Fernando Exelle Caesy Manuela lahir di Badung Bali, 11 Juni 2013 merupakan anak keuda dari pasangan Dominikus Mantur (41) dan Rotina Gunur (35) warga desa Bulan Kec. Ruteng Manggarai NTT. Exel begitu ia bisasa dipanggi oleh kedua orang tuanya pernah mengikuti Sekolah SLB di Labuan Bajo Manggarai Barat sampai kelas III 2019-2020 dan lanjut di SLB St. Damian Cancar Manggarai tahun 2022-2023. Pernah dikonsultasikan ke dinas Sosial Ruteng namun belum ada tindak lanjut. Kondisi anaknya Autis Hiper Aktif. Pernah diantar ke SLB Karya Murni tetapi ditolak karena terlalu aktif. Anaknya kadang ngamuk sampai merusak barang-barang seperti jendela dan pintu. Jika tidak kesampaian keinginannya dia kadang melukai diri sendiri (menggigit tangannya sendiri. Jika sedang gemes terhadap adiknya dia mencubit dengan dengan agak berlebihan diagnosa sementara Autis dan Hiperaktif. Sejak awal tahun 2024 Exelle dirawat secara mandiri oleh kedua orang tuanya di RT 007 RW 04 dusun Nangka Desa Bulan.
Namun demikian Anak ini memiliki kemampuan dasar berikut ini
kemampuan dasar bisa makan sendiri tetapi tidak mau makan nasi, hanya makan lauk pauk, MI instan, sayur, lauk dan jajan. Untuk bantu diri bisa BAB dan BAK sendiri tetapi untuk siram kloset harus dibantu oleh orang lain. Pakai baju dan celana yang menggunakan resleting dan kancing harus membutuhkan bantuan orang tua.
Deskripsi ini mencerminkan seorang anak dengan usia kronologis 11 tahun yang memiliki beberapa keterbatasan dalam kemandirian dan preferensi makan. Jika Anda memerlukan panduan atau strategi untuk membantu anak ini lebih mandiri dan memperbaiki pola makan, berikut beberapa saran:
1. Pola Makan
Variasi Makanan: Jika anak tidak mau makan nasi, Anda bisa mencoba sumber karbohidrat lain seperti kentang, roti, ubi, atau quinoa untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Pengenalan Bertahap: Campurkan sedikit nasi ke makanan favorit anak, seperti mi atau lauk, untuk perlahan-lahan mengenalkan kembali nasi dalam porsi kecil.
Libatkan Anak dalam Memilih dan Memasak Makanan: Kadang-kadang, anak lebih tertarik makan makanan yang dia bantu siapkan.
Hindari Tekanan: Jangan memaksa anak makan nasi, tetapi tawarkan secara konsisten dan dalam suasana santai.
2. Kemandirian Toilet
Pelatihan Visual: Tempelkan poster bergambar di dekat toilet untuk menunjukkan langkah-langkah seperti menyiram kloset.
Latihan Rutin: Jadikan menyiram kloset bagian dari rutinitas toilet dengan memuji setiap usaha anak, meskipun awalnya dia membutuhkan bantuan.
Alat Bantu: Jika kloset terlalu sulit untuk disiram karena kekuatan fisik, pertimbangkan untuk memasang flush yang lebih mudah dioperasikan.
3. Berpakaian Mandiri
Latihan Bertahap: Mulailah dengan pakaian sederhana seperti kaos atau celana dengan pinggang elastis sebelum beralih ke pakaian dengan ritsleting dan kancing.
Model dan Imitasi: Tunjukkan cara menggunakan ritsleting dan kancing secara perlahan sambil anak meniru.
Alat Bantu: Gunakan alat bantu seperti pengait ritsleting atau kancing magnetik jika kesulitan fisik menjadi kendala.
Puji Kemajuan: Berikan apresiasi setiap kali anak mencoba sendiri, meskipun hasilnya belum sempurna.
4. Pendekatan Umum
Rutinitas dan Konsistensi: Jadwalkan aktivitas secara rutin sehingga anak terbiasa dengan pola tertentu.
Berikan Waktu: Kesabaran sangat penting. Anak mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menguasai keterampilan ini.
Libatkan Profesional: Jika ada keterbatasan fisik atau kognitif yang signifikan, konsultasikan dengan terapis okupasi atau ahli gizi untuk pendekatan yang lebih spesifik.
Kondisi anak dengan autisme berat yang disertai hiperaktif memang membutuhkan perhatian khusus. Berikut adalah beberapa saran berdasarkan situasi yang dijelaskan di atas:
1. Pendekatan untuk Mengelola Perilaku
Terapi ABA (Applied Behavior Analysis): Ini adalah pendekatan terapi perilaku yang efektif untuk anak autis. Melalui metode ini, anak diajarkan keterampilan baru dan perilaku negatifnya dikurangi secara bertahap.
Identifikasi Pemicu Amukan: Catat kapan dan mengapa anak sering ngamuk. Apakah karena lapar, lelah, atau tidak bisa menyampaikan keinginannya? Jika penyebabnya teridentifikasi, akan lebih mudah mengatasi situasi.
Strategi Mengurangi Kemarahan:
Berikan tempat khusus di rumah yang tenang sebagai area menenangkan diri.
Gunakan teknik distraksi seperti menawarkan kegiatan favorit saat anak mulai terlihat gelisah.
Mengelola Perilaku Melukai Diri Sendiri: Ketika anak mulai menggigit tangannya atau melukai diri, coba alihkan perhatian dengan memberi benda empuk untuk digenggam atau digigit.
2. Aktivitas untuk Menyalurkan Energi
Rutinitas Fisik: Anak hiperaktif membutuhkan aktivitas fisik yang terstruktur, seperti berenang, berjalan-jalan, atau bermain bola di luar rumah.
Terapkan Waktu Layar Terbatas: Batasi akses ke gadget dan ganti dengan kegiatan manual seperti melukis, merakit mainan, atau bermain pasir.
Terapkan Jadwal Harian: Rutinitas yang konsisten dapat membantu anak merasa lebih aman dan terarah.
3. Mengatasi Interaksi dengan Adik atau Orang Lain
Ajarkan Empati Secara Visual: Gunakan gambar atau video yang menunjukkan cara berinteraksi dengan baik, seperti menyentuh dengan lembut.
Pengawasan Ketat: Pastikan ada pengawasan saat anak berinteraksi dengan adiknya untuk mencegah perilaku berlebihan.
Berikan Penguatan Positif: Jika anak berhasil berperilaku baik dengan adiknya, beri pujian atau hadiah kecil.
4. Bantuan Profesional
Konsultasi Psikiater Anak: Anak dengan autisme berat dan hiperaktif mungkin memerlukan evaluasi medis untuk menentukan apakah terapi tambahan atau obat diperlukan untuk membantu mengelola perilaku.
Terapis Okupasi: Terapi ini membantu anak meningkatkan keterampilan motorik dan mengelola hiperaktifnya.
Layanan Dinas Sosial: Karena sudah pernah dikonsultasikan ke Dinas Sosial Ruteng, coba tindak lanjuti kembali dengan surat resmi atau langsung menemui pihak terkait untuk mencari dukungan lebih lanjut.
5. Pendekatan Sekolah
Sekolah yang Menerima Anak dengan Kebutuhan Khusus: Jika SLB tertentu menolak karena hiperaktif, cari SLB atau sekolah inklusi lain yang memiliki program untuk anak dengan autisme dan hiperaktif. Sekolah yang memiliki staf terlatih lebih mampu menangani anak dengan kebutuhan ini.
Homeschooling: Jika pilihan sekolah terbatas, Anda bisa mempertimbangkan homeschooling dengan bimbingan ahli.
6. Dukungan untuk Orang Tua
Kelompok Dukungan Orang Tua: Bergabunglah dengan komunitas atau kelompok dukungan orang tua anak berkebutuhan khusus di sekitar Anda. Ini bisa membantu berbagi pengalaman dan solusi.
Istirahat untuk Orang Tua: Jangan lupa memberi waktu untuk diri sendiri agar tetap sehat secara fisik dan mental dalam mengurus anak.
Semoga catatan ini dapat membuka mata hati kita untuk mengambil peran masing-masing dalam membantu kesulitan ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H