Kemajemukan, Modal Sosial Sekaligus Potensi Konflik
Melewati usia 70 tahun Indonesia Merdeka, negeri ini masih belum sepenuhnya mampu mengelola perbedaan. Kemajemukan sumber daya manusia yang seharusnya adalah kekuatan sangat penting sebagai modal sosial pembangunan nasional bisa berpotensi menimbulkan permasalahan bila tidak dikelola dengan tepat dan bijaksana. Berbagai macam konflik sosial yang berujung terjadinya tindakan kekerasan marak bermunculan. Ciri khas bangsa Indonesia yang terkenal ramah-tamah, murah senyum dan sangat bersahabat mulai tergerus oleh muncul dan menjamurnya perilaku egois mementingkan kelompoknya sendiri. Konflik keagamaan adalah yang paling rentan terjadi selain konflik yang berlatar belakang kesukuan/etnis dan konflik karena ketidakadilan ekonomi.
[caption caption="keberagaman juga menimbulkan potensi konflik"]
Konflik keagamaan bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya adanya orientasi keagamaan yang menyimpang, perbedaan tafsir atau dangkalnya pemahaman atas ajaran agama. Faktor eksternal karena adanya kesenjangan ekonomi, aspek historis dan aspek demografis. Konflik kesukuan dan etnis terjadi ketika suku yang lebih besar mendominasi suku yang lebih kecil apalagi terbelakang termasuk terjadinya benturan budaya. Baik konflik keagamaan maupun kesukuan/etnis tidak jarang terjadi karena dipicu oleh adanya kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Mekanisme Internal Kurang Berfungsi, Mekanisme Antar Kelompok Rapuh
Tata kelola relasi yang kurang tepat dapat menyebabkan konflik keagamaan dan kesukuan/etnis. Bahkan di dalam internal kelompok itu sendiri sering terjadi ketidakharmonisan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena mekanisme internal kelompok tersebut tidak atau kurang berfungsi. Terjadinya konflik juga diperparah oleh rapuhnya mekanisme relasi antar kelompok baik kelompok keagamaan maupun kelompok kesukuan/etnis karena lemahnya atau bahkan tidak adanya rekatan sosial atau kohesi sosial. Hal ini diperparah dengan perilaku prejudice atau prasangka buruk dan stereo type yakni prasangka negatif yang sering dijadikan dasar suatu kelokmpok untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain.
Bangsa ini Sudah Lupa Jati Dirinya
Sejak ribuan tahun lalu, para leluhur bangsa ini mempunyai cara hidup dan cara bertindak yang sarat dengan nilai-nilai luhur. Para pendiri bangsa ini (Founding Fathers) telah mempelajari dan meneladaninya, lalu dengan sangat arif dan bijaksana berhasil memampatkannya menjadi lima kalimat indah sarat tata nilai, PANCASILA, Karya Agung ini telah ditancapkan menjadi falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia serta menjadi “RUH” konstitusi negeri ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.