Mohon tunggu...
Jovin VerenMarfella
Jovin VerenMarfella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

42321010081 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis_14_Determinants of Corruption in Developing Countries

3 Desember 2022   16:52 Diperbarui: 3 Desember 2022   17:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Jovin Veren Marfella

NIM : 42321010081

Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Universitas Mercubuana

 

Latar Belakang 

Korupsi merupakan tanda bahwa ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan negara. Institusi yang mengatur hubungan antara negara dan rakyat melayani pengayaan dan keuntungan tambahan bagi para koruptor. Mekanisme lama, yang seringkali menjadi sumber efisiensi dan pertumbuhan ekonomi, dapat melemahkan legitimasi dan efektivitas pemerintah.

Menurut Bank Dunia, korupsi adalah "hambatan terbesar bagi pembangunan ekonomi dan sosial". Ini merusak pembangunan dengan merusak peran hukum dan merusak basis kelembagaan di mana pertumbuhan ekonomi bergantung. 3 Transparency International menganggap ini salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Ini merusak tata pemerintahan yang baik, secara mendasar mendistorsi kebijakan publik, menghambur-hamburkan kekayaan, merusak sektor swasta dan perkembangannya, dan yang paling penting, merugikan orang miskin.

Dalam hal korupsi, Indonesia adalah negara yang selalu menarik perhatian banyak ahli atau pemikir. Jelas, Indonesia secara konsisten menduduki peringkat di antara negara maju dalam sebagian besar survei korupsi. Kondisi ini bak pedang bermata dua, di satu sisi Indonesia dianggap sangat penting di dunia, baik secara ekonomi maupun politik. Di sisi lain, Indonesia juga dianggap sebagai negara yang korup dan dianggap sebagai laboratorium yang ideal bagi para pakar dan aktivis antikorupsi.

Novelty Keterbaharuan Penelitian

Banyak organisasi di seluruh dunia menggunakan definisi ini untuk mengukur tingkat korupsi. Pada tahun 1995 Transparency International (TI) mengumpulkan data korupsi dan Perceptions of Corruption Index (ICPI). Menurut Survei Peringkat ICC 1995, Selandia Baru mendapat peringkat dunia tertinggi (paling tidak korup) dan Indonesia terakhir. Dalam mengembangkan CPI, Transparency International mempertimbangkan faktor-faktor politik, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi tingkat korupsi pemerintah dan pada akhirnya merusak kehormatan pemerintah [Lambsdorff, 2001b]. Penelitian ICC selama bertahun-tahun juga menunjukkan bahwa semua dana bereputasi terkait dengan negara berkembang.

ICC telah menunjukkan korupsi di banyak negara bahkan sejak tahun 1995; Nigeria menjadi yang pertama pada tahun 1996, 1997, 2000 dan kedua di hampir semua tahun kecuali 2004 dan 2005. Kamerun, Bangladesh, Haiti dan Chad pada (1998, 1999), (2001, 03). , (2004) dan (2005). Dalam penelitian ini kami membagi faktor penentu korupsi menjadi dua kategori; faktor finansial dan non finansial. Faktor ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, integrasi internasional (globalisasi), pendidikan, pendapatan rata-rata, dan distribusi pendapatan. Bagian kedua dari penelitian ini disusun sebagai berikut: Bagian kedua dari artikel ini berkaitan dengan definisi dan pengukuran korupsi. Bagian ketiga menyajikan penyelidikan sastra dan penurunan hipotesis.

Penentu non-ekonomi termasuk faktor sosial-politik dan agama seperti demokrasi, kebebasan pers dan proporsi populasi yang memeluk agama tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa faktor ekonomi dalam mengurangi korupsi di negara berkembang lebih besar dibandingkan dengan pangsa faktor non-ekonomi.

Rumusan Masalah

Masalah kedua korupsi adalah pengukurannya. Bagaimana itu bisa diukur? Ukuran korupsi (tingkat mikro) tidak tersedia untuk perbandingan suatu negara. Cara lain untuk mengukur korupsi adalah dengan target (persepsi atau audiens). Dari sinilah muncul perasaan penduduk atau sebagian lawan bicara tentang "ketidakadilan" dalam urusan publik. Oleh karena itu, prosedur ini merupakan ukuran nyata tingkat korupsi dan juga memecahkan masalah prosedur sebelumnya. Oleh karena itu, informasi berdasarkan persepsi kelompok sasaran sering digunakan dalam literatur empiris. Indeks Persepsi Korupsi (International Corruption Perceptions) Transparency International juga mencerminkan tingkat korupsi yang dirasakan daripada tingkat korupsi yang sebenarnya.

Kajian Kepustakaan

Korupsi adalah konsekuensi dari tata kelola yang lemah, yang terjadi ketika individu atau organisasi memiliki monopoli atas barang atau jasa, memguna keputusan sukarela, memiliki akuntabilitas terbatas atau tidak ada, dan memiliki tingkat pendapatan yang rendah [Klitgaard, 1998]. seperti B. untuk pertumbuhan pendidikan dan kebebasan ekonomi dll.

Definisi Bank Dunia tentang korupsi sering dikutip dalam literatur ekonomi sebagai "penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi" (World Bank 1997). Di negara berkembang, korupsi lebih sering terjadi di sektor publik daripada di sektor swasta. Banyak studi empiris mencoba mencari kaitan antara korupsi dengan faktor ekonomi dan non ekonomi. Namun, masih ada sedikit konsensus di antara para peneliti tentang faktor penentu korupsi [Alt dan Lassen, 2003].

Hipotesis korelasi negatif antara korupsi dan pendapatan didukung oleh beberapa penelitian; Bruno dan lainnya. (2005), Kunicova-R. Ackermann (2005), Ledermann dkk. (2005), Braun-Di Tella (2004), Chang-Golden (2004) dan lainnya. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel-variabel tersebut, antara lain Braun-Di Tella (2004) dan Frechette (2001). Meskipun sebagian besar studi ini menggunakan data cross-sectional pada negara maju dan berkembang, tidak satupun dari mereka berfokus pada negara berkembang secara terpisah. Untuk menguji pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi terhadap lingkungan terhadap korupsi di segmen ekonomi global yang baru muncul, kami berhipotesis di bagian selanjutnya.

Rerangka Pemikiran, Hipotesis

diasumsikan jika kebebasan ekonomi biasanya merendahkan sewa kegiatan ekonomi dan akibatnya mengurangi motif pejabat publik dan politisi guna menangkap sebagian bagian dari sewa ini melalui korupsi. Secara empiris; Henderson( 1999) menunjukkan jalinan negatif antara korupsi dan ekonomi freedom dan Paldam( 2002) pula mendukung pemikiran yang sama dengan mengenakan multivariat regresi. Guna menguji jalinan ini hanya guna pengembangan negara kami merumuskan hipotesis berikut:

i. Tingkatan kebebasan ekonomi orang yang lebih besar( sedikitnya kendali politik atas sumber tenaga dan peluang ekonomi negara) hendak mengurangi tingkatan yang dirasakan korupsi.

Penduduk ekonomi terbuka tidak hanya mengimpor barang, jasa, dan modal, tetapi pula pula bertukar norma, informasi dan gagasan; berarti integrasi internasional mempengaruhi kerangka politik- ekonomi peluang dan nilai- nilai budaya masyarakat.

Ades dan Di Tella( 1997 dan 1999) menunjukkan jika keterbukaan berhubungan negatif dengan korupsi.

ii. Derajat globalisasi berbanding terbalik dengan norma- norma yang korup

Tingkatan pembangunan memiliki akibat yang signifikan terhadap tingkatan korupsi. Itu negara- negeri yang memiliki tingkatan pendapatan rata- rata rendah menciptakan sedikit kekayaan guna sebagian besar penduduknya warga negara di negara berkembang.

Ini berarti nilai marjinal uang dalam ekonomi miskin lebih besar dibandingkan dengan kaya ekonomi. Karena itu; tingkatan pendapatan biasanya digunakan guna menarangkan tingkatan korupsi[Damania et angkatan laut( Angkatan laut(AL))., 2004; Persson et angkatan laut( Angkatan laut(AL))., 2003]. Tetapi studi yang dicoba oleh Braun dan Di Tella,( 2004) dan Frechette,( 2001) mengenakan data panel menunjukkan hasil sebaliknya. Guna negara berkembang saja, kami telah merumuskan hipotesis berikut:

iii. Tingkatan pembangunan berbanding terbalik dengan tingkatan korupsi.

Amanullah dan Eatzaz( 2006) pula menyelidiki jalinan antara korupsi dan distribusi pendapatan mengenakan data panel guna 7 puluh satu negara. Mereka merumuskan jika korupsi mempengaruhi distribusi pendapatan dan pula pertumbuhannya. Kami telah menempatkan kasus hanya negara berkembang dan membangun hipotesis berikut:

iv. Tingkatan Korupsi berkorelasi positif dengan pendapatan yang lebih besar di persamaan.

Tidak cuma aspek ekonomi, berbagai aspek non ekonomi semacam demokrasi, pers kebebasan, bagian populasi yang berafiliasi dengan agama tertentu dll pula secara empiris diselidiki oleh berbagai pengamat.

Kunicova dan Rose- Ackerman, 2005 dan Lederman et angkatan laut( Angkatan laut(AL)).( 2005) menunjukkan jalinan negatif antara tingkatan demokrasi dan korupsi. Guna negara berkembang, kami hendak menguji hipotesa semacam di bawah ini:

v. Kekuatan demokrasi berkorelasi negatif dengan koruptor perilaku.

Secara empiris kasus ini telah diuji oleh Lederman et angkatan laut( Angkatan laut(AL)).( 2005) dan Brunetti- Weder( 2003), dan mereka menghasilkan jika tingkatan kebebasan pers yang lebih besar hendak memunculkan penyusutan tingkatan korupsi. Guna memandang jalinan antara keduanya di negara berkembang, kita mempunyai merumuskan hipotesis berikut:

vi. Kebebasan pers pula berhubungan negatif dengan tingkatan korupsi.

Variabel agama pula diteliti dalam berbagai studi guna memandang akibat yang lain aspek budaya yang dapat mempromosikan maupun menekan tingkatan korupsi. Studi dicoba oleh Chang- Golden( 2004) dan Herzfeld- Weiss( 2003) menyajikan negatif jalinan antara tingkatan korupsi dan bagian penduduk yang berafiliasi denganagama tertentu dalam hipotesis berikut:

vii. Jatah penduduk beragama( Protestan, Katolik, Muslim maupun Hindu) berbanding terbalik dengan perilaku korup.

Metode Sampling

Institusi yang sajikan data IHK ialah: Konsultasi Efek Ekonomi, Komisi Ekonomi PBB guna Afrika, Forum Ekonomi Dunia dan Pusat Studi Pasar Dunia. Transparency International mensyaratkan sangat tidak 3 sumber terdapat guna suatu negara guna dimasukkan dalam indeks harga konsumen, tetapi keandalannya menurun karena menipisnya sumber daya11. Skor indeks berkisar dari 0( cacat sama sekali) sampai 10( bersih) 12. Dalam studi ini, kami membalik urutannya sehingga skor CPI yang lebih besar menunjukkan lebih banyak korupsi dan yang lebih rendah menunjukkan lebih sedikit korupsi. Keuntungan utama dari indeks ini ialah: membolehkan analisis lintas negara dan pula memenuhi persyaratan definisi korupsi( penyalahgunaan jabatan publik guna keuntungan orang) yang digunakan dalam studi ini. Kami membagi aspek latar balik korupsi jadi 2 kelompok; keuangan dan aspek yang lain. Aspek ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, globalisasi( integrasi internasional), tingkatan pendidikan, pendapatan rata- rata( PDB per kapita) dan distribusi pendapatan( koefisien Ini).

Variabel,  dan Pengukurannya

Dalam studi ini, kami telah mengenakan PDB per kapita dan tingkatan melek huruf. Kami mengenakan Economics freedom Index( 2007) guna mengukur kebebasan ekonomi. Indeks ini dibangun oleh Heritage Foundation dan Wall Street Journal guna 157 negara14. Itu terdiri dari 10 Kebebasan Ekonomi semacam; Bisnis kebebasan, kebebasan perdagangan, kebebasan moneter, kebebasan dari pemerintah, kebebasan fiskal, hak kepatutan, kebebasan investasi, kebebasan finansial, kebebasan dari korupsi dan kebebasan tenaga kerja.

Globalisasi( integrasi internasional15) diukur dengan globalisasi indeks. Tetapi kami mengenakan indeks globalisasi( Indeks Globalisasi KOF 2007) guna tujuan ini karena mencakup kebebasan ekonomi, kebebasan sosial dan kebebasan politik memiliki bobot( 36%),( 38%) dan( 26%) tiap- masing- masing dalam indeks. Ketiga kelompok ini dipecah jadi sub- bagian semacam globalisasi ekonomi dipecah jadi 2 bagian;( saya) Arus Aktual yang terdiri atas; Perdagangan( persen dari PDB), Investasi Asing Langsung[arus sebagai persen dari PDB], Investasi Asing Langsung[saham sebagai persen dari PDB], Portofolio Investasi( persen dari PDB), dan Pembayaran Pendapatan kepada Warga Negara Asing( persen dari PDB).

Variabel yang tersisa dalam model ekonomi ialah distribusi pendapatan( diukur dengan Indeks Ini Perserikatan Bangsa- Bangsa) dan tingkatan pendidikan( Tingkatan melek huruf orang berumur). Data Ini koefisien dikumpulkan dari Wikipedia, ensiklopedia gratis; Novel Realitas CIA dan United Bangsa. Skor indeks Ini bermacam- berbagai antara 0 dan 100; 0 mewakili sempurna persamaan ekonomi dan 100 ketidaksetaraan sempurna. Tingkatan demokrasi di tiap- masing- masing negara disajikan oleh indeks demokrasi 2007, dirumuskan oleh Laza Kekic guna Economist Intelligence Unit. Sang Ekonom Indeks demokrasi Badan Intelijen mencakup 5 item: proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, guna pemerintahan, partisipasi politik dan budaya politik.

Indeks ini menyajikan status demokrasi dari 165 negara merdeka. Catatan sepenuhnya demokratis negara hanya mencakup 28 negara, dari sisa 54 diberi label sebagai demokrasi cacat, 55 otoriter dan sebagian kecil 30 diberi nama rezim hibrida16. Itu Skor indeks demokrasi Economist Intelligence Unit bermacam- berbagai antara 0 dan 10. Skor peringkat guna Demokrasi Penuh ialah 8- 10, guna Demokrasi cacat ialah 6- 7, 9, guna rezim Hibrida ialah 4- 5, 9 dan guna negara- negeri Authoritian hanya 4.

Model persamaan ekonometrika

Untuk Transparency International Corruption Perceived Index 2006; itu Islandia, Finlandia Baru dan Selandia Baru ialah negara yang dikira sangat tidak korup dengan skor CPI 1/ 163. Di sisi lain, catatan kabupaten yang sangat dikira korup bersama dengan skor CPI tercantum Haiti( 163/ 163), Guinea( 160/ 163), Irak( 160/ 163) dan Myanmar( 160/ 163).

Negara yang sangat tidak korup ialah negara yang memiliki tingkatan korupsi yang lebih besar demokrasi, tingkatan kebebasan ekonomi yang lebih besar, kebebasan pers dan integrasi ekonomi( keterbukaan perdagangan).

Berikut yakni diagram pencar yang menyajikan jalinan dari korupsi dengan segala aspek ekonomi semacam; kebebasan ekonomi, pendapatan rata- rata, globalisasi, tingkatan pendidikan dan distribusi pendapatan( kesenjangan pendapatan).

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Diagram pencar menyajikan jalinan antara korupsi dan kebebasan ekonomi. Kemiringan garis negatif menegaskan hipotesis jika ekonomi meningkat kebebasan hendak mengurangi tingkatan korupsi. Mengenai itu mendukung pemikiran Henderson( 1999) jika korupsi berkorelasi negatif dengan berbagai indikator kebebasan ekonomi. Jalinan yang hampir sama ditemui guna segala aspek ekonomi yang lain.

Kami pula telah menyelidiki jalinan korupsi dengan aspek non- ekonomi Suka; demokrasi, kebebasan pers dan bagian populasi yang berafiliasi dengan agama tertentu, dengan dorongan diagram pencar. Jalinan antara demokrasi dan korupsi ialah ditunjukkan pada gambar 2, guna aspek yang lain lihat lampiran.

214-638b1be64addee0a1c0e08b4.jpg
214-638b1be64addee0a1c0e08b4.jpg
Angka ini kembali menunjukkan jalinan negatif antara korupsi dan demokrasi. Ini menyiratkan jika dengan mengadopsi norma- norma demokrasi guna waktu yang lebih lama hendak mengurangi tingkatan korupsi. kebebasan ini membolehkan warga guna mengungkap informasi, mengajukan perkara, permintaan perkara dan menyiarkan penemuan mereka; dan di sebagian negara, catat keluhan mereka langsung ke ombudsman. Temuan ini didukung oleh Kunicova- R. Ackerman( 2005). Guna analisis multivariat, kami memperkirakan kedua persamaan; persamaan( 2) guna determinan ekonomi dan persamaan( 4) guna determinan non- ekonomi.

Selama estimasi, kami mempraktikkan Uji Heteroskedastisitas Putih guna mengecek Heteroskedastisitas kasus yang dapat jadi mencuat karena data cross sectional. Dalam sebagian kasus, kami menghasilkan signifikan F- Statistics yang menunjukkan adanya kasus Heteroskedastisitas, sampai guna menghilangkannya kasus kami mengenakan 2 uji; Standar Tidak berubah- ganti Heteroskedastisitas Putih dan Newey- West HAC Standard Errors& Covariance guna menghapus kasus.

Hasil Penelitan

Riset ini merumuskan kalau determinan ekonomi lebih berarti dibanding aspek penentu non- ekonomi dalam kurangi tingkatan korupsi yang dialami di negeri tumbuh. Nilai- nilai sosial budaya tidak terbawa- bawa oleh agama. Jadi pengaruh agama terhadap korupsi tidak signifikan.

Dengan memikirkan aspek ekonomi dan non- ekonomi dari korupsi. Catatan aspek ekonomi murni terdiri dari kebebasan ekonomi, globalisasi, pendidikan, tingkatan pendapatan rata- rata dan distribusi pendapatan. Dalam kelompok kedua kami memasukkan kebebasan pers, tingkatan demokrasi dan proporsi penduduk yang menganut agama tertentu. Kenyataan empiris menunjukkan jika peningkatan kebebasan ekonomi, globalisasi, dan tingkatan pendapatan rata- rata telah mengurangi korupsi di negara- negeri tersebut.

Model estimasi aspek latar balik non- ekonomi menunjukkan jika faktor- aspek ini bersama- sama tidak berhasil mengurangi korupsi di negara- negeri tersebut. Tetapi pada tingkatan orang, sebagian koefisien signifikan dan bertanda negatif untuk studi lebih dulu; semacam kebebasan pers dan demokrasi. Terakhir, kami pula berupaya memperkirakan kedua model secara bersamaan. Hasilnya hampir sama dengan model lebih dulu.

Interprestasi Hasil

Studi ini menjabarkan kalau aspek ekonomi lebih berarti daripada aspek non ekonomi dalam mengurangi asumsi tingkatan korupsi di negara berkembang. Agama tidak memiliki pengaruh terhadap nilai- nilai sosial budaya. Jadi pengaruh agama terhadap korupsi tidak signifikan. Standar demokrasi di negara- negeri ini pula masih sangat lemah maupun masih dalam tahap dini, yakni dalam peran demokrasi yang terus jadi menyusut. Teruntuk tingkatan korupsi tidak terlihat; Sebaliknya, ia memiliki jalinan positif dengan korupsi di negara- negeri tersebut. Terakhir, tetapi tidak kalah berarti; Aspek ekonomi berhubungan negatif dengan tingkatan korupsi di negara berkembang yang diteliti dalam studi ini.

Simpulan dan Saran

Dalam riset ini, kami berupaya menyelidiki bermacam determinan/ alibi anggapan tingkatan korupsi di 41 negeri tumbuh. Kami menyangka ekonomi sebagai dan determinan korupsi non- ekonomi. Catatan ekonomi murni determinan terdiri dari kebebasan ekonomi, globalisasi, pembelajaran, pemasukan rata- rata tingkatan serta distribusi pemasukan. Riset ini merumuskan kalau determinan ekonomi lebih berarti dibanding aspek penentu non- ekonomi dalam kurangi tingkatan korupsi yang dialami di negeri tumbuh. Nilai- nilai sosial budaya tidak terbawa- bawa oleh agama. Jadi pengaruh agama terhadap korupsi tidak signifikan. Pemerintah pula harus fokus pada pertumbuhan ekonomi yang hendak tingkatkan pendapatan rata- rata dan akibatnya mengurangi korupsi di negara ini. Kebijakan kebebasan pers harus didukung penuh guna mengurangi paparan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun