Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hari ini Selasa Pahing 13 Desember 2016 mulai disidan dan duduk di kursi terdakwa sebagai pesakitan. Ia diadili atas tuduhan telah "menodai Agama Islam"...
Dalam eksepsi yang dibacakannya Ahok antara lain menyampaikan bahwa dirinya tidak ada niat sama sekali untuk menista agama Islam dan juga tidak berniat untuk menghina para ulama. Untuk menguatkan pernyataannya itu Ahok berbagi rasa tentang nawaitu, pandangan dan pengalaman perjalanan hidupnya sebagai pribadi sekaligus seorang pejabat publik...
Satu hal sangat penting yang disampaikan Ahok, bahwa ucapannya tentang "... dibodohin pakai Al-Maidah 51..." dimaksudkan untuk para oknum politisi yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada. Oknum-oknum elit tersebut menurutnya tidak bisa bersaing dengan visi misi, program, dan integritas pribadinya dan bertujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan dan yang kerasukan “roh kolonialisme”.
Sebelumnya, baik juga mengingat satu quote dari Yang Mulia Paduka Bung Karno puluhan tahun lalu: ... “I hate imperialism. I detest colonialism. And I fear the consequences of their last bitter struggle for life. We are determined, that our nation, and the world as a whole, shall not be the play thing of one small corner of the world”.. di masa kini, bukannya penjajahan kasat mata berupa invasi teritori untuk menguasai sumber daya seperti zaman Belanda dulu, tapi "penjajahan goib" yang sering disebut nekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme)... ada tapi tidak ada.. tidak ada tapi ada...
Wajib kita renungkan juga warning dari Bung Karno: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri"...
Kembali ke soal Ahok, apa yang diucapkannya tentu bisa menimbulkan pro dan kontra, apalagi selama ini ada sejumlah elit yang mengindikasi bahwa Ahok adalah budak dan anteknya nekolim bahkan lebih spesifik ada yang menuduh Ahok adalah anteknya naga sembilan. Siapapun yang mencermati perjalanan hidup Ahok tentunya akan mengatakan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak didasari oleh data dan fakta, tetapi lebih memamerkan kegemaran mereka melihat sisi lahiriah seorang Ahok yang ber-etnis Tionghoa dan memeluk agama Kristen...
Fakta bahwa selama menjadi seorang pejabat publik Ahok selalu menempatkan diri sebagai "pekerja dan pelayan" masyarakat dan tidak menganggap dan menyombongkan dirinya itu pemimpin. Dalam rangkaian proses pilkada misalnya, dia mengatakan sedang melamar kerja kepada rakyat dalam hal ini rakyat DKI Jakarta. Lanjutan dari pola pikirnya itu maka Ahok menempatkan rakyat sebagai para bos-nya... ada yang gak setuju? hayooo wiridan sambil ngebleng dulu, heu heu heu...
Menyoal apa, siapa dan bagaimana nekolim itu ya gampang-gampang susah. Kalau hanya melihat dengan mata lahiriah saja, maka langkah lanjutannya baik omongan maupun prilakunya ya seperti para oknum elit pengecut itu. Asal njeplak, asal hajar, asal serang, asal tuduh.. apalagi kalau dikemas dalam kertas kado indah nan menarik soal agama, surga dan neraka.. ya jadilah produk seksi yang laris manis dipasarkan. Celakanya, jutaan pelanggan cuma melihat bungkus kemasannya saja tanpa meneliti dengan betul isi dan kandungan sebenarnya dari produk goib itu. Inga.. inga.. di balik sisi lahiriah itu selalu ada sisi maknawi-nya yang terdalam...
Kalau benar-benar mau mengidentifikasi apa, siapa dan bagaimana para budak dan antek nekolim itu maka harus tahu ciri-cirinya, setidaknya ada empat ciri-ciri mereka: (1) suka mengkhianati, (2) suka menipu, (3) suka membohongi dan membodohi dan (4) suka mengimging-imingi dan menakut-nakuti. Kalau dulu penjajah itu melakukan invansi teritori untuk menguasai sumber daya, maka dalam kekinian nekolim melakukan invasi pemikiran dan menyebarkannya seperti virus yang berpotensi meracuni siapa saja... yuuk tetep "eling dan waspada" ...
Pengin tau siapa saja sesungguhnya para budak dan antek nekolim itu? Untuk tau jawabannya, yuuuk kita bertanya pada rumput yang bergoyaaang...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H