Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quo Vadis Nusantara Indonesia?

10 November 2016   17:31 Diperbarui: 10 November 2016   17:48 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi 411 sudah berlalu, kini muncul isu Aksi 2511. Salah satunya  mencuat adalah pernyataan "... kalau Presiden Jokowi titik-titik, makatitik-titik ...". atau "...kalau Ahok titik-titik, maka titik-titik ...". . Mau sampai kapankah?

Selalu dan selalu, kita ini termasuk para tokoh (atau mereka yang ngebet pengin diakui sebagai tokoh) menampilkan kebiasaan-kebiasaan yang terus-menerus dilakukan, yakni berhasrat pengin tampil menyelesaikan masalah tapi dengan membuat masalah baru, atau menyelesaikan akibat dengan akibat. Trus kapan akan mulai membuka kesadaran bahwa menyelesaikan masalah tuh ya dicari dulu penyebab mendasarnya, baru meramu bagaimana cara menyelesaikannya. Semuanya selalu berawal dari pikiran, kalau pikirannya gak bersih ya tentunya produk pemikirannya juga gak lempeng. Maka, di sini perlu banget kejernihan pikiran...

Aksi 411 kemarin ya beda banget lah dengan Aksi 1998, meski ada saja pihak-pihak yang pengin atau memaksakan diri untuk menyeret persoalan ini dan mensejajarkan dengan peristiwa sejarah tahun 1998, dengan menciptakan musuh bersama. Kalau tahun 1998 sudah jelas, gerakan besar yang dimotori oleh para aktivis mahasiswa dari begitu banyak kampus itu bersatu padu bergotong royong dan bergerak untuk menumbangkan musuh bersama pada waktu itu, yakni Rezim Soeharto. Lha kalau Aksi 411 kemaren apa atau siapa musuh bersamanya? Ahok? Presiden Jokowi? Ahok dan Presiden Jokowi? Ini sekadar pertanyaan refleksi, silakan direnungkan dan di jawab sendiri-sendiri... Okelah.. setiap individu rakyat Indonesia mempunyai kehendak bebas untuk mengambil skap....

Beliau Paduka Bung Karno pernah mengatakan "JASMERAH" .. jangan sekali-kali melupakan sejarah! Sejarah perjalanan bangsa dan negeri ini pastilah sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu, Tuhan Sang Pecipta Alam Semesta Raya telah menganugerahkan sebuah negeri yang sungguh teramat amat sangat kaya raya, Tanah Air yang begitu berlimpah sumber dayanya baik tanah, air maupun udaranya. Pun demikian, Sang Cinta telah menurunkan manusia-manusia unggul untuk menjaga, memelihara dan mengelola Tanah Air terindah dan terkaya di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Coba kita berpikir.. apa iya Tuhan Sang Pencipta hanya menurunkan jalma-jalma untuk tinggal di negeri yang super kaya? ...

PAJAJARAN

Perjalanan sejarah selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman, di negeri ini muncul banyak sekali kerajaan-kerajaan lalu pada waktunya muncul Kerajaan Pajajaran disusul Kerajaan Majapahit masing-masing dengan perjalanan uniknya.

Kerajaan Pajajaran dengan Prabu Siliwangi-nya atau Sri Baduga Maharaja yang sangat terkenal, nyaris tidak meninggalkan bekas kecuali meninggalkan patilasan-patilasan. Namun, Kerajaan Pajajaran mewariskan sesuatu yang teramat amat sangat penting dan bernilai super tinggi, tak kelihatan namun ada-ada namun tak kelihatan, yakni ajaran Siliwangi: ASIH-ASUH-ASAH. 

Ajaran luhur dan Suci dan nyaris terlupakan, bahkan pengenalannya baik di sekolah-sekolah khususnya maupun di masyarakat sudah dibolak-balik layaknya urutan abjad menjadi Asah-Asih-Asuh. Ajaran ini bukan urutan abjad, tetapi memang ajaran tata nilai yang membimbing jalma manusia  berproses menjadi manusia-manusia unggul menuju tahap-tahap persinggahannya masing-masing... Inilah yang seharusnya menjadi RUH perjalanan bangsa ini menuju kemerdekaannya, menuju jati dirinya...

"... bila kita menghargai seseorang lalu kita posisikan sebagai individi/sesama ciptaanNya, sebagai sahabat/saudara dan sebagai pemimpin/guru kita, maka lambat laun kita akan menjadi seseorang yang mudah diterima oleh siapapun, apapun, di manapun, kapanpun dan bagaimanapun ..."

Sampai kini dan sampai kapan pun, "Ruh" Siliwangi akan selalu menyertai dan melindungi perjalanan bangsa ini, seperti tersurat dan tersirat pada Uga Wangsit Siliwangi, salah satu petikannya: " .... Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian.."

gambar dari beberapa sumber
gambar dari beberapa sumber

MAJAPAHIT

Negeri ini pernah mencapai masa kejayaan dan masa keemasannya, yakni pada masa Kerajaan Majapahit dengan Rajanya Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Wilayah teritori Majapahit konon lebih luas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini. Pada waktu itu, Majapahit disemati prestasi pencapaian menjadi satu dari dua kerajaan Imperium Dunia bersama Kekaisaran Tiongkok, baik armada tempur maupun perdagangannya. Maka sebenarnya, baik positif maupun negatif, perjalanan sejarah bangsa ini tak akan bisa terlepas dari hubungan dengan bangsa Tiongkok. Itu terjadi pada masa pra-selama-paska puncak kejayaan Majapahit, termasuk masuknya peradaban Islam ke Nusantara ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun