Mohon tunggu...
Juwanda
Juwanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmiah forever

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mempertahankan Integritas Keuangan Syariah di Era Dual Banking System

13 Januari 2025   13:32 Diperbarui: 13 Januari 2025   13:45 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era modern ini, keberadaan sistem keuangan syariah dan konvensional yang berjalan berdampingan (dual banking system) telah menjadi realitas yang tidak dapat dihindari. Fenomena ini memunculkan tantangan sekaligus peluang bagi perkembangan keuangan syariah di Indonesia. Meskipun kedua sistem ini dapat bersinergi dalam beberapa aspek, namun menjaga kepatuhan syariah (shariah compliance) tetap menjadi prioritas utama yang tidak dapat dikompromikan.

Sinergi antara keuangan syariah dan konvensional dapat dilihat dari berbagai aspek operasional. Misalnya, dalam hal infrastruktur teknologi, jaringan ATM bersama, atau sistem pembayaran yang terintegrasi. Kolaborasi ini memungkinkan nasabah perbankan syariah menikmati kemudahan akses layanan keuangan yang setara dengan perbankan konvensional. Selain itu, transfer pengetahuan dan pengalaman dari sistem konvensional yang telah lebih dahulu berkembang juga memberikan kontribusi positif bagi kemajuan sistem keuangan syariah.

Namun, di tengah berbagai bentuk sinergi tersebut, lembaga keuangan syariah harus tetap mempertahankan identitas dan prinsip-prinsip fundamentalnya. Kepatuhan syariah bukan sekadar diferensiasi produk atau strategi pemasaran, melainkan fondasi utama yang membedakan sistem keuangan syariah dengan konvensional. Beberapa langkah strategis perlu diambil untuk memastikan integritas syariah tetap terjaga.

 Pertama, penguatan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai garda terdepan dalam mengawasi kepatuhan syariah. DPS harus diberikan wewenang dan independensi yang memadai untuk melakukan pengawasan secara efektif. Selain itu, kompetensi anggota DPS juga perlu terus ditingkatkan, tidak hanya dalam aspek fiqh muamalah, tetapi juga pemahaman terhadap praktik keuangan modern.

Kedua, standardisasi dan kodifikasi prinsip-prinsip syariah dalam bentuk regulasi yang jelas dan terukur. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) perlu terus mengembangkan kerangka regulasi yang komprehensif untuk mengatur operasional lembaga keuangan syariah. Hal ini akan memberikan kepastian hukum sekaligus panduan yang jelas bagi praktisi keuangan syariah.

Ketiga, investasi dalam pengembangan sistem teknologi informasi yang mampu memastikan setiap transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Sistem ini harus dapat memisahkan secara tegas antara dana syariah dan konvensional, serta memiliki mekanisme kontrol yang dapat mencegah terjadinya percampuran (mixing) antara keduanya.

 Keempat, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Para praktisi keuangan syariah harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip syariah sekaligus kemampuan teknis dalam mengelola keuangan modern.

 Kelima, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana. Lembaga keuangan syariah harus dapat membuktikan bahwa setiap rupiah yang dikelola telah sesuai dengan prinsip syariah. Laporan keuangan dan aktivitas operasional harus dapat diaudit tidak hanya dari sisi keuangan tetapi juga dari sisi kepatuhan syariah.

Di sisi lain, sinergi dengan sistem konvensional justru dapat menjadi katalis bagi pengembangan keuangan syariah yang lebih inovatif. Misalnya, dalam pengembangan produk-produk keuangan syariah yang lebih kompleks namun tetap patuh pada prinsip-prinsip syariah. Inovasi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang semakin beragam.

Tantangan terbesar dalam mempertahankan kepatuhan syariah di era dual banking system adalah menghindari praktik "syariah washing", di mana prinsip-prinsip syariah hanya dijadikan label tanpa implementasi yang substansial. Untuk itu, diperlukan pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas bagi pelaku industri yang melanggar prinsip-prinsip syariah.

Keberadaan dual banking system seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman bagi integritas keuangan syariah, melainkan sebagai peluang untuk menunjukkan keunggulan sistem keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sistem keuangan syariah dapat membuktikan bahwa ia mampu memberikan solusi keuangan yang tidak hanya patuh syariah tetapi juga efisien dan kompetitif.

Pada akhirnya, kunci utama dalam mempertahankan kepatuhan syariah di tengah dual banking system adalah komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari regulator, pengawas syariah, manajemen lembaga keuangan, hingga praktisi di lapangan, semua harus memiliki tekad yang sama untuk menjaga kemurnian prinsip-prinsip syariah dalam setiap aspek operasional.

Dengan langkah-langkah strategis dan komitmen yang kuat tersebut, sistem keuangan syariah dapat terus berkembang tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip fundamentalnya. Kepatuhan syariah bukan penghalang kemajuan, melainkan fondasi yang justru akan memperkuat eksistensi dan daya saing keuangan syariah di masa depan.

Di tengah dinamika industri keuangan modern, sistem keuangan syariah terus berkembang berdampingan dengan sistem konvensional yang telah mapan. Fenomena dual banking system ini menciptakan tantangan sekaligus peluang yang menarik untuk dikaji. Meskipun kedua sistem ini memiliki perbedaan fundamental dalam prinsip operasionalnya, kenyataannya mereka dapat beroperasi secara harmonis dalam satu kerangka sistem keuangan nasional.

Sistem keuangan syariah di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Market share yang terus meningkat mengindikasikan kepercayaan masyarakat yang semakin tinggi. Namun, di balik pertumbuhan ini, terdapat tantangan besar dalam mempertahankan integritas syariah, terutama ketika bersinggungan dengan praktik konvensional yang sudah mengakar.

Sinergi antara sistem syariah dan konvensional terlihat dalam berbagai aspek operasional. Penggunaan infrastruktur bersama seperti jaringan ATM, sistem kliring, dan platform digital menjadi contoh nyata bagaimana kedua sistem dapat saling mendukung tanpa mengorbankan prinsip masing-masing. Bahkan dalam hal pengembangan produk, inovasi dari sistem konvensional sering kali menjadi inspirasi bagi penciptaan produk syariah yang tentu saja telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam.


Namun, kedekatan operasional ini juga memunculkan kekhawatiran akan terjadinya percampuran (mixing) antara dana halal dan non-halal. Untuk mengatasinya, lembaga keuangan syariah harus memiliki sistem yang sophisticated dalam memisahkan dan melacak setiap transaksi. Penggunaan teknologi blockchain, misalnya, dapat menjadi solusi untuk menjamin transparansi dan keterlacakan transaksi syariah.

Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) menjadi sangat krusial dalam konteks ini. DPS tidak hanya bertugas mengawasi kepatuhan syariah secara formal, tetapi juga harus memastikan bahwa setiap inovasi produk dan layanan tetap sejalan dengan maqashid syariah. Independensi dan kompetensi DPS harus terus ditingkatkan agar dapat mengimbangi kompleksitas produk keuangan modern.

Edukasi masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam mempertahankan integritas syariah. Nasabah yang well-informed akan mampu membedakan antara produk yang benar-benar syariah dengan yang sekadar berlabel syariah. Kesadaran ini pada gilirannya akan menciptakan market discipline yang mendorong lembaga keuangan syariah untuk senantiasa menjaga kepatuhan syariah.

Regulasi yang kuat dan pengawasan yang efektif dari otoritas juga diperlukan. OJK dan Bank Indonesia harus memiliki framework pengawasan yang mampu mengakomodasi keunikan sistem syariah sambil tetap memastikan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Standarisasi praktik syariah melalui fatwa DSN-MUI juga harus terus disempurnakan untuk mengikuti perkembangan industri.

Yang tidak kalah penting adalah pengembangan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi ganda - pemahaman mendalam tentang syariah dan kemampuan teknis dalam keuangan modern. Tanpa SDM yang berkualitas, upaya mempertahankan integritas syariah hanya akan menjadi formalitas belaka.

Masa depan keuangan syariah di Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuannya mempertahankan integritas sambil terus berinovasi. Keberadaan sistem konvensional seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai pemicu untuk terus meningkatkan kualitas dan daya saing. Dengan pendekatan yang tepat, sistem keuangan syariah dapat membuktikan diri sebagai alternatif yang tidak hanya patuh syariah tetapi juga modern, efisien, dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun