Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buntut Sidang Ahok: Rame-rame Berebut Benar

2 Februari 2017   11:25 Diperbarui: 3 Februari 2017   14:33 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.writtenepisodes.com/

"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"

Itulah bunyi Pasal 27 UUD 1945, sebuah kondisi ideal setiap warga negara menempatkan diri dan ditempatkan di dalam hukum negeri kaya raya penuh susu dan madu ini. Faktanya amanah konstitusi ini masih jauh panggang dari api, entah itu disebabkan oleh perilaku para aparat penegak hukum maupun oleh perilaku warga negeri itu sendiri. Gak heran kalau sudah lama muncul istilah "hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas". Perumpamaan kondisi ini juga teramat sering dipakai oleh sebagian elit politik sebagai alat kampanye atau alat propaganda untuk memuluskan jalan pencapaian kepentingan mereka. Misalnya saja, ada paslon cagub/cawagub pilkada DKI Jakarta yang sering mengangkat tema ini untuk menyalahkan fakta relokasi atau sering disebut penggusuran sembari menyerang paslon lainnya...

Kasus Ahok yang sekarang ini sudah sampai pada persidangan ke-8 dengan si mulut bocor ini mau gak mau, suka gak suka, gak punya pilihan lain kecuali harus ikhlas sebagai pesakitan trus kudu duduk di kursi terdakwa karena dituduh menghina agama Islam, menghina Al-Quran dan menghina para Ulama. Tahapan perkembangan yang tergolong cepat ini diakui memang karena kecerdasan dan kepiawaian Muhammad Rizieq Shihab, Imam Besar FPI sekaligus pentolan GNPF-MUI yang sukses mengolah dan mengemas ucapan Ahok di kepulauan Seribu menjadi sebuah produk seksi, panas dan tentu saja berharga sangat mahal. Bahkan gak sedikit para tokoh petualang politik, petualang hukum, petualang ekonomi dan petualang sosial yang juga sangat cerdas mengekor di belakang Rizieq untuk kepentingannya masing-masing padahal sebelumnya mereka ini tergolong orang-orang yang kurang sepemahaman dengan ulama kondang bermobil pajero sport supeer baru B 1 FPI ini. Fakta membuktikan, bahwa para oknum petualang ini diam seribu bahasa terkait perilaku Rizieq yang menghina dan melecehkan Pancasila serta Proklamator Yang Mulia Paduka Bung Karno...

Kalau sebelum dan selama sidang Ahok ini sangat kental tema "bela agama" dan paling lantang diteriakkan oleh ormas spesial "bela agama", kini paska sidang ke-8 Ahok tema ini mulai bergeser dari bela agama menjadi "bela ulama". Dan lagi-lagi, mulut bocor Ahok (dan tim kuasa hukumnya) telah dipakai oleh "Sesuatu" untuk membuka pintu dan menyediakan bahan baku yang kemudian kembali diolah dan dikemas oleh orang-orang pintar dan ahli dalam soal surga dan neraka. Adalah Ma'ruf Amin, Ketua MUI dan juga sesepuh NU yang tanggal 31 Januari 2017 dimajukan sebagai saksi dalam persidangan. Namanya juga persidangan, arena si mulut bocor Ahok dan Jaksa Penuntut Umum untuk mencari dan membuktikan kebenaran.

Sebagai saksi ya tentu wajar saja kalau Ahok dan kuasa hukumnya berusaha menyampaikan macam-macam pertanyaan untuk menggali, mencari dan menemukan fakta terkait dengan kasus yang menimpanya; sama wajarnya dengan pak jaksa yang juga mengajukan berbagai macam pertanyaan kepada saksi dengan tujuan yang sama cuman memang posisinya jadi saling berhadapan. Sesuai amanah Pasal 27 konstitusi di atas, seharusnya ya para saksi ditempatkan sama entah itu profesinya sbagai nelayan, lurah, ahli agama, ahli pidana, ahli bahasa atau pelapor...

"Percakapan telpon Ma'ruf dengan Presiden ke-6 SBY" seperti yang diangkat Ahok dan kuasa hukumnya inilah bahan baku yang kemudian dengan sangat cepat diolah dan dikemas oleh banyak tokoh elit menjadi produk sesuai dengan selera dan kepentingannya. Seperti diberitakan pada tanggal 7 Oktober 2016 oleh liputan6.com bahwa  Ma'ruf Amin menceritakan komunikasi via telpon dengan SBY. Di persidangan sampai 3 kali ditanya oleh kuasa hukum Ahok Ma'ruf membantahnya. Memang ada bumbu-bumbu soal gaya bicara Ahok yang terkesan "gak sopan sama orang tua" heu heu.. tapi di dalam sidang itu pak hakim gak negur si mulut bocor ini. Nah, di sinilah ruang sidang kemudian sukses dipindahkan ke ruang publik lalu banyaklah "para pakar" yang kemudian mengolah dan mengemas bahan baku ini menjadi berbagai macam produk seksi, panas dan mahal...

Meski Ma'ruf Amin sendiri menyatakan telah memaafkan Ahok (mungkin kerana kata2 Ahok di persidangan yg dianggap kurang sopan ya) dan Ahok juga telah menyampaikan klarfifikasi sekaligus minta maaf, namun produk olahan seksi sudah telanjur dikemas oleh orang-orang super cerdas, entah itu berdalih membela ulama maupun memikirkan persatuan dan perdamaian NKRI. Yang berdalih membela ulama lantas membawa produk ini untuk menggoyang psikologi umat Muslim terutama warga Nahdiyin untuk merasa tersinggung dan tersakiti karena lembaga NU dan sesepuhnya tidak dianggap dan dilecehkan oleh Ahok. Yang berdalih di balik persatuan NKRI lantas mengangkat issue penyadapan yang bahkan kata-kata atau kalimatnya gak keluar dari mulut Ahok maupun kuasa hukumnya...

Terpanas, Presiden ke-6 SBY malah secara khusus menggelar jumpa pers untuk curhat kepada rakyat terkait namanya yang disebut-sebut di persidangan, lalu melontarkan sinyalemen kalau ada orang lingkaran istana yang melarang Presiden Jokowi bertemu dengannya,lantas melemparkan unek-uneknya soal dirinya yang senantiasa digempur oleh pihak lain, kemudian tak lupa juga mengangkasakan issue penyadapan percakapan telpon dirinya dengan Ma'ruf Amin...

Yang dominan tampil skarang ini, betapa para elit entah itu elit politik maupun elit agama ataupun para tokok nasional kok malah pada rame-rame berebut benar. Lha kalau sudah pada berebut benar temtu saja pada rame-rame menuding pihak yang disalahkan. Tau ah gelap...! Jadi inget nasihat Bapak saya: 

"berebut benar maka dunia kacau dan ribut .. berebut salah maka dunia tenang dan damai"

Menerka-nerka kelanjutan kisah ini, yuuuk kita bertanya pada rumput yang berguyaaang... heu heu heu..

Salam 101

101 dokpri
101 dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun