Mohon tunggu...
Jyesta Dhira
Jyesta Dhira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Open your mind before your mouth

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Andong: Bukan Sekadar Transportasi Biasa

4 Juni 2022   02:40 Diperbarui: 4 Juni 2022   02:54 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi tradisional andong, tentunya masyarakat jawa tidak asing dengan transportasi andong ini. Andong merupakan transportasi tradisional dari pulau jawa, terkhususnya yang saat ini masih sering kita jumpai di provinsi Yogyakarta dan solo. Transportasi andong ini memiliki sejarah yang berkaitan dengan sejarah dari kerajaan mataram. Pada zaman kerajaan, para raja mataram memiliki kendaraan khusus yang ditarik oleh kuda, kendaraan khusus para raja ini dihias dengan sedemikian rupa dan lebih sering disebut dengan kereto kencono. Kereto kencono yang dimiliki para raja mataram ini berbeda dengan andong. Andong merupakan transportasi atau alat angkut yang pada zaman tersebut digunakan oleh rakyat untuk mengangkut barang ataupun melakukan perjalanan. Andong ini dibentuk menyerupai dengan kereta kencono yang dimiliki raja namun penampilan serta ornamennya disesuaikan dengan kemampuan rakyat itu sendiri. Pada zaman dahulu rakyat yang memiliki andong atau mengendarai andong bukanlah rakyat sembarangan, andong identik dimiliki oleh rakyat yang menduduki kelas social dalam masyarakat.

Kebanyakan orang kerap kali menganggap andong sama dengan delman, namun nyatanya andong berbeda dengan delman. Perbedaan antara andong dan delman terletak pada rodanya, delman hanya memiliki roda 2 sedangkan andong memiliki roda 4. Secara spesifik roda pada andong bagian depan lebih kecil dibandingkan 2 roda di bagian belakang, roda bagian depan andong memiliki 12 jeruji sedangkan roda pada bagian belakang memiliki 14 jeruji. Selain itu, andong memiliki nama pada bagian bagiannya yaitu seperti buntutan, palangan, per, as roda, bosm mangokkan, gulungan, cincin, ruji, bengkok, pelah ban karet dan roda. Transportasi tradisional andong ini terbuat dari bahan utama kayu dan besi, jenis kayu yang digunakan pun bukan kayu sembarangan melainkan kayu jati yang tentunya memiliki kualitas yang bagus dengan serat kayu yang halus.

Keberadaan andong yang sudah ada sejak zaman dahulu di provinsi Yogyakarta khususnya, tentunya tidak terlepas dari sejarah serta perubahannya dari zaman ke zaman. Dilansir dari Kompas.com, Manggalayudha Keraton Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo Yudhaningrat menyatakan bahwa istilah andong hanya beredar di provinsi Yogyakarta. Pada pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, penggunaan andong tidak hanya dapat digunakan atau dimiliki oleh priayi Keraton Yogyakarta saja namun andong mulai dapat digunakan oleh masyarakat dengan batasan yaitu hingga bawahan raja tingkat wedana saja, hal ini dilakukan untuk mempermudah para bawahan raja dalam meninjau desa-desa. Namun pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII kepemilikan andong sudah mulai merambat hingga rakyat biasa. Seiring perkembangan zaman, andong mulai deperjual belikan hingga ke luar kota seperti contohnya pemerintah DKI Jakarta yang membeli 40 andong untuk melayani wisatawan di Wisatawan Taman Monumen Nasional. Hingga saat ini andong di Provinsi Yogyakarta masih kerap kita jumpai terkhususnya di daerah sekitar Malioboro. Penggunaan andong saat ini dijadikan sebagai daya tarik para wisatawan untuk berkunjung.

Sumber: Katajogja.com
Sumber: Katajogja.com

Perkembangan serta perubahan kegunaan andong dari zaman ke zaman ini dapat kita analisis dengan perpektif posmo Bourdieu. Perspektif Bourdieu ini merupakan perspektif atau pemikiran yang berkaitan dengan konsep habitus, ranah, dan praktik. Konsep habitus adalah sebuah system yang bertahan lama, terstruktur dan berubah-ubah, habitus ini dihasilkan dan menghasilkan kehidupan sosial. Ranah dalam perspektif Bourdieu ini didefinisikan sebagai sebuah ruang yang terstruktur dengan kaidah fungsi serta relasi kekuasaan. Berdasarkan perkembangan dan perubahan kegunaan andong ini dapat kita lihat konsep habitus dalam kegunaan andong yang pada zaman dahulu hanya dapat dimiliki oleh priayi atau rakyat yang memiliki kelas sosial saja. Sedangkan ranah dan praktik perspektif Bourdieu ini dapat kita lihat dari perubahan fungsi andong dari zaman ke zaman, pada zaman dahulu andong hanya dimiliki rakyat dengan kelas sosial dan penggunaannya pun masih terbatas. Namun seiring perkembangan zaman kegunaan dan kepemilikan andong semakin mudah, bahkan andong mulai diperjual-belikan hingga ke luar kota. Andong pada zaman sekarang pun masih kerap kita jumpai terkhususnya di provinsi Yogyakarta, namun kegunaan andong saat ini bukan sebagai transportasi yang mempermudah rakyat untuk berpergian dan mengangkut barang, kegunaan andong pada saat ini adalah sebagai daya tarik pariwisata di suatu daerah seperti contohnya di Malioboro.

Daftar Pustaka :

BPNB D.I.Yogyakarta. (2018, Januari 22). Transportasi Tradisional Andong Yogyakarta. Diakses dari http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/transportasi-tradisional-andong-yogyakarta/#:~:text=Andong%20merupakan%20alat%20transportasi%20tradisional,rupa%20yang%20disebut%20kereto%20kencono.

Made Asdhiana. (2013, Juni 16). Andong, Simbol Priayi yang Berubah. Diakses dari https://travel.kompas.com/read/2013/06/16/10392913/~Travel~Travel%20Story?page=all#:~:text=Andong%20yang%20masih%20menghiasi%20jalanan,Namun%2C%20nasib%20kusirnya%20tetap%20marjinal.

Krisdinanto, N. (2014). Pierre Bourdieu, Sang Juru Damai. KANAL: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2), 189-206.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun