Perjuangan Suku Karo dalam film Turang, yang dirilis tahun 1957, menceritakan tentang gerilyawan suku Karo yang melawan penjajahan Belanda pada masa Revolusi 1945. Lokasi pengambilan gambar film ini meliputi Kabanjahe, Tiganderket, dan Desa Seberaya, di Sumatera Utara, yang saat itu menjadi markas pusat komando.
Dalam bahasa Karo, "Turang" adalah panggilan untuk saudara perempuan, serta digunakan untuk pasangan atau panggilan sopan kepada orang yang belum dikenal sebaya dan berjenis kelamin berbeda.
Cerita film ini berfokus pada Wakil Komandan Rusli, yang terluka dalam pertempuran melawan Belanda dan dirawat secara rahasia oleh Tipi, adik dari anggota gerilyawan Tuah. Tuah, bersama pasukannya, melanjutkan perlawanan di hutan setelah menyembunyikan Rusli.
Beberapa bulan kemudian, Rusli sembuh dan jatuh cinta pada Tipi, yang merawatnya dengan penuh kasih. Namun, kedamaian mereka terganggu oleh Jendam, seorang mata-mata Belanda, yang menginformasikan keberadaan Rusli kepada musuh. Akibatnya, desa mereka disergap, ayah Tipi ditangkap dan disiksa hingga meninggal.
Tipi memohon kepada Rusli untuk pergi bersamanya, tetapi aturan ketat pasukan gerilya menghalanginya. Meskipun ingin memberontak, Rusli akhirnya tunduk pada kedisiplinan militer. Saat pasukan Belanda menyerang, Rusli dan gerilyawan Karo bertempur dengan semangat untuk meraih kemerdekaan Indonesia.
Film Turang, yang ditonton langsung oleh Presiden Soekarno di Istana Merdeka Jakarta, memenangkan beberapa penghargaan termasuk Piala Citra untuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik di Festival Film Indonesia 1960. Kesuksesan ini mendorong Bachtiar Siagian untuk membuat film berikutnya, Piso Surit, yang juga mengangkat nuansa masyarakat Karo dan dirilis tahun 1960.
Refrensi https://kabannews.com/perjuangan-rakyat-karo-di-film-turang-di-tayangkan-di-rusia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H