Saya merupakan seorang siswa kelas 12 SMA. Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan kegiatan sekolah bertajuk Ekskursi. Kegiatan tersebut merupakan aktivitas pergi ke luar sekolah menuju sebuah pondok pesantren. Saat itu saya pergi ke pondok pesantren Al-Ittifaq di Ciwidey, Bandung.
Jujur saja, kesan pertama yang saya alami adalah saya merasa cemas karena saya akan bertemu dengan banyak orang yang tidak saya kenal dan juga saya jarang berelasi dengan umat Muslim. Apalagi, mengingat perselisihan yang sering terjadi di Indonesia yang melibatkan isu agama membuat saya lebih takut lagi.
Akan tetapi, pikiran saya akan hal tersebut mulai hilang ketika saya sampai di pondok pesantren tersebut. Kami disambut dengan sangat hangat oleh para santri dan santriwati di sana. Kami langsung disuguhkan makanan dan diberikan penyuluhan oleh pemimpin pondok pesantren tersebut.
Siang hari itu, kami habiskan waktu dengan beristirahat dan mengobrol dengan teman satu sekolah kami. Saat itu, saya belum mengobrol dengan para santri dan santriwati karena saya termasuk pribadi yang introvert, termasuk teman-teman satu sekolah saya.
Malam hari pun tiba, kami diberitahu bahwa kami akan bangun pada jam 4 subuh untuk mengikuti Shalat subuh. Tentunya, saya terkejut karena berpikir apakah boleh umat beragama lain ikut beribadah di masjid. Namun, ketika sampai masjid, alangkah kagumnya saya ketika kami disambut dengan hangat lagi oleh para santri dan ustadz yang ada di sana. Bahkan, kami diajari memakai sarung yang benar.
Kami juga ikut pengajian di sana. Kami mendengarkan dengan seksama dan sadar bahwa ternyata pesan yang ingin disampaikan dalam agama Islam ternyata tidak jauh berbeda dengan agama Katolik, yakni sama-sama mengajarkan kebaikan. Mulai dari sinilah, kami mulai dekat dan tidak canggung lagi. Kami mulai berbagi hal-hal esensial yang terdapat pada agama kami masing masing, yang mana percakapan ini malah membuat hubungan kami lebih dalam lagi.
Hari-hari kami jalani dengan penuh kesukacitaan. Kami pergi ke sebuah air terjun di sana, walaupun perjalanannya sangat panjang dan terjal sekaligus kami harus berjalan kaki. Namun, lagi-lagi kami semakin dekat hingga sampai-sampai kita tidak memedulikan status kita ataupun latar belakang kita masing-masing. Kami semua menjadi individu yang sama, sama-sama mencari kesenangan dalam kebersamaan.
Perbedaan Sebagai Wadah Kesatuan