Mohon tunggu...
Ananta abimanyu
Ananta abimanyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Hobi saya berolahraga seperti badminton, berenang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keadilan yang Ternodai : Kisah Suap Ronald Tannur serta Dampak yang Ditimbulkan

9 Desember 2024   19:30 Diperbarui: 9 Desember 2024   18:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung),  menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan seorang pengacara.Tiga hakim itu adalah ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul). Mereka adalah hakim yang memberikan putusan bebas kepada Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan terhadap kekasihnya yaitu Dini Sera Afriyanti. Sementara itu, seorang pengacara yang ditangkap itu berinisial LR (Lisa Rahmat) yang merupakan pengacara dari Ronald Tannur. Keempatnya ditangkap atas dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi untuk memuluskan vonis bebas kepada Ronald.

Kronologi

           Kasus ini mencuat dikarenakan kasus Ronald Tannur yaitu penganiayaan yang menewaskan kekasihnya yaitu Dini Sera Afrianti terlihat janggal karena Ronald Tannur divonis bebas. Hal ini lalu mengundang perhatian publik karena status Ronald sebagai  putra anggota DPR RI Edward Tannur dan menduga adanya suap. Tiga majelis hakim mengelak adanya dugaan suap dan berpendapat Ronald tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan maupun penganiayaan berat yang menyebabkan kematian. Hakim menilai, kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald.
             Publik akhirnya kasus ini viral dan publik menduga adanya suap atau gratifikasi karena alasan pembebasan yang tidak masuk akal dikarenakan sudah jelas kematian Rini disebabkan oleh penganiayaan seperti yang terlihat pada CCTV. Seharusnya Ronald Tannur dijatuhi pasal 351 ayat 3 KUHP dengan divonis 5 tahun penjara. Mendengar adanya dugaan suap, Kejaksaan Agung lalu menyelidiki kasus ini dan akhirnya tertangkaplah 3 hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani kasus penganiayaan Ronald Tannur. Ketiganya diduga menerima suap terkait vonis bebas yang mereka jatuhkan. Suap tersebut diberikan oleh pengacara Ronald Tanur, bernama Lisa Rahmat.
             Tak sampai disitu, penyelidikan kasus ini juga menyeret nama mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang ditangkap oleh Kejaksaan Tinggi Bali di Jimbaran, Kuta Selata, Badung, Bali. Zarof Ricar dijanjikan uang sebesar 1 miliar bila dia bisa melobi hakim agung dan membebaskan Ronald Tannur.

Dampak Kepada Kepercayaan Masyarakat terhadap Hukum di Indonesia
        Kasus suap di peradilan memiliki dampak yang sangat merugikan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Berikut adalah beberapa dampaknya:  

1. Menurunnya Kepercayaan terhadap Sistem Hukum
   Masyarakat menjadi skeptis terhadap integritas dan keadilan peradilan. Ketika hakim atau pejabat pengadilan terlibat dalam kasus suap, persepsi publik bahwa hukum dapat dibeli semakin kuat.  

2. Memperkuat Pandangan tentang Ketidakadilan
   Suap dalam peradilan menimbulkan kesan bahwa keputusan hukum lebih berpihak kepada mereka yang memiliki kekuasaan atau uang, bukan berdasarkan fakta dan kebenaran. Ini memperkuat pandangan bahwa keadilan tidak berlaku secara merata.  

3. Mengurangi Efektivitas Hukum
   Ketika lembaga peradilan dianggap tidak jujur, masyarakat cenderung enggan untuk menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa. Ini dapat memunculkan penyelesaian konflik di luar hukum, termasuk dengan cara kekerasan atau tindakan ilegal lainnya.  

4. Menurunkan Moral Aparatur Penegak Hukum
   Kasus suap yang tidak ditindak secara tegas dapat memengaruhi moral hakim, jaksa, dan pengacara yang masih memegang integritas, sehingga mereka merasa kerja keras mereka sia-sia.  

5. Merusak Reputasi Lembaga Peradilan
   Suap menodai citra lembaga peradilan sebagai pilar utama penegakan hukum. Hal ini dapat menciptakan stigma negatif yang sulit dihilangkan, meskipun reformasi dilakukan.  

6. Menghambat Pembangunan Demokrasi dan Supremasi Hukum  
   Demokrasi yang sehat membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan bersih. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap peradilan, fungsi pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif dan legislatif juga melemah, sehingga membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.  

Solusi :  
- Penguatan Pengawasan Internal dan Eksternal  
  Sistem pengawasan yang efektif harus diterapkan, baik melalui lembaga internal seperti Komisi Yudisial maupun pihak eksternal seperti media dan masyarakat sipil.  
- Transparansi Proses Peradilan  
  Proses peradilan yang terbuka dapat mengurangi peluang terjadinya suap.  
- Penegakan Hukum yang Tegas terhadap Pelaku Suap
  Memberikan hukuman berat kepada pelaku, termasuk hakim dan pihak-pihak yang terlibat, untuk memberikan efek jera.  
- Pendidikan Antikorupsi
  Meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas di kalangan penegak hukum dan masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun