Memiliki karier yang sukses, bisnis yang berkembang dan kehidupan yang bahagia adalah impian semua manusia. Hal ini wajar karena manusia adalah makhluk hedonik, Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang secara naluriah ingin menghindari rasa sakit dan penderitaan.Â
Ekspektasi manusia senantiasa mengharapkan yang indah-indah, seluruh impian dan harapannya bisa berjalan dengan mulus dan sempurna tanpa terdapat permasalahan.
Namun nyatanya, impian tersebut tidak berjalan dengan sempurna, mulai dari kegagalan dalam membangun karier, kegagalan dalam study, kehilangan pekerjaan, kehilangan kerabat bahkan kehilangan anggota keluarga.Â
Seluruh peristiwa buruk tersebut membuat kita merasakan kalau hidup kita tidak sempurna serta penuh kesialan. Kehidupan ini memanglah tidak selamanya mulus. Ada saat dimana kita berada di titik terendah, yang itu membuat kita down dan tidak semangat dalam menjalani kehidupan.Â
Di Jepang terdapat seni kerajinan unik yang bernama seni kintsugi. Seni kintsugi menaruh arti filosofis dalam memandang ketidaksempurnaan. Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan serta peristiwa kurang baik di masa lalunya.Â
Seni ini mengarahkan kita untuk belajar memperbaiki ketidaksempurnaan dengan metode yang baik serta mengganti perspektif hidup kita jadi lebih bermakna.
Memahami Filosofi Seni Kinstugi
Seni kintsugi berawal pada periode Muromachi di akhir abad ke 15. Yakni pada saat shogun Jepang, Ashikaga Yoshimitsu (1358-1208) memecahkan mangkuk teh favoritnya. Dengan penuh kesedihan serta penyesalan, akhirnya Ashikaga mengirimkan mangkuk itu ke perajin di Cina untuk diperbaiki.
Akan tetapi, pada saat mangkuk favoritnya itu tuntas diperbaiki, Ashikaga sangat kecewa dengan hasilnya serta terganggu dengan plat besi (staples logam yang jelek) yang digunakan untuk menggabungkan kembali bagian-bagian yang pecah belah, menjadikan sambungannya nampak kurang ekstetik lagi.Â
Karena tidak merasa puas dengan hasil perbaikan dari perajin Tiongkok. Akhirnya, Ashikaga memerintahkan para perajin Jepang supaya memberikan penyelesaian dari mangkuk teh yang rusak tadi. Para perajin Jepang berupaya memperbaiki mangkuk teh tersebut dengan melekatkan tiap bagiannya dengan lem dari bubuk emas.Â
Perajin Jepang tidak menutup bekas pecahannya, malah bekas-bekas itu dibuat kian mencolok serta kian ekstektik. Hasilnya selesai diperbaiki mangkuk teh yang pecah belah serta rusak nampak lebih indah serta mempunyai nilai lebih bila dibandingkan dengan bentuk aslinya.Â
Proses reparasi keramik pecah dan rusak tersebut melahirkan filosofi dari Jepang ialah kintsugi. Kin maksudnya emas, tsugi maksudnya menggabungkan. Sehingga seni kintsugi ialah menyatukan potongan- potongan keramik pecah dan rusak dengan memakai emas cair, perak cair ataupun vernis yang ditaburi bubuk emas.
Seni kintsugi memberikan atensi spesial pada beberapa barang semacam gelas, vas, serta mangkuk yang pecah dan rusak. Bukan menganggap barang-barang yang telah rusak dan pecah di buang begitu saja. Namun, beberapa barang yang telah rusak tersebut diperbaiki, dihormati, serta dikasih atensi lebih daripada barang-barang yang masih bagus.Â
Seni kintsugi tidak menutup bekas pecahannya, malah bekas-bekas itu dibuat kian mencolok serta kian nampak indah. Benda yang telah diperbaiki tersebut menggambarkan kekuatan serta keindahan yang dibentuk dari kerusakan. Sehingga makna Filosofi Kintsugi yaitu membentuk keindahan dari ketidaksempurnaan.
Bangkit dari kegagalan dengan seni kintsugi:
1. Belajar Berdamai dan menerima ketidaksempurnaÂ
Semua orang menginginkan hidupnya sempurna, menjalankan target-target yang sudah dirancang tanpa ada masalah dan mengalami kegagalan. Tetapi nyatanya dalam menempuh impiannya mengalami kegagalan dan pengalaman-pengalaman buruk,Â
Respon yang kerap muncul ialah penyangkalan atau penolakan terhadap kegagalan tersebut. respon penolakan ini merupakan suatu respon yang wajar dilakukan banyak orang yang lagi dipenuhi dengan emosi kesedihan.
Seni kintsugi mengajarkan untuk menerima ketidaksempunaan hidup sebagai bagian dari diri kita.Â
Pada saat Shogun Ashikaga Yoshimitsu memperlakukan mangkuk teh favoritnya dengan kehati-hatian. Namun, tetap saja mangkuk teh tersebut dapat pecah dan bisa jadi itu diluar kendali shogun. Tetapi Shogun menerima kerusakan tersebut dan secepatnya memperbaiki mangkuk teh favoritnya.
Kadangkala di sepanjang kehidupan kita harus dengan siap menghadapi kegagalan, daripada kita mencoba untuk menolak rasa sakit dari kegagalan tersebut, di mana nantinya bisa membuat kita akan merasakan tahapan kesedihan "Depresi" hingga membuang-buang waktu dan tenaga serta menyalahkan diri sendiri.Â
Lebih baik kita berdamai dan menerima ketidaksempurnaan dalam hidup supaya kita dapat mengevaluasi diri dan bisa secepatnya berkembang ke versi diri kita yang lebih baik.
2. Mengubah mindsetÂ
Seni kintsugi tidak berupaya menghilangkan kerusakan atau membuang pecahan-pecahan keramik namun kintsugi membuat ketidaksempurnaan dari kemarik yang pecah dan rusak menjadi sesuatu yang bernilai estetik.Â
Seni kintsugi mengajarkan bahwa kegagalan dan ketidaksempurnaan yang dialami setiap orang adalah unik, berbeda serta tidak dapat dibandingkan dengan orang lain.Â
Untuk itu, bersedialah mengubah mindset ketidaksempurnaan sebagai proses untuk bertumbuh, menerima pengalaman gagal sebagai proses untuk belajar dan proses bertumbuh. Memandang pengalaman sukses dan pengalaman gagal adalah pengalaman yang sama.Â
Ketika kita mampu memaknai pengalaman gagal, membuat hidup terasa posistif. Semua hal yang kita alami sebagai kesempatan untuk belajar, untuk membuat diri lebih baik lagi.
Dengan mengubah mindet tersebut akan mudah menerima sebuah kegagalan serta bisa melewati dan memperbaiki. Terkadang hal yang paling bermakna dalam hidup adalah kegagalan (pengalaman buruk) yang pernah kita alami.
3. Â Segera perbaiki kegagalan dengan bertahap
Seni kintsugi mengajarkan bahwa kehidupan sejati mangkuk diawali disaat mangkut tersebut pecah dan rusak. Pecahan keramik yang sudah hancur berkeping haruslah diambil dan disatukan lagi dengan sangat hati-hati.Â
Tahap demi tahap, pecahan yang rusak dibersihkan, dipersiapkan dengan kesabaran, dipasang kembali kemudian direkatkan dengan vernis serta dibubuhi dengan bubuk emas. Sebab tujuannya ialah untuk membuat garis estetik serta kokoh. Terdapat nadi emas yang berharga untuk menekankan bahwa seni kintsugi mempunyai nilai filosofi yang bernilai dengan bermetafora lebih indah.
Dari seni kintsugi kita belajar, memperbaiki pecahan keramik dengan vernis bubuk emas adalah proses tidak instan tapi membutuhkan beberapa tahapan.Â
Dalam mengalami kegagalan dan memperbaikinya kita mesti sanggup sabar dalam memperbaiki pecahan-pecahan kegagalan tersebut dengan bertahap dan secara perlahan-lahan dengan pikiran yang rasional. Dengan begitu kita mampu mengoptimalkan kekuatan yang kita miliki. Kita sebagai manusia yang diberikan nikmat akal, sudah sepatuhnya kita memperbaiki kegagalan dengan kerasionalan. Kita ambil pecahan-pecahan kegagalan tersebut dengan hati yang damai serta ikhlas.Â
Jika saat ini kamu berada di titik terendah dalam hidup, Bersyukurlah jika kamu sudah di titik terendah dalam hidup, karena tidak ada pilihan lain selain menuju titik tertinggi dengan mengambil hikmah kehidupan dari filosofi kintsugi.
Seni kintsugi mengajarkan kebijaksanaan dalam kehidupan. Bahwa pecahan-pecahan keramik yang rusak bukan dibuang namun dihormati dan diberi atensi lebih. Dalam ketidaksempurnaan hidup yang kita jalani, kita tidak perlu menolaknya dan segera bangkit untuk memperbaiki pecahan-pecahan tersebut hingga bermetafora menjadi versi yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H