Mohon tunggu...
Juwita
Juwita Mohon Tunggu... Human Resources - Penulis Lepas "_"

"Di antara halaman-halaman kata-kata, terdapat sebuah keajaiban yang mampu mengubah dunia. Ikuti jejak seorang penulis yang dengan pena dan imajinasinya merajut cerita-cerita yang membangkitkan emosi, menantang pemikiran, dan menginspirasi perubahan. Bersiaplah untuk membenamkan diri dalam alam pikiran yang tak terduga, di mana kata-kata menjadi pemandu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan diri sendiri."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender dalam Pandangan Hukum dan Islam

3 April 2024   13:40 Diperbarui: 1 Mei 2024   20:43 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kesetaraan Gender : Tentang Persamaan Hak ? 

Persoalan gender menjadi diskursus yang senantiasa menarik hingga saat ini. Dalam konteks sejarah, munculnya persoalan gender seringkali bermuara pada kisah penciptaan Adam dan Hawa. Sekalipun kisah tentang diciptakannya Hawa yang berasal dari tulang rusuk Adam telah banyak dikritisi, namun masih banyak yang memegang teguh kisah tersebut. Kedudukan dan peran wanita mengalami pasang surut sesuai dengan konteks masyarakatnya. Pada Masa Islam di kategorikan dengan tiga masa yaitu, kalsik, pertengahan, dan modern, yang masing memiliki karakteristik nya sendiri.

Apa sih gender itu ?

Gender adalah sifat dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan yang di bentuk secara sosial maupun budaya sesuai dengan konteks masyarakat nya dan dapat berubah sesuai dengan trend waktu di masyarakat tersebut. Gender tidak dapat di samakan dengan jenis kelamin (sex) yang memang sudah di tentukan oleh tuhan (kodrat) atau yang terbentuk sejak dalam kandungan tentunya yang tidak di pengaruhi oleh kultur sosial maupun budaya masyarakat.  Jadi secara umum gender merupakan suatu peran, sikap, fungsi, hak dan tanggung jawab serta perilaku yang melekat pada laki-laki maupun perempuan akibat dari bentukan kulture dan budaya tempat manusia itu tumbuh dan berkembang.

Sejarah Munculnya Istilah Gender

Gerakan gender dimulai pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di negara-negara Barat. Pada 1792, tokoh feminis perempuan dari Inggris bernama Mary Wollsstonecraft menulis karya tulis berjudul The Vindication of the Rights of Woman Wollstonecraft menyuarakan hak-hak pendidikan bagi perempuan, yang saat itu tidak memperoleh pendidikan seperti halnya laki-laki. Ia mengharapkan, dengan pendidikan, perempuan dapat mengembangkan intelegensinya dan menjadi sosok yang lebih mandiri dalam finansial. Tidak berhenti di situ, perjuangan feminisme  dilanjutkan oleh Harriet dan John Stuart Mill, yang menyuarakan kesempatan bekerja bagi perempuan dan hak dalam hubungan pernikahan. Selain itu, gerakan feminisme gelombang pertama fokus pada perjuangan untuk menuntut hak politik perempuan. Tidak hanya di Inggris, gerakan feminisme juga berkembang di Amerika, Persia, Jepang, dan Jerman. Akhir gerakan feminisme gelombang pertama Gerakan feminisme baru mampu memberikan kesempatan bagi perempuan kelas menengah atas untuk berkarier. Gerakan ini mendapat kritik dari kaum patriarki, karena untuk mencapai tujuannya, perempuan masih mengandalkan laki-laki. Akhir gerakan feminisme  ditandai dengan adanya perolehan hak politik bagi perempuan. Di Amerika Serikat, akhir gerakan feminisme gelombang pertama ditandai dengan Amendemen Kesembilan Belas Konstitusi Amerika Serikat pada 1920. Dalam undang-undang tersebut, perempuan kulit putih di Amerika Serikat diberikan hak pilih untuk urusan politik.

Di Indonesia, gerakan feminisme ini sudah terdengar sejak tahun 60-an, namun menjadi isu dalam pembangunan baru sekitar tahun 1970-an. Dan gerakan ini dapat dibagi dalam tiga tahapan. Yang pertama adalah antara tahun 1975-1985. Pada masa, ini hampir semua LSM tidak menganggap masalah gender sebagai masalah penting. Justru banyak yang melakukan pelecehan. Mereka tidak menggunakan analisa gender sehingga reaksi terhadap masalah tersebut sering menimbulkan konflik antar aktivis perempuan dan lainnya. Bentuk perlawanan yang muncul terhadap gerakan feminisme adalah dengan mengemukakan alasan demi kelancaran proyek dari agenda utama program organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya, tahap kedua pada periode 1985-1995, dimulailah tahapan pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan analisis gender dan mengapa gender menjadi masalah pembangunan. Pada tahap kedua ini, kegiatan pelatihan yang bertujuan membangkitkan kepekaan terhadap isu gender meningkat. Pelatihan ini membantu menjelaskan pengertian dan isu gender sebenarnya. Berbagai LSM mulai menggunakan analisis gender dalam mengembangkan program-programnya. Dan tahap ketiga yang terakhir 1995 hingga saat ini. Untuk mempertahankan apa yang telah dibangun pada dua tahapan sebelumnya, maka pada tahapan ini diterapkan dua strategi, yakni mengintegrasikan gender ke dalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga pendidikan dan strategi advokasi. Untuk strategi pertama, diperlukan suatu tindakan yang diarahkan menuju terciptanya kebijakan manajemen dan ke organisasi an yang memiliki perspektif gender bagi setiap organisasi. Sementara untuk strategi yang kedua, diperlukan suatu pengkajian terhadap letak akar persoalan ketidakadilan gender di negara dan masyarakat.

Gerakan feminisme di Indonesia adalah gerakan transformasi perempuan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. Gerakan feminisme bukanlah gerakan yang untuk menyerang laki-laki tetapi merupakan gerakan perlawanan terhadap sistem yang tidak adil dari sistem patriarki. Hematnya, gerakan perempuan merupakan gerakan tranformasi sosial yang bersifat luas, yang merupakan proses penghapusan atau penyingkiran segala bentuk ketidakadilan, penindasan, dominasi, dan diskriminasi dalam sistem yang berlaku di masyarakat.

Persamaan hak dalam pandangan politik

Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan masih belum dapat di samakan dalam beberapa hal dalam kesetaraan gender, mencakup substantif pemahaman tentang kebijakan perspektif gender itu sendiri. Oleh karenanya, gerakan gender kemudian menjadi arus utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Dalam proses demokratisasi, persoalan partisipasi politik perempuan yang lebih besar, reperesentasi dan persoalan akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia. Demokrasi yang bermakna adalah demokrasi yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia yang terdiri dari perempuan. Ide bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan adalah ide yang selalu didengungkan selama berabad-abad, dan ternyata memang sangat efektif untuk membatasi perempuan untuk tidak memasuki wilayah ini. Terminologi publik dan privat yang erat kaitannya dengan konsep gender, peran gender, dan stereotype, telah menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara perempuan dan laki-laki. Akibat yang paling jelas dari situasi politik seperti itu adalah marjinalisasi dan pengucilan perempuan dari kehidupan politik formal. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik, yang nantinya diharapkan akan memberikan perubahan pandangan tentang budaya patriakhi bagi masyarakat, sehingga kemungkinan terpilihnya peminpin politik perempuan akan sama dengan kemungkinan terpilihnya peminpin politik laki-laki. Sehingga kesetaraan gender dalam dunia perpolitikan akan semakin maju dan efek sampingnya untuk kemajuan usaha pemberantasan korupsi bisa segera dirasakan, kebebsan berpendapat dan kebebasan dalam berkarir.

Dalam dunia politik semua manusia memiliki hak yang sama yang berlaku secara universal yang disebut dengan hak asasi manusia (HAM). Hak asasi melekat dalam diri manusia tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Hak asasi mencakup berbagai hal, mulai dari hak untuk hidup hingga hak dalam pemilu. Persamaan hak dalam memberikan suara pada saat pemilu merupakan hak asasi politik atau political right.


Jenis-jenis Hak Asasi
Selain hak asasi politik, ada beberapa jenis hak asasi lainnya yang dimiliki setiap warga negara. hak asasi dapat dibedakan menjadi enam jenis, sebagai berikut:
1. Hak asasi pribadi
2. Hak asasi ekonomi
3. Hak asasi hukum
4. Hak asasi politik
5. Hak asasi sosial dan kebudayaan.
6. Hak asasi peradilan

Hak politik warga negara adalah hak yang dimiliki oleh warga negara dalam suatu negara yang menganut asas demokrasi. Hak politik juga dapat diartikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam pemerintahan, seperti pesta demokrasi. Pelaksanaan hak politik dijamin oleh UUD 1945 pada Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali nya.".  Selain itu, hak politik yang dijamin dalam UUD 1945 lainnya adalah hak untuk berkumpul, berserikat, menyampaikan pendapat tentang politik, menduduki jabatan politik, dan memilih dalam pemilihan umum. Termasuk diantaranya hak untuk membentuk dan masuk dalam organisasi politik atau terlibat dalam aktivitas politik.

Berikut beberapa pasal yang mengaturnya:
1. Pasal 28C ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya."
2. Pasal 28D ayat 3 yang berbunyi "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan."
3. Pasal 28E ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya."
4. Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat."


Persamaan hak Dalam pandangan  islam 

Kedudukan Perempuan pada Zaman sebelum islam Pada zaman pra-Islam terdapat beberapa kebudayaan zaman jahiliyyah, salah satunya yaitu kebiasaan membunuh anak perempuan. Quraish Shihab menyebutkan tiga alasan terjadinya pembunuhan pada zaman jahiliyyah. Pertama, orang tua pada masa masyarakat jahiliyah takut jatuhmiskin bila menanggung biaya hidup anak perempuan yang dalam konteks zaman itu, tidak bisa mandiri dan produktif. Kedua, masa depan anak-anak dikhawatirkan mengalami kemiskinan (jatuh miskin). Anak perempuan dikubur karena orang tuanya khawatir anak-anak perempuan diperkosa atau berzina. Ketiga, sesuai dengan seringnya konflik antar kabilah atau peperangan antarsuku, orang tua khawatir anaknya akan ditawan musuh dalam peperangan itu.

 1. Tentang hakikan penciptaan laki-laki dan perempuan 

Surat ar-Rum ayat 21, surat an-Nisa' ayat 1, surat al-Hujarat ayat 13 yang menyebutkan  bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu laki-laki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat-ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan superioritas antara satu dengan lainnya.

2. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan 

Surat Ali-Imran ayat 195, surat an-Nisa' ayat 124, surat an-Nahl ayat 9, surat at-Taubah ayat 71-72, surat al-Ahzab ayat 355. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spritualnya. Dan Allah-pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan laki-laki untuk segala kesalahan yang dilakukannya. Jadi intinya, laki-laki dan perempuan  mempunyai kedudukan derajat yang sama dimata Allah SWT dan yang membedakannya hanyalah keimanan dan ketaqwaannya. Munculnya ketidakadilan terhadap perempuan dengan dalih agama disebabkan karena adanya implementasi yang salah dari ajaran agama itu sendiri, yang disebabkan oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan, budaya dan tradisi yang patriarki di kalangan masyarakat, sehingga menimbulkan sikap dan perilaku individual yang secara turun temurun menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut. Hal inilah yang kemudian melahirkan mitos-mitos salah yang diseberkan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum lakilaki dan melemahkan kaum perempuan. Salah satunya adalah kesalahan penafsiran surat An-Nisa (4) : 34.  "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya ..."(Q.S. An-Nisa' [4]: 34). Menurut Thahir Ibn Asyur yang dikutip oleh M. Quraish Shihab (Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, Volume 2, 2003, hlm. 404) bahwa kata al-rijal secara gramatikal bahasa Arab, tidak selalu diartikan sebagai suami. Tidak seperti kata al-nisa atau imra'ah yang senantiasa ditujukan kepada makna istri atau perempuan. Oleh karenanya, awal ayat dari al-Nisa [4] 34 ini berlaku umum, laki-laki dan perempuan. Sejalan dengan argumen Ibn Asyur, hemat penulis kata al-rijal dalam ayat tersebut merupakan sebuah sifat yang senantiasa dilekatkan kepada sosok laki-laki (gender), bukan secara tersurat menyebutkan laki-laki dalam lingkup jenis kelamin. Sifat yang dimaksud, diantaranya pemberani, bertanggung jawab, adil, bijaksana dan sifat lainnya yang disematkan kepada laki-laki atas dasar standarisasi gender. Oleh karenanya, ayat ini pun dapat menaungi para perempuan yang dipaksa oleh kondisi untuk menjadi kepala keluarga.

 

Makna kesetaraan gender 

Secara biologis memang diakui adanya perbedaan antara laki laki dan perempuan yang digunakan untuk menjalankan peran reproduksi. Namun, gender yang dimaksud disini adalah peran laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial karena gender bukan perbedaan secara biologis (kelamin) namun gender merupakan persoalan budaya. Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti berarti jenis kelamin. Di samping itu pun gender dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan perilaku. Dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Tierney) Peran gender tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan identitas dan beraneka karakteristik yang di asumsikan masyarakat kepada laki-laki dan perempuan lebih dari sekedar perbedaan fisiologis saja tetapi merambah ke segala nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat turut memberikan andil. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender telah melahirkan bermacam-macam ketidakadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun