Naya Candrapuspita namanya, perempuan berjiwa besar dengan luka yang teramat besar pula. Wajah oval dengan mata sipitnya sukses membuat kecantikan alaminya bersinar, walau dirinya tak pernah memakai skincare.
Ia memang cantik, namun tak membuat dirinya menjadi tinggi hati merasa lebih dari yang lain. Naya selalu rendah hati, bahkan terlalu rendah hingga menjadikannya rendah diri karena merasa malu dengan keadaannya yang jauh dari kata berkecukupan.
Disaat teman sebayanya, memakai pakaian bermodel, memiliki kendaraan bagus, dan kehidupan yang berkecukupan. Naya hanya memiliki keluarga satu-satunya yang sangat ia cintai. Tak ada kendaraan yang bagus, pakaian kekinian, maupun rumah yang bagus. Satu-satunya hal yang berharga bagi dirinya adalah keluarga kecilnya.
Rasa malunya ity, sebenarnya datang bukan karena ia malu berada dikeluarga kalangan miskin, namun ia hanya minder, merasa tak mempunyai apa-apa daripada yang lain.
Namun, satu-satunya hal yang sangat ia cintai tak lagi ia miliki. Naya sendiri, benar-benar seorang diri, tak ada lagi Omelan dari orangtuanya, tak ada lagi pertengkaran kecil dengan adiknya.
Kosong, gelap, sunyi, sepi, dan ia benar-benar sendiri dan tak memiliki siapapun lagi setelah kejadian pada satu tahun yang lalu pada waktu sandikala.
Ah, sandikala. Ia benar-benar membenci waktu itu, sandikala mengingatkannya akan peristiwa pilu yang saat ini masih saja menjadi misteri untuknya. Sejujurnya, Naya belum sepenuhnya ikhlas akan kepergian orangtua dan adiknya yang begitu tiba-tiba.
Kejadian ini terjadi tepat diwaktu sandikala mulai muncul, sesaat setelah ia baru saja pulang dari sekolah..
"Nduk, yang sabar ya," ucap seseorang kepadanya sembari mengelus pundaknya
Naya mengernyit, ia kebingungan dengan ucapan ibuk Tarmi, tetangganya. Sekaligus dengan keramaian yang berada disekitar rumahnya. Seketika jantungnya tiba-tiba saja berdenyut dengan hebat, pikirannya mulai berkecamuk. Apalagi melihat pakdenya yang menjemput Naya dengan wajah yang suram, ini semakin membuat Naya ketakutan.
Dengan rasa penasaran yang luar biasa, Naya berlari masuk kedalam rumahnya yang sederhana. Sesampainya ia didalam, Naya mematung, tak percaya akan apa ia lihat dihadapannya. Sendi-sendi kakinya tiba-tiba saja lemas, ia terduduk dengan pandangan tak percaya. Berusaha berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruknya.
"Me-mereka siapa?" gumamnya dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
Beberapa orang mulai mendekatinya, terutama bude dan keluarga lainnya yang masih memiliki hubungan dengannya.
"Yang sabar ya Lai, ini memang-" ujar budenya terpotong karena tak kuasa menahan tangisnya sembari memeluk Naya erat.
Sesaat setelah menyadari apa yang ada dihadapannya, Naya menjerit seketika, hatinya benar-benar hancur berserakan berluluh lantakan. Ia menangis dengan histeris, membuat orang-orang yang melayat tak kuasa untuk tak meneteskan air mata.
Apa yang saat ini berada dihadapannya adalah ketiga jenazah orang yang sangat ia cintai. Ia berpikir, bagaimana mungkin mereka bertiga meninggalkan dirinya seorang diri, bagaimana mungkin mereka tidak mengajaknya untuk pergi bersama. Bagaimana mungkin mereka tega meninggalkannya seorang diri.
"I-ini nggak mungkin kan? A-aku cuma mimpi buruk kan bude?" racaunya sembari mendekati ketiga jenazah tersebut.
Waktu itu, hati dan jiwa Naya benar-benar hancur. Apalagi mendengar cerita kematian orangtua dan adiknya yang begitu tidak masuk akal. Mereka didiagnosis terkena serangan jantung dadakan, yang kemudian karena penanganan yang lambat karena tak ada seorangpun yang tahu kejadian tersebut. Mereka bertiga pun akhirnya meninggal dunia.
Sungguh, Naya tidak habis pikir. Bagaimana bisa kedua orangtuanya dan adiknya bersamaan terkena serangan jantung. Apalagi sang adik, bagaimana mungkin diusianya yang baru menginjak umur 15 ia mempunyai masalah pada jantung. Karena sebelumnya ia baik-baik saja.
Tragedi tersebut tak hanya membuat Naya bertanya-tanya, seluruh masyarakat pun heran dengan kematian orangtua dan adik Naya yang begitu tiba-tiba.
Ada beberapa gosip yang menyebar bahwa, mereka terkena sihir dari seseorang yang tidak menyukai keluarga mereka. Kabar itulah yang paling meyakinkan bagi masyarakat daripada serangan jantung yang tidak masuk akal. Karena, tanpa ada sebuah rasa keterkejutan, serangan jantung tak akan pernah bisa muncul.
Jikalau memang ada suatu hal yang membuat merek begitu syok, pertanyaan adalah hal apakah itu. Apakah suara dentuman yang begitu keras? Namun setelah ditelusuri tak ada bunyi apapun pada waktu kejadian tersebut. Apakah mendengar sebuah kabar yang begitu mengejutkan? Namun lagi-lagi setelah ditelusuri, tak ada data yang cocok.
"Nduk, ayok tutup jendelanya. Udah mau malam," ujar budenya sesaat setelah melihat Naya yang begitu terdiam, mengingat dirinya baru saja pulang dari tempat kerjanya.
Naya, mengusap air matanya sekilas, "Nggeh bude."
Seumur hidup, Naya tak akan pernah bisa melupakan tragedi yang membuat dirinya benar-benar merasa hancur. Satu-satunya keluarga yang ia cintai, telah tiada. Meninggalkannya seorang diri, rasa-rasanya ia tidak ingin hidup mengingat tak ada lagi kasih sayang dari keluarganya.
Apalagi mengingat percakapan sehari sebelum orangtua dan adiknya tiada, seolah-olah mereka telah menyadari bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Mereka sempat berpesan kepada Naya yang membuatnya dirinya harus bisa bertahan hidup.
"Naya, besok kalau ibuk dan bapakmu pergi. Kamu harus baik-baik aja ya tanpa bapak dan ibu, kamu harus rajin belajar, rajin ibadah, dan kejar cita-cita kamu," ujar ibuk Naya ditengah-tengah perbincangan hangat mereka diruang tengah
Naya mengernyit," Memangnya bapak sama ibu mau kemana, kok ngomong gitu sih."
"Bapak sama Ibuk mau pergi yang jauh dulu, ketempat yang lebih baik dari dunia ini."
"Arfan ikut ya buk, masa iya aku ditinggal sendiri," celetuk adik Naya
"Iya, Arfan boleh ikut kok."
"Lho, kok Naya nggak diajak buk," protesnya tidak terima namun sang ibu hanya menanggapinya dengan senyuman.
Waktu itu, Naya tak berpikir bahwa perbincangan tersebut adalah perbincangan terakhir dengan keluarganya. Ia tak memiliki firasat apapun bahwa mereka ternyata akan pergi meninggalkannya selamanya. Naya pikir, mereka akan berlibur namun dengan tak mengajaknya, hingga waktu itu ia sempat merajuk karena tak diajak.
"Bapak, ibuk, adik. Kenapa kalian tega ninggalin Naya sendiri. Naya kangen kalian," gumamnya kembali meneteskan air matanya kembali.
Sungguh, takdir memang tiada yang tahu. Sang penciptalah yang lebih tahu akan bagaimana takdir berjalan. Maka bersyukurlah untuk jalan takdir yang saat ini sedang kau lewati, bisa jadi apa yang manusia pikir buruk belum tentu buruk Dimata Tuhan Yang Maha Esa.
End
Terimakasih yang telah menyempatkan untuk membaca
Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua.
Baru belajar,
Jangan lupa kritik dan sarannya🙏
Dilarang mencopy paste tanpa membagikan sumber cerita atau mencantumkan nama penulis.
Saya bisa ditemukan di?
Instagram 👇
https://www.instagram.com/ka_amaliaaa/
Wattpad 👇
https://www.wattpad.com/user/ka_amaliaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H