Mohon tunggu...
KA Widiantara
KA Widiantara Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membangun Kepercayaan Media Mainstream di Tengah Pandemi

3 April 2021   08:15 Diperbarui: 3 April 2021   08:20 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di antara klaim keliru yang paling populer yakni konsumsi alkohol dengan konsentrasi tinggi bisa mendisinfeksi tubuh dan membunuh virus. Contoh lain informasi keliru meliputi antara lain makan bawang putih berjumlah besar atau mengonsumsi vitamin berjumlah besar. Bahkan, ada yang minum air seni sapi. Meski menempatkan Indonesia dalam urutan keempat negara paling banyak terdapat infodemik terkait Covid-19, laporan ini tidak memerinci secara spesifik. Penelusuruan Kompas dari pemberitaan di sejumlah media dan media sosial, terdapat laporan kematian akibat mengonsumsi disinfektan. Misalnya, satu remaja di Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan meninggal dan dua lainnya sakit setelah mengonsumsi oplosan minuman energi dengan disinfektan.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menjelaskan, info keliru terkait pandemi ini menjadi persoalan global, termasuk di Indonesia. "Untuk mengatasinya, literasi publik perli ditingkatkan, selain itu pemerintah harus merespons dengan komunikasi risiko yang akurat dan cepat," katanya dikutip dari kompas.id. Dicky mencontohkan, mereka yang menyatakan Covid-19 sebagai rekayasa dan mengajak orang tidak memakai masker misalnya, harusnya mendapat sanksi. Termasuk halnya, mereka yang mengajak menolak vaksin, bisa dianggap mempersulit penanganan wabah. 

"Seperti virus, jika infodemi ini dibiarkan akan makin merusak dan mempersulit penanganan wabah," tuturnya.  Nasi sudah jadi bubur. Informasi bohong yang dibalut dengan fakta dan data yang seolah akurat tidak bisa lagi ditarik. Infodemik sudah menjadi konsumsi pemberitan di tengah rendahnya literasi informasi publik.  

Tentu, derasnya arus informasi dan pesan berantai melalui pesan instan seperti WhatsApp (WA) harus disikapi dengan gerakan literasi public yang intensif, edukatif, konsisten, kolaboratif  dan massif.  Harapan besar sesungguhnya ada pada media mainstream, baik berformat konvensional maupun digital.  Karena media yang mengembangkan jurnalisme profesional yang serius memiliki visi dan roh informasi yang akurat, kredibel, bertanggungjawab, menggerakkan  dan humanis.

Media massa arus utama menghadapi tantangan yang berat di era media sosial. Di Indonesia, masyarakat lebih memercayai informasi yang berasal dari media sosial daripada media arus utama. Di sisi lain, produk jurnalistik berkualitas juga terancam tenggelam dalam mekanisme algoritma internet. Anita Wahid dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menjelaskan, tantangan media di era media sosial memang lebih berat. Pasalnya, yang mereka hadapi adalah masyarakat yang sudah terpolarisasi. 

Masyarakat yang sudah telanjur terbelah itu terkadang hanya memercayai informasi yang dipercayai oleh dirinya sendiri dan kelompok afiliasinya. Fenomena ini dibaca juga oleh Cahyadi (2020) sebagai bentuk dari persaingan keras antarmedia daring dalam memberitakan wabah Covid-19 telah mengorbankan prinsip dasar jurnalistik. 

Menurutnya, jika dibiarkan, bukan hanya terjadi pembodohan massal, jurnalisme daring juga akan menemui ajal. Pandangan Cahyadi memang logis atas menjamurnya media daring yang memiliki format sama.  Setiap ada momentum atau peristiwa besar  yang menjadi perhatian public, media daring, menabrak prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Jurnalisme pun seakan ikut sekarat di tengah mewabahnya Covid-19.

Hasil survei lembaga Edelman Trust Barometer 2018 mengungkapkan tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap media arus utama memperlihatkan tren menurun pada 2012-2018. Hal itu dipengaruhi di antaranya oleh banyaknya berita bohong (hoaks) di media sosial, media cetak, dan elektronik. Selain itu, juga karena kantor berita dianggap lebih fokus membuat berita yang menarik perhatian khalayak besar (click bait) dibandingkan dengan melaporkan berita. 

Lembaga media juga dianggap tidak netral dan bias dalam memberitakan posisi politik dan ideologi tertentu dalam pemberitaan. Mengacu dari berbagai hasil penelitian dan pengamatan, sesungguhya penurunan kepercayaan publik terhadap media tidak terjadi semata-mata karena rendahnya literasi medsos. Sebenarnya, ada tantangan berat lain, yaitu jebakan bisnis media daring. Hal ini menyebabkan algoritma yang menenggelamkan berita media arus utama. 

Hanya media yang disukai kelompok tertentu yang banyak dibagikan di ruang gema. Zen RS (2020) memberikan pandangan  tentang  media sosial dan ruang gema memang menjadi tantangan tersendiri bagi media arus utama. Apalagi, saat ini terjadi fenomena ketidakpercayaan (distrust) dan kecemasan (anxiety) masyarakat terhadap media arus utama. Selaian itu Zen berpandangan andil dari otoritas pemerintah yang kerap menyebarkan misinformasi kepada masyarakat. Semasa pandemi, misalnya, misinformasi yang berasal dari pemerintah masih kerap ditemukan terutama pemberitaan yang tidak didasarkan pada riset dan ilmu sains. Soal kalung antikorona, misalnya, ataupun ungkapan bahwa Indonesia kebal korona karena berada di wilayah tropis.

Untuk itu ketidakpercayaan publik terhadap media arus utama itu dapat dilawan dengan jurnalisme yang kredibel. Kerja-kerja jurnalistik harus diperbaiki sehingga menghasilkan informasi yang berkualitas. Di sisi lain, masyarakat juga harus diedukasi agar mau mengonsumsi informasi berkualitas dengan cara berlangganan. Dengan demikian, media tidak hanya mendapatkan pendapatan dari iklan, tetapi juga dari layanan berlangganan. Sebab, mekanisme iklan di media daring saat ini masih menjunjung tinggi asas rating yang dapat menurunkan kualitas media arus utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun