Pada suatu hari yang cerah, Yesus sedang jalan-jalan ke desa pinggiran di perbatasan Galilea dan Samaria. Di era itu, perjalanan darat nggak ada GPS apalagi Google Maps, jadi Yesus berjalan santai sambil menikmati pemandangan. Lagi asyik-asyiknya melangkah, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara:
"Tolong, Tuan! Tolooongg!!"
Sepuluh orang mendadak muncul dari balik semak-semak. Tapi ini bukan adegan sinetron, ya. Mereka ini orang-orang kusta. Jangan bayangkan mereka mendekat dengan percaya diri. Mereka tahu aturan: nggak boleh terlalu dekat dengan orang sehat. Jadilah mereka berdiri agak jauh sambil melambai-lambaikan tangan seperti orang yang cari tumpangan.
"Guru! Kasihanilah kami!" teriak mereka serempak.
Yesus melirik mereka, senyumnya khas, kalem tapi penuh makna. Dia mendekat (padahal orang lain udah pasti kabur) dan berkata dengan santai, "Oke, guys. Pergilah, tunjukkan dirimu kepada imam."
Yang bikin takjub, mereka langsung patuh tanpa debat. Nggak ada yang nanya, "Tapi kenapa, Tuhan?" atau "Kalau nggak sembuh gimana?" Mereka pergi begitu saja, percaya penuh seperti anak kecil dikasih tahu "Nanti ada es krim!"
Di tengah jalan, tiba-tiba mereka berhenti. Salah satu dari mereka mungkin berteriak, "Eh, bro, liat kulit gue! Licin kayak abis pake lotion!" Yang lain langsung heboh juga, "Gila, ini beneran sembuh dong! Yesus keren banget!"
Nah, di antara mereka ada satu orang---si orang Samaria, yang selalu jadi anak tiri dalam kisah Alkitab---mendadak berbalik arah. "Eh, bro, gue balik dulu. Gue mau bilang makasih ke Yesus."
Yang lain cuma ngangkat bahu, "Ya udah, lu aja. Gue sih mau langsung ke imam, biar resmi sembuhnya."
Si Samaria balik dengan semangat, dan begitu sampai di depan Yesus, dia langsung sujud sambil teriak, "Terima kasih, Tuhan! Engkau luar biasa! Aku ini cuma orang biasa dari Samaria, tapi Engkau nggak pandang bulu. Aku salut banget sama kebaikan-Mu!"