Mohon tunggu...
Kafka
Kafka Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Stop NIMS, Asahlah "Art Of Listening and Perform"

19 Mei 2018   21:26 Diperbarui: 19 Mei 2018   21:46 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya paling mengerti tentang Klien, saya...saya...dan saya..... (theindependentbd.com)

Bagi kita yang bergerak dalam fungsi Marketing terutama dalam operational sales menemukan hal-hal yang tidak biasa, namun karena seringkali dilakukan pembenaran pada hal yang tidak biasa tersebut dan menajdikan  hal tersebut menjadi biasa.

Pembenaran akan hal tidak biasa ini dan dilakukan secara repetitif oleh para marketer, diulang, dicontoh dan akhirnya  sukses menjerumuskan Perusahaan atau dalam hal ini Brand tersisih dari acuan utama persaingan di pasar.

Setelah hal ini terus terjadi, masihpun para marketer memilih jurus sejuta umat, yakni menyalahkan atasan ataupun Brand yang tidak support dalam aktivasi dan operasional di lapangan. Hal ini sangat familiar bukan. Ironis namun realistis ( namun sama sekali bukan permisif ).

Lantas apa kesalahan pertama apa yang sering sekali dilakukan oleh marketer tersebut, yani kesalahan mendasar dan simple, Marketer merasa bahwa dirinya yang paling benar, paling tahu segalanya dan mampu men drive consumer buying decision.

Meskipun saya sendiri belum menemukan istilah apa yang cocok untuk perilaku ini, namun hal-hal inilah yang sangat mengganggu operasional Perusahaan, sumber daya Perusahaan (brand) secara massif digunakan dengan tidak optimal oleh jajaran managerial Marketing.

Ya benar, sebahagian besar melakukan hal tersebut, petugas di lapangan, middle management hingga top management. Sebahagian besar sumber daya Brand digunakan dengan fakta dan inight yang keliru, ditujukan kepada market dengan pendekatan I know you better than my clients atau mungkin lebih mudah disebut dengan Narcism Marketers Syndrome (NIMS).

Dalam pemahaman saya yang sangat awam, definisi NIMS adalah pendekatan keliru para marketers dengan asumsi mengetahui perihal Client tanpa didasari dengan fakta dan insight tepat dan secara periodik terupdate. Program kerja Marketing yang disusun setiap tahun dibuat berdasarkan asumsi intuisi, proses penyembunyian data dan fakta demi tercapainya performance KPI dan target sales yang ada.

Hal -- hal ini sungguh nyata dan sangat familiar, menyesatkan dan merugikan posisi kompetisi Brand. Ketika officer marketer melakukan manipulasi akan program kerja yang dibuat dan kemudian disahkan oleh Perusahaan, maka disaat itulah posisi Brand yang telah susah payah dibangun akan memulai proses penurunan secara gradual. Brand secara bertahap bergerak berlainan dengan arah dan preferensi Client yang ada.

Dalam rilisan McKinsey Quarterly diterbitkan pada bulan Mei 2018, berjudul The Consumer Decision Journey, ditulis oleh Court, Elzinga, Mulder dan Vetvik, kita mendapatkan insight yang menarik dalam laporan yang melibatkan riset pada 20,000 Konsumen yang terdiri dari lima industry dan tiga benua. Laporan ini menyampaikan bahwa hal yang urgen untuk dilakukan oleh Marketers adalah dapat menentukan prioritas objektif dan alokasi dana yang dilakukan.

Fungsi Marketing seringkali melupakan hal utama dikarenakan NIMS yang sudah melekat terlalu dalam dalam praktek Marketing di sebuah Brand.

Para Marketers dikarenakan rutinitas yang ada, kompleksitas operasional dan kesibukan dalam memantau gerak competitor, sangat sulit melakukan proses mendengarkan Konsumen dengan penuh intens dalam durasi periodik. Marketers sudah jarang sekali melatih diri untuk menajamkan kemampuan dalam art of listening dari Client.

Alih-alih melakukan proses menyimak yang intens dari Client, Marketers malah sibuk mengambil alih proses komunikasi dan segera memberikan resep jitu atau bahkan memutus alur komunikasi (dengan pertimbangan membuang waktu karena tidak prospektif ).

Seperti layaknya manusia pada umumnya, Client sebagai manusiapun, pasti memiliki hal-hal yang tidak disukai, preferensi bahkan hal-hal lain diluar itu semua yang tidak dapat diperoleh dengan hanya bertatap mata lewat texting ponsel, email dan formal meeting.

Saat ini, sudah jarang sekali kita dapat melihat Marketers yang mampu menajamkan art of listening terlebih lagi menggunakan fleksibilitas  ( lebih tepatnya adaptasi ) dengan karakter dan behavior Client. Jika seorang marketer hanya melihat target market, batas waktu dan objek, maka akan sulit sebuah kemampuan art of listening diperoleh.

Mengapa art of listening ini  begitu penting, karena setiap transaksi bisnis itu dimulai dari trust dan kenyamanan. Jika sebuah brand tidak mampu membentuk trust dan kenyamanan kepada target market, maka setiap program marketing akan mengalami kegagalan demi kegagalan dalam rangkaian Klien yang ada.

Melalui kemampuan art of listening yang baik dan terus diasah, Marketers dapat membentuk kenyamanan, insight yang penting dan urgen namun tidak tertulis dan terlebih lagi  "posisi" yang kuat di Klien. Kenyamanan ini kemudian harus diikuti dengan performance Brand dalam  setiap touch points dengan Klien.

Dengan melakukan kedua hal ini, yakni art of listening dan performance based what we promise, maka posisi Brand akan semakin kuat dan mampu dijadikan preferensi utama dalam dua waktu yang berbeda.

Dua waktu tersebut adalah masa saat pengambilan keputusan pembelian dan jika pun tidak tercapai penjualan, Brand masih masuk dalam kualifikasi utama Klien. Nah, posisi penting Brand dalam dua masa waktu yang berbeda inilah yang membuat posisinya semakin kuat.

Jika kita mau merunut dalam ragam literasi maupun dunia praktisi Marketing, terdapat tiga tujuan program utama Marketing, yakni masuk dalam radar Client, memenangkan proses pembelian dan menjadi rekomendasi, maka kajilah kembali dengan jujur dan bijak, sudah sebaik apa kita mampu mengasah kemampuan art of listening dan perform what we promise kepada Client.

Ingatlah pareto umum, bahwa jauh lebih baik menjadi bagian yang sedikit, namun memberikan dampak yang besar, dibandingkan menjadi bagian yang besar, namun memberikan kontribusi sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun