Saya tidak tahu ingin menujukan ini pada siapa, sebetulnya ingin ke Pak M. Nuh, menteri Pendidikan, cuma rasanya kok ketinggian hanya keluh kesah saja langsung ke Menteri yang kerjaannya segudang. Jadi kesiapa ? Saya tidak tahu, ke siapa saja deh, yang mau membaca dan memahami kekesalan dan kejengkelan saya.
Tanggal 20 Mei lalu, pas hari penentuan kelulusan SMA, selain rapat penentuan kelulusan, juga ada info dari Kepala Sekolah yang mengatakan, agar semua guru mengumpulkan perangkat pembelajaran dengan Kurikulum 2013, silabus dan RPP, PALING LAMBAT PADA AKHIR BULAN Mei ini. Karena perintah dari kepala Dinas Pendidikan Propinsi kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten bahwa setiap sekolah DIANGGAP sudah melaksanakan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013-2014 ini.
Saya heran, mengapa kepala Dinas Pendidikan tingkat dua, yang di propinsi Sumatera Barat ini ada 19 orang, yang saya yakin semua orang pintar, tidak satupun yang menolak. Padahal sudah jelas, di Kabupaten kami, BELUM SATUPUN SMA yang melaksanakan Kurikulum 2013. BELUM SATUPUN guru sekolah kami yang menerima sosialisasi, wakil kepala sekolah bidang kurikulum juga belum, bahkan kepala sekolahpun tidak tahu apa-apa tentang kurikulum 2013. Hal itu juga berlaku pada hampir semua SMA di propinsi ini, karena yang melaksanakan baru beberapa sekolah (kalau tidak salah baru 10 SMA di Sumatera Barat) yang ditunjuk setelah ada pelatihan untuk guru-guru mereka.
Tiga minggu menjelang akhir tahun pelajaran 2013-2014 ini, tiba-tiba saja kelas X dianggap SUDAH melaksanakan kurikulum 2013, maka rapor kelas X sekarang yang berdasarkan KTSP harus DIUBAH/DISULAP menjadi rapor berdasarkan kurikulum 2013. Artinya semua rapor kelas X harus dibuat rapor baru. Kebetulan saya wali kelas untuk kelas X, terus terang saya menolak melakukan, karena jelas itu pembohongan. Lalu kata kepala sekolah, akan diupahkan pengisian rapor itu pada guru atau petugas Tata Usaha, karena kepala sekolah juga mendapat paksaan dari atasannya.
Saya cuma guru biasa, tidak sepintar mereka yang merancang kurikulum, atau mereka yang menentukan kebijakan atau yang mengambil keputusan. Tapi saya punya hati nurani, yang tidak tega ada 10 rombongan belajar di sekolah saya yang dikorbankan, untuk pura-pura sudah melaksanakan pembelajaran secara kurikulum 2013. Mereka belajar pada program umum, tanpa penjurusan, lalu disulap dirapor rekayasa itu seolah-olah sudah belajar pada kelas penjurusan IPA atau IPS. Edan banget !
Apa salahnya kelas X menyelesaikan pembelajaran dengan KTSP sampai naik ke kelas XI dengan rapor sesuai KTSP juga. Lalu kelas X yang diterima sebagai siswa baru pada tahun pembelajaran 2014-2015, itulah yang memulai pelaksanaan Kurikulum 2013, setelah guru-guru dibekali dengan sosialisasi. Ini kan hanya kurikulum, bukan rukun agama, bukan perintah Tuhan, yang bila tidak dilaksanakan akan masuk neraka.
Para pembuat kebijakan, pakailah hati nurani Anda. Yang Anda rekayasa seolah-olah telah mengikuti kurikulum 2013 itu manusia, bahkan mungkin anak atau keponakan Anda, mengapa Anda setega itu ?Apa latar belakang dibalik ini semua ?
Saya hanya bisa mengeluh dan berdoa…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H