Mohon tunggu...
Justin Evan Halim Saputra
Justin Evan Halim Saputra Mohon Tunggu... Aktor - Siswa

Suka bermain billiard

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ambisi Gelar dan Pengaruhnya dalam Dunia Politik

18 Agustus 2024   16:45 Diperbarui: 18 Agustus 2024   16:50 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Era kontemporer ini mengungkap dengan jelas bahwa bukan hanya hewan yang hidup dalam rantai makanan, tetapi manusia juga berada dalam siklus serupa. Hanya saja, puncak rantai makanan manusia bukan diisi oleh yang bertubuh besar dan bertaring tajam, melainkan oleh mereka yang memiliki gelar kekuasaan tertentu. Mereka mampu dengan mudah melumat pikiran masyarakat untuk membuat mereka patuh terhadap kebijakan yang dibuat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dunia yang kita huni saat ini dipenuhi oleh ambisi untuk meraih gelar kekuasaan, gelar yang diyakini memiliki kemampuan persuasif yang sangat kuat untuk memengaruhi kalangan masyarakat bawah.     

     Gelar yang saat ini dipercaya memiliki kemampuan seperti itu adalah profesor. Saya yakin tidak ada orang di dunia yang akan menolak jika ditawarkan gelar profesor, gelar yang menunjukkan seseorang dengan kemampuan akademis yang sangat tinggi.  Gelar ini pastinya memiliki kemampuan persuasif, artinya orang yang memiliki gelar ini dapat dengan mudah memengaruhi orang di sekitarnya karena dianggap terpercaya. Hal ini sangat berbahaya apabila dimiliki oleh orang yang salah, terutama dalam dunia politik. Maka tak heran jika banyak orang berambisi untuk mendapatkan gelar ini, bahkan sampai bertindak curang sekalipun.     

     Salah satu contoh kecurangan dalam mendapatkan gelar profesor adalah kasus Bambang Soesatyo. Menurut Tempo.co, Ketua MPR RI ini memiliki ambisi besar untuk meraih gelar profesor di Universitas Borobudur. Namun, pengajuan gelarnya memiliki beberapa kejanggalan, seperti riwayat mengajar Bamsoet yang hanya 5 tahun, padahal syarat menjadi guru besar adalah mengajar setidaknya 10 tahun. Selain itu, ia memperoleh gelar master administrasi bisnis dari Institut Manajemen Newport Indonesia (IMNI) pada tahun 1991, tetapi baru lulus sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jakarta setahun kemudian. Menanggapi isu ini, Bambang Soesatyo malah mengklaim bahwa pengajuan gelar guru besarnya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bambang merasa aneh jika ada pihak yang mempersoalkan proses ini karena ia masih mengikuti prosedur yang ada. 

     Ambisi besar Bamsoet untuk meraih gelar ini tentunya bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat guna mencapai jabatan atau keputusan tertentu. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia hanya melihat penampilan luar tanpa memedulikan kualitas di dalamnya. Guru besar ilmu politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia bersifat simbolik. Publik lebih menghargai simbol daripada substansi. "Orientasinya hanya pada gelar. Kadang-kadang tidak dilihat juga kualitas yang punya gelarnya," kata Cecep. Inilah yang membuat individu dengan gelar kekuasaan memiliki kemampuan untuk memengaruhi pikiran masyarakat jelata.

     Oleh karena itu, kita dapat menarik secarik pesan dari kasus Bambang Soesatyo bahwa kehidupan yang telah kita jalani selama ini ternyata seperti interaksi antara lalat dan bunga venus. Lalat tertarik pada aroma bunga yang memikat tanpa menyadari perangkap di dalamnya. Begitu pula manusia, yang sering kali terpikat oleh gelar palsu politikus tanpa menyadari kualitas buruk dan perangkap kotor seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mereka siapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun