Kabupaten Karawang, Sabtu pagi 10 September 2016 mendapat gilirannya menerima Api PON dari serangkaian arak-arakan perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX dan Pekan Paralimpic Nasional (Peparnas) XV Jawa Barat 2016.
Cuaca panas menyengat seolah turut memantik semangat warga masyarakat untuk turun ke Lapangan Karangpawitan, lokasi terselenggaranya Kirab Api PON ke-19 itu.
Adalah Joseph Souisa (54), pelatih Persatuan Tinju Amatir Nasional (Pertina) Kabupaten Karawang dan mantan juara tinju nasional diberikan kehormatan untuk membawa Api PON yang sebelumnya diarak dari Purwakarta.
“Saya merasa sangat bangga, karena tidak sembarang orang bisa menjadi petugas pembawa api PON. Kalau ditanya capek, ya sangat capek, tapi sama sekali tidak terasa capek, mungkin karena banyak orang dan sorak-sorai masyarakat jadi semangat lagi,” katanya kepada awak media, usai prosesi Kirab Api PON di Lapangan Karangpawitan, Sabtu siang.
Setelah acara seremonial selesai, kebetulan penulis mendapatkan izin dari panitia untuk berbincang-bincang singkat dengan Joseph Souisa.
Di awal perbincangan, Joseph berkisah dirinya pertama kali menekuni tinju tahun 1980-an. Usianya saat itu sekitar 17 tahun. Ia masih tinggal di kampung halamannya, Saparua, yang terletak di sebelah selatan Pulau Seram, dan terpaut satu pulau ke arah timur dengan Ambon. Kini, Saparua masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah.
“Di kampung saya di Saparua itu, saya tidak bisa bermain tinju karena dilarang orangtua. Sebenarnya masyarakat Ambon (Maluku, Red) itu senang sekali dengan tinju, cuma masalahnya bapak senang, mama yang tidak senang tinju. Tapi namanya kita kan laki-laki, senang dengan hal-hal yang berbau kompetisi seperti itu,” tutur Joseph.
Setelah dirinya merantau ke Jakarta, dia mengaku baru mulai menekuni tinju. Nasib pun membawanya ke Romania, Eropa Timur pada 1985 untuk berlatih tinju secara lebih profesional.
“Waktu itu di Romania padahal musim panas, tapi tim kita tetap terasa dingin, saya latihan sambil pakai jaket tebal berlapis-lapis, pakai rheumasonjuga,” kenangnya sambil terkekeh.
Difasilitasi oleh Pabrik di Karawang
Sekembalinya Joseph dari salah satu negara komunis (pada masanya) di daratan Eropa itu, ia pulang ke Jakarta. Gelar juara terbaik nasional tak pelak ia raih di tahun 1987, menyusul kejuaraan lainnya seperti Kota Kembang Cup, President Cup, Sea Games dan PON saat tuan rumah di Jakarta.
“Jadi (selain) saya melatih, (menjadi) atlet juga latihan sendiri. Caranya, dengan latihan fisik seperti lari, push-up, squat jump, thai boxing, semuanya sendiri. Yang penting nanti di atas ring kita harus bisa kuat mental, dan berpikir strategi terbaik.”
Fakta bahwa ia melatih dirinya sendiri dengan keras ini cukup unik. Padahal kita tahu, tinju mensyaratkan teknik khusus yang tidak mudah untuk dicapai secara otodidak.
“Tinju itu risikonya tinggi, saya sering mengalami cedera benturan-benturan, luka sobek, jadi terkadang harus istirahat tidak bisa ikut latihan dulu,” ujar Joseph menambahkan.
Joseph juga mengaku dirinya sempat mengalahkan lawan yang menurut dia sangat tangguh, Rachman Kili-Kili Taliak dan Nico Thomas.
“Waktu itu seingat saya event Bupati Cup tahun 1990-an, saya dua kali juara satu terbaik, dapat medali emas di Lampung Tengah dan Lampung Utara. Pesertanya dari berbagai kabupaten di Indonesia,” ingatnya.
Dengan prestasi yang berhasil diukir Joseph, tak lama dirinya pun diminta oleh Pemkab Karawang, agar membantu mencari atlet-atlet terbaik yang bisa membawa nama baik Karawang.
Kehidupannya sebagai pelatih sekaligus atlet tinju amatir semakin sejahtera dengan fasilitas yang diberikan pejabat daerah atas prestasinya di cabang olahraga tinju. Bupati Karawang saat itu, Sumarno Suradi sejak tahun 1988 memberikan perhatian dan dukungan berupa tempat tinggal dan segala kebutuhannya dalam rangka membawa nama baik Karawang.
Merasa terinspirasi dengan prestasi dan semangat berlatih yang dimiliki Joseph, setelah melalui banyak diskusi bersama, para petinggi PT Pindo Deli kemudian setuju untuk memfasilitasi para atlet tinju didikan Joseph dengan membangun sasana tinju di sekitar lokasi pabrik.
Kebetulan pula waktu itu ketua Pertina Kabupaten Karawang adalah Adel Teguh, sehingga selain sarana, prasarana pun disediakan PT Pindo Deli untuk menunjang kegiatan atlet-atlet tinju binaan tersebut.
“Saya yang mengusulkan buat fasilitas untuk latihan tinju, dan disetujui oleh Pindo Deli. Sampai sekarang sudah berjalan tujuh tahun,” ungkap Joseph.
Rupanya tidak hanya rezeki materi yang didapat Joseph, di kabupaten ini pula ia bertemu dengan sang istri tercinta yang sebelumnya merupakan karyawan PT Pindo Deli. Perkawinannya dikaruniai oleh tiga jagoan, yang tertua saat ini menginjak usia 21 tahun bernama Christoper Carlos Souisa.
Christoper sempat mengikuti jejak ayahnya, ia memenangkan kejuaraan tinju antar pelajar di Kota Bandung pada event Pangdam Siliwangi beberapa tahun lalu. Tetapi karena saat ini kuliahnya pindah ke Ambon, Christoper tak lagi menekuni tinju, dalihnya adalah dia tidak mau dilatih oleh orang lain selain ayahnya sendiri.
Nihil Atlet Tinju Asli Putra Daerah
Sayangnya, atlet tinju asal Kabupaten Karawang saat ini tidak ada yang asli putra daerah, mereka adalah atlet asal Maluku yang tinggal di Karawang. Joseph menilai hal tersebut karena kurangnya minat putra daerah untuk menekuni tinju secara total.
“Putra daerah itu banyak yang baru latihan fisik saja sudah mundur. Berbeda dengan tahun 1980-an masih banyak yang mau latihan tinju, tapi sekarang sepertinya minat mereka sudah merosot,” sesalnya.
Tidak demikian dengan cabor tinju. Menurut dia, kebanyakan pelatih dan pengurus tinju bukanlah orang yang dari awal mula memiliki basic pengetahuan tinju yang memadai, melainkan hanya bermodalkan kedekatan dengan para petinggi, baru diangkat jadi pelatih atau pengurus.
“Jadi, pengurus tinju adalah orang-orang yang punya akses ke tinju. Kalau demikian bagaimana tinju kita mau maju?” ujarnya mengkritisi.
Keponakan Harry Souisa—personil grup musik gospel Masnait Group ini memiliki harapan agar ke depannya bisa merekrut atlet lebih banyak lagi, dari yang tercatat saat ini sebanyak 11 atlet dari seluruh Karawang.
“Saya sudah bicarakan dengan rekan-rekan direksi dari Pindo Deli, kita akan memajukan Pertina Kabupaten Karawang agar lebih baik lagi. Khususnya untuk menyambut Porda di Bogor 2018 mendatang, supaya kita bisa membawa nama baik Karawang ke sana,” harapnya.
Bagaimana pun juga, Joseph mengakui cabor tinju sekarang sudah lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya. Kalau dulu, para atlet biasanya hanya diberikan perhatian minim dan ucapan selamat saja, belum lagi ‘uang preman’ di sana-sini.
Adanya perhatian dari Pemkab Karawang serta dukungan sarana maupun prasarana dari program CSR PT Pindo Deli tersebut dirasakannya cukup untuk memotivasi para anak didiknya.
Semangat latihan para atlet untuk berkompetisi di masa kini semakin menggebu-gebu, teriring apresiasi dan berbagai insentif untuk menyejahterakan para atlet. Dengan begitu, atlet dapat merasa tenang untuk secara total mendedikasikan dirinya di atas ring tinju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H