[caption caption="Pejuang dan Pengkhianat"][/caption]Berawal dari surat serangkaian surat peringatan kepada PSSI terkait keberadaan dua klub sepakbola Arema Cronos dan Persebaya yang dinilai belum memenuhi syarat dan ketentuan untuk mengikuti kompetisi QNB League, merasa tidak ditanggapi dengan semestinya akhirnya Menpora menetapkan sanksi administratif ("pembekuan") kepada PSSI, beberapa saat sebelum gelaran KLB di Surabaya pada bulan April 2015.
Langkah pembekuan ini kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah strategis dan mematikan ruang gerak PSSI dengan berkolaborasi dengan instansi lain terutama POLRI, sehingga PSSI sebagai federasi sepakbola nasional yang satu dan satu-satunya benar-benar menjadi beku... mati suri... hanya bisa menarik dan menghembuskan satu dua nafas dengan susah payah... Geliat aktivitas sepakbola nasional dan internasional di negeri tanah air paling kaya di muka bumi ini lumpuh!...
Menuju tujuh bulan berlakunya sanksi pembekuan PSSI, persoalan "dua klub" lantas bergeser ke isyu-isyu lain seperti mafia bola, pengaturan skor, keterlambatan gaji pemain, pemain mati kelaparan, kinerja wasit dan ketertutupan pengelolaan keuangan PSSI. Daftar panjang dosa-dosa berat PSSI semakin hari semakin dipropagandakan dan memenuhi langit informasi di seluruh penjuru negeri.
Bahkan, belakangan ini sukses dipropagandakan isyu yang jauh lebih luas yaitu keberadaan dua kubu, yang satu kubu nasionalis (cinta NKRI) dan yang anti nasionalis (melawan NKRI).. HA HA HA! Alasan utama (pada awalnya) mengapa Menpora membekukan PSSI sekarang sudah tidak berlaku lagi, buktinya klub Arema Cronos dan Persebaya (Persebaya United - Bonek FC) tetap diikutsertakan di turnamen-turnamen yang direstui Menpora. Terakhir, bahkan pembukaan Piala Jenderal Sudirman digelar di Stadion Kanjuruan Malang dengan Arema Cronos sebagai tuan rumah dan dihadiri oleh Presiden Jokowi!
Lepas dari bumbu-bumbu propaganda di jagad media, fakta memperlihatkan bahwa tema besar "Reformasi Tata Kelola Sepakbola Nasional" sejauh ini baru sebatas gaungnya saja yang ngetop:
- Menpora belum mau atau belum mampu memamerkan "bagaimana caranya" menjalankan niat baik dan mulia itu.
- Memamerkan rencananya saja belum, apalagi membuat langkah-langkah mendasar dan strategis membangun fondasi yang baik, benar dan kokoh... ya pasti belum!
Maka, sebait sajak sederhana ini cocok untuk Menpora sebagai bahan evaluasi dan refleksi:
daripada sejuta khayalan dan angan-angan, lebih baik dengan satu keinginan.
daripada sejuta keinginan, lebih baik dengan satu kemauan.
daripada sejuta kemauan, lebih baik dengan satu niat.
daripada sejuta niat, lebih baik dengan satu nawaitu.
Mencermati kondisi sepakbola nasional yang gak kunjung berprestasi, Presiden Jokowi telah menetapkan kebijakan "Reformasi Tata Kelola Sepakbola Nasional" menuju puncak prestasi. Namun sepertinya, Menpora kurang bisa atau tidak bisa atau gagal paham dalam menerjemahkan kebijakan Presiden tersebut. Pembenaran dengan mengatakan bahwa "waktu enam bulan belum apa-apanya dibandingkan dengan puluhan tahun karut-marut persepabolaan nasional" atas nihilnya langkah mendasar Menpora, sungguh gak tepat. Namanya juga mau mereformasi, semestinya sudah siap dengan segala rencana dan tinggal pencet remot lalu jalanlah rencana itu setelah momen tindakan pembekuan diambil.