Mohon tunggu...
Justin Evan Halim Saputra
Justin Evan Halim Saputra Mohon Tunggu... Aktor - Siswa

Suka bermain billiard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Memperjuangkan Kesederhanaan di Tengah Realita Kehidupan Kota

17 September 2024   10:26 Diperbarui: 18 September 2024   16:01 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lego 20 ribu rupiah | Dokumentasi Pribadi

Hilangnya Kesederhanaan dalam Realitas Kehidupan Perkotaan

Hidup di perkotaan seringkali membuat seseorang memandang kebahagiaan sebagai sesuatu yang hanya dapat diraih melalui fasilitas duniawi. Pandangan semacam ini mendorong kita untuk menjalani gaya hidup hedonisme, di mana uang dihabiskan demi barang-barang bermerk terkenal. 

Tujuannya tidak lain adalah hanya untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain. Ironisnya, di balik pujian tersebut, tersimpan kemungkinan adanya rasa iri hati yang tersirat.

Gaya hidup hedonisme ini juga melahirkan gengsi terhadap produk lokal. Mereka yang terjebak dalam pola hidup semacam ini cenderung memilih produk bermerk asing yang prestisius, meskipun secara fungsi tidak jauh berbeda dengan produk lokal. Satu-satunya perbedaan hanyalah pada tampilan luarnya saja.

Salah satu faktor utama yang memicu gaya hidup seperti ini adalah rasa takut tertinggal dari tren atau pengalaman yang sedang populer, yang kini lebih dikenal dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out). Saat melihat tren baru, baik itu barang atau aktivitas, orang-orang dengan kecenderungan FOMO akan berusaha keras untuk ikut serta agar tidak merasa tertinggal. Apabila mereka tidak bisa mengikutinya, mereka cenderung akan merasa cemas.

Terima atau tidak, inilah potret kehidupan kota masa kini. Kebahagiaan tampak hanya diukur dari pengakuan yang sifatnya sementara, status sosial ditentukan oleh apa yang kita kenakan, dan uang menjadi tolok ukur utama kesuksesan. 

Masyarakat modern seolah berlomba menunjukkan prestise melalui materi dan citra diri melalui media sosial. Kehidupan kota yang serba cepat ini kerap menjebak kita dalam siklus konsumtif, di mana kebahagiaan diukur dari penampilan luar dan status yang kita pamerkan. 

Akibatnya, hubungan sosial yang seharusnya tulus berubah menjadi semacam transaksi, sementara nilai-nilai kemanusiaan perlahan memudar di tengah hiruk-pikuk ambisi pribadi.

Kebahagiaan Sejati dalam Keserdehanaan 

Saya menulis artikel ini tidak didasarkan oleh rasa kecemburuan saya tidak bisa tinggal di kota karena saya sendiri tinggal di Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun