Mohon tunggu...
Juwanda Yusuf Gunawan
Juwanda Yusuf Gunawan Mohon Tunggu... Penulis - PNS di Direktorat Jenderal Pajak

writer by day, vinyl enthusiast by night. Spinning tunes and spinning words

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nostalgia Hotel Des Indes dan Aspek Perpajakan Perhotelan pada Masa Kini

3 Mei 2023   10:11 Diperbarui: 3 Mei 2023   10:23 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hotel Des Indes Tahun 50-an. Foto: Good News From Indonesia

"Ini ada seboeah lagoe romantis

Kisah dari seorang priboemi

Dia itoe student jang verlief dengan satoe perempoean jang siapa dengan berkebetoelan dia djoempa di Hotel Des Indes

Namoen sajang itoe pemoeda koetjiwa kerna dia poenja maoe terloepoet

Semoga ini lagoe dapet menghiboer atie sekalian pendengar..."

Sepenggal lirik dari sebuah lagu berjudul Nostalgia Hotel Des Indes yang  dinyanyikan oleh Djayusman Yunus ciptaan Guruh Soekarno Putra (1979). Mengambil latar di Hotel Des Indes, hotel yang dinamai oleh Eduard Douwes Dekker (Multatuli), konon menjadi tempat berkumpul para kompeni dan priyayi untuk berdansa dan berfoya-foya menebar keceriaan pada masa sebelum kemerdekaan.

Hotel yang beroperasi dari tahun 1856 sampai dengan 1960 di Batavia (kini di sekitar Sawah Besar, Jakarta Pusat) merupakan hotel yang menjadi daya tarik bagi siapa pun yang datang ke Batavia. Pada 7 Mei 1949 di hotel ini pula diadakan Perjanjian Roem Royen (Soemantri, Kevindra 2021). Hal tersebut  tentu menggambarkan betapa hidupnya dunia perhotelan di Indonesia bahkan sejak zaman Hindia Belanda.

Sudah bukan rahasia lagi, dengan adanya pandemi Covid 19 sektor perhotelan menjadi sektor yang paling terdampak akibat adanya kebijakan lockdown. Di Indonesia sendiri, pembatasan sosial atau aktivitas perjalanan masyarakat yang disebabkan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 disebut dengan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB (Pusdiktasari dkk., 2021).

Tingkat penghunian  kamar (TPK) yang menjadi indikator pada  hotel  bintang  secara  nasional  pada tahun  2020, turun dari  53,8%  di  tahun 2019  menjadi  32,42%  di  tahun  2020.  Penurunan  TPK terparah  terjadi  di  Provinsi  Bali  yaitu  dari  59,57%  di  tahun  2019  menjadi  15,62%  di  tahun  2020.  Padahal,  sebelum pandemi kinerja TPK Provinsi  Bali  lebih tinggi baik jika dibandingkan dengan provinsi lain. Hal tersebut dibuktikan dengan data tahun 2015-2019, TPK Bali selalu berada di atas rata-rata nasional hingga pandemi Covid-19 menghantam, TPK di Bali langsung turun ke 15,62%. 

Bahkan, penurunan TPK tersebut berlanjut sampai tahun 2021 di mana TPK rata-rata secara nasional sudah mulai meningkat (Raditya 2022). Padahal menurut Kementerian Keuangan (2020) bisnis perhotelan merupakan bisnis yang penting karena sifatnya yang padat karya dan memiliki dampak yang tinggi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Gelaran Presidensi G20 Tahun 2022 di Indonesia telah secara nyata ikut menggeliatkan sektor perhotelan yang sempat melemah akibat pandemi Covid-19. Sektor perhotelan mendapat angin segar dari rangkaian puncak event G20 yang diselenggarakan di Bali tanggal 15 sampai 16 November 2022 dengan venue utama di The Apurva Kempinski Bali. Selain karena gelaran event G20, bisnis hotel juga cukup bangkit dengan adanya tren staycation yang banyak digandrungi masyarakat.

Perlu diketahui bahwa jaringan hotel terkemuka di Indonesia  seperti Accor, Archipelago International, Tauzia, maupun InterContinental Hotels Group merupakan jaringan hotel yang sudah memiliki nama besar dengan produk hotel yang terstandarisasi sangat detail dan memiliki kualitas internasional.

Lebih kompleks dari bisnis pariwisata lain, bisnis perhotelan pada umumnya memiliki tiga aspek perpajakan yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), PPh pasal 4 ayat (2), serta PPN jika berstatus PKP. Penghasilan dari persewaan kamar, penjualan food & beverage, jasa laundry, jasa gym, dan jasa massage dan spa yang khusus ditransaksikan dengan tamu yang menginap di hotel akan dikenakan PDRD. Sedangkan itu, jika hotel menyewakan ruangan, tanah dan/atau bangunan kepada vendor lain akan dikenakan PPh pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. 

Dan terakhir PPN dikenakan atas jasa yang diberikan kepada pelanggan selain tamu hotel. terdapat juga aspek PPh pasal 21 untuk karyawan, PPh pasal 23, PPh pasal 26 yang keseluruhannya disesuaikan dengan kondisi dan transaksi yang terjadi.

Selain aspek perpajakan diatas, saat ini berkembangnya jasa reservasi daring seperti Air BNB, booking.com, Travelscape, LLC dsb tentu melahirkan suatu nilai ekonomis baru yang kemudian dalam aspek perpajakannya diakomodasi oleh pemerintah melalui PMK Nomor 60 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang berhasil berkontribusi terhadap penerimaan pajak sebesar Rp 10,7 triliun pada tahun 2022 (DJP 2023).

Selain beberapa aspek perpajakan diatas, jika dilihat lebih detail sistem akuntansi yang dimiliki oleh beberapa jaringan hotel sebenarnya sudah sangat baik. Hal tersebut dapat ditunjukan dari setiap bagian penjualan di hotel hampir pasti mempunyai akun biaya dan koefisien tersendiri. Sistem tersebut bertujuan mengukur rencana pendapatan selanjutnya, selain itu dengan sistem yang baik, pihak hotel dapat mengetahui metode pemasaran apa yang cocok dibuat untuk mencapai keuntungan di masa selanjutnya.

Secara keseluruhan, sektor perhotelan merupakan sektor penting dalam industri pariwisata di Indonesia dan memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Meskipun sempat terdampak oleh pandemi Covid-19, sektor ini mulai bangkit dengan adanya gelaran Presidensi G20 dan tren staycation. Namun, bisnis perhotelan juga memiliki aspek perpajakan yang kompleks, seperti PDRD, PPh, dan PPN yang harus diperhatikan oleh para pelaku bisnis di sektor ini.

"…Akoe tak moengkin mendapatkannja

Nu ben ik minder, ik ben en inlander

Kapankah Ost indie djadi merdeka

Harapan orang priboemi

Lopeoetlah sudah si nona idaman

Poelang lah akoe sendirian…"

Dalam konteks perpajakan, sebagai seorang fiskus harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk menerjemahkan kebijakan perpajakan yang diterapkan oleh pemerintah. Selain itu, fiskus juga harus mampu memberikan saran dan rekomendasi yang tepat untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang potensial.

Namun, tak hanya itu saja, fiskus juga harus memiliki sikap yang jujur, adil, dan transparan dalam melakukan tugasnya. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan serta mendorong para wajib pajak untuk patuh dan taat membayar pajak.

Kembali pada lagu Nostalgia Hotel Des Indes diatas, pemuda tersebut seharusnya tidak takut untuk mengungkapkan perasaannya terhadap wanita yang membuatnya jatuh hati. Begitu juga dengan fiskus, tidak perlu takut untuk mengambil tindakan yang tepat untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang potensial. Asalkan tindakan tersebut dilakukan dengan jujur, adil, dan transparan, maka hal tersebut akan memberikan manfaat yang besar bagi bangsa dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun