saya tidak perlu alat memasak berbahan bakar fosil. 

Ketiga, pendidikan sistem daring (online) 

Dalam menjalani pendidikan, saya memilih pendidikan dengan sistem daring secara penuh di Universitas Terbuka. 

Saya di Universitas Terbuka Yogyakarta. Sumber: dokumentasi pribadi 
Saya di Universitas Terbuka Yogyakarta. Sumber: dokumentasi pribadi 

Dengan jalan ini, saya tidak perlu mengendarai kendaraan bermotor nyaris setiap hari untuk keperluan pendidikan. 

Kendaraan bermotor di sebuah sekolah di Tangerang Sumber: Akurat.co
Kendaraan bermotor di sebuah sekolah di Tangerang Sumber: Akurat.co

Keempat, bekerja dengan sistem daring 

Sejauh ini, saya juga menjalani profesi sebagai penulis lepas, sehingga bisa dijalankan secara daring. Saya bisa mengerjakan penulisan naskah di rumah dan mengirimkan naskah hasil pekerjaan saya melalui surel. Dengan demikian, saya tidak perlu pula menggunakan kendaraan bermotor berbahan fosil untuk tujuan ke kantor.        

Kelima, tidak hobi travelling 

Saya juga tidak tertarik untuk menjadikan travelling sebagai hobi. Bagi saya, hobi travelling memicu peningkatan penggunaan alat transportasi berbahan bakar fosil.      

Dari pengalaman yang saya uraikan tersebut, terlihat bahwa aktifitas saya sehari-hari tergolong rendah emisi. Bahkan, terdapat hari-hari di mana saya menjalani aktifitas tanpa menyisakan jejak karbon. Bila gaya hidup saya bisa diserap sebagai gaya hidup kolektif, maka kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dapat dihentikan. 

Mengimplementasikan Gaya Hidup Minimalis Holistik    

 

Menjalani gaya hidup minimalis holistik tidaklah mudah terutama di Indonesia. Tingkat konsumsi di Indonesia relatif tinggi dan cenderung tidak terkendali. Banyak gaya hidup populer di Indonesia yang memicu laju emisi karbon, termasuk kepemilikan kendaraan bermotor yang menjadi simbol kemakmuran. Dan banyak pula industri yang menggunakan bahan bakar fosil yang memicu pelepasan emisi karbon.  

Oleh sebab itu, mewujudkan gaya hidup minimalis holistik sebagai gerakan kolektif, perlu dilaksanakan dengan sinergi lintas sektoral dan tahapan-tahapan yang penuh pertimbangan supaya mewujudkan Nol Emisi Karbon tidak menimbulkan konflik sosial. 

Seiring dengan tahapan-tahapan penerapan gaya hidup minimalis holistik, perlu pengadaan substitusi bahan bakar yang mengandung karbon. Agar upaya untuk mewujudkan Nol Emisi Karbon tidak mematikan berbagai sektor sumber daya kehidupan yang memerlukan bahan bakar yang menimbulkan emisi karbon.       

#jejakkarbonku.id

#generasienergibersih

JejakKarbonku.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun