Hubungan komunikasi formal dan informal termasuk kedalamÂ
komunikasi organisasi, meskipun semua organisasi harus melakukanÂ
komunikasi dengan berbagai pihak dalam mencapai tujuannya, perluÂ
diketahui bahwa pendekatan yang dipakai antara satu organisasi denganÂ
organisasi yang lain dapat bervariasi atau berbeda-beda. BagiÂ
organisasi yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa anggota,Â
penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaanÂ
yang cukup rumit. Secara umum, pola komunikasi dapat dibedakanÂ
menjadi komunikasi formal dan komunikasi informal.1 Begitupun yangÂ
terjadi di Pondok Pesantren Daar El-Qolam antara santri dengan santri,Â
Ustadz, dan Kyai.
Komunikasi formal
Komunikasi formal dapat di artikan dengan komunikasi yang mengikuti rantai komando yang dicapai oleh hirarki wewenang. Dalam struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks, akan tampak berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai dengan batas tanggung jawab dan wewenangnya.
Ada beberapa beberapa batasan-batasan komunikasi formal yaitu:
1. Komunikasi dari atas ke bawah
2. Komunikasi dari bawah ke atasÂ
3. Komunikasi horizontal
4. Komunikasi diagonal
Meskipun sangat penting bagi organisasi besar, namun dampak saluran komunikasi formal kurang menguntungkan dari sudut pandang individual maupun organisasi. Dilihat dari sudut pandang individual, komunikasi formal sering membuat frustasi atau menjengkelkan bagi pihak tertentu, khususnya mengenai keterbatasan untuk masuk ke dalam proses pengambilan keputusan. Dalam struktur organisasi yang besar, untuk dapat berkomunikasi dengan manajer puncak harus terlebih dahulu melalui lapisan manajer yang ada dibawahnya. Artinya banyak jalur yang harus dilalui untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan manajer puncakÂ
Komunikasi Informal
Komunikasi ini sering disebut dengan "desas-desus" atau "selentingan". Rosnow (1988) mendefinisikan desas-desus sebagai "sebuah proposisi untuk dipercaya tanpa pembuktian resmi". Peneliti pun beranggapan bahwa desas-desus mengurangi ketegangan emosional biasanya timbul dari lingkungan yang ambigu.
Bagan organisasi formal akan dapat menggambarkan bagaimana informasi yang akan ditransformasikan dari satu bagian ke bagian yang lainnya sesuai dengan jalur hierarki yang ada. Namun dalam praktik tampaknya garis-garis dan kotak-kotak yang tergambar pada struktur organisasi tidak mampu mencegah orang-orang dalam suatu organisasi untuk bertukar informasi antara orang yang satu dengan oang yang lain.
Oleh karena itu keberadaan jaringan komunikasi informal dalam suatu organisasi tidak dapat dielakan. Jaringan ini dapat pula digunakan oleh para manajer untuk memonitor para karyawan dalam melakukan tugasnya. Dalam jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi, tanpa memerlukan jenjang hierarki, pangkat, dan kedudukan dapat berkomunikasi secara luas. Meskipun hal-hal yang mereka perbincangkan biasanya bersifat umum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI