Perselisihan antara Menpora dan PSSI sudah dibawa ke ranah hukum. Ketika upaya musyawarah untuk mufakat sebagai salah satu budaya negri ini diabaikan, maka memang ranah hukumlah jalan yang satu dan satu-satunya yang harus ditempuh. Di sinilah materi pokok sengketa diuji kebenarannya tentu saja dari sudut pandang hukum di negara merdeka dan berdaulat ini...
Seperti diketahui bersama, melalui sebuah Putusan Sela dengan nomor perkara 91/G/2015/PTUN-JKT tanggal 25 Mei 2015, PTUN Jakarta menyatakan bahwa SK Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tentang pemberian sanksi administratif (kegiatan PSSI tidak diakui), tidak mempunyai kekuatan hukum dikarenakan ditunda keberlakuannya hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hal itu kemudian diperkuat dengan Putusan PTUN Jakarta nomor 91/G/2015/PTUN-JKT pada tanggal 14 Juli 2015 yang menyatakan mengabulkan seluruh gugatan PSSI dan menyatakan SK Menpora tersebut batal dan harus dicabut. Atas putusan PTUN tersebut pihak Menpora mengajukan banding. Konsekuensi logisnya, adanya permohonan banding yang diajukan oleh Menpora terhadap putusan PTUN tersebut tidak membuat SK Menpora tersebut aktif kembali. Karena berdasarkan amar putusannya, di dalam penundaan menyatakan tentang penundaan pelaksanaan SK Menpora tetap berlaku hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari.
Pada hari itu juga 14 Juli 2015, Menpora menyatakan akan mengajukan banding seraya menjelaskan, landasan Kemenpora mengajukan banding karena menilai putusan PTUN belum inkrah. Oleh karena itu, Imam pun memastikan, pihaknya belum berencana mencabut SK pembekuan PSSI.
"Jadi, kami sekarang akan ikuti prosedur saja. Mereka (PSSI) kan lebih dulu menggugat pemerintah. Sekarang pemerintah harus melayani dengan baik sesuai prosedur hukum yang berlaku," tuturnya.
"Berikutnya, saya minta pihak terkait untuk memantau jalannya peradilan ini agar dicapai hasil yang jujur, independen, transparan, dan adil, tanpa tekanan dari pihak mana pun," tambah Menpora. (kompas dot com)
Menarik untuk dicermati, bagaimana perilaku Menpora dan Tim Transisi bentukannya terkait isi putusan yang menyatakan bahwa SK Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tentang pemberian sanksi administratif kepada PSSI ditunda keberlakuannya hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Faktanya, paska Putusan PTUN Jakarta itu, Menpora dan Tim Transisi tetap menjalankan SK itu dan mengabaikan produk hukum lembaga peradilan. Bahkan Menpora sukses menggandeng salah satu institusi penegak hukum yaitu POLRI untuk mendukung pemberlakuan SK Menpora tersebut, dengan tidak memberikan pelayanan kepada PSSI sampai jajaran di PSSI daerah termasuk klub-klub anggota PSSI yang akan melaksanakan pertandingan di bawah naungan PSSI. Lain soal kalau even-even pertandingan itu diselenggarakan oleh pihak yang bukan mengatasnamakan PSSI, tetap dilayani...
Salah satu tema yang kerap digunakan para pendukung Menpora untuk menyerang PSSI di antaranya adalah: PSSI seperti negara dalam negara; lebih tunduk kepada hukum FIFA daripada hukum Negara; melanggar UU SKN; melawan Menpora sebagai representasi Negara; seharusnya PSSI taat kepada hukum Negara dan bungkusan kalimat lainnya. Bahwa di organisasi bersejarah dan tua seperti PSSI itu perlu banyak pembenahan, pasti iya... Tapi, apakah perilaku Menpora dan Tim Transisi yang juga diamini oleh para pendukungnya untuk mengabaikan produk hukum di negri ini adalah tindakan yang benar? Apakah untuk menegakkan hukum boleh dilakukan dengan melanggar atau mengabaikan hukum?...
Sebagai pejabat negara, bukankah Menpora harusnya menjadi teladan bagaimana implementasi Kepastian Hukum, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum? Apakah Menpora, karena ia adalah pejabat tinggi pembantu Presiden, lantas mempunyai kekebalan hukum? Yang lebih memprihatinkan lagi, POLRI sebagai salah satu institusi pilar penegakan hukum justru ikut terseret atau sengaja menyeretkan diri untuk mendukung pejabat yang nyata-nyata mengabaikan hukum...
Di ranah lainnya, salah satunya di Kompasiana Kanal Bola, prilaku Menpora dan Tim Transisi juga diamini sepenuhnya oleh para pengidols fanatiknya. Nyaris tidak ada tulisan atau opini dari kelompok pengidols Menpora yang mengingatkan menteri dari PKB ini atas perilakunya mengabaikan putusan hukum dan tetap main trabas. Namun kontradiksinya, ada di antara mereka yang selalu bicara masalah hukum.. hukum.. hukum.. yang harus dipatuhi oleh PSSI tapi membiarkan idolanya melenggang mengabaikan hukum itu sendiri...
Perilaku prejudice para kompasianer pengidols fanatik Menpora ini kebanyakan berdasarkan asumsi-asumsi dan meninggalkan banyak fakta, dengan dalih "Reformasi Total Tata Kelola Sepakbola Nasional"; pemberantasan mafia bola, transparansi; kepentingan politik dan ekonomi beserta segala macam tetek bengek kemasannya. Mereka ini juga menutup mata akan asumsi bahwa yang sedang dilakukan ini semata untuk merebut sebuah teritorial kerajaan bisnis level paling atas industri seakbola nasional yang memang menggiurkan. Hal itu menjadi sulit untuk dibantah jika melihat bahwa tema utama "Blue Print dan Roadmap Reformasi Tata Kelola Sepakbola Nasional" nyaris tidak terlihat gebrakannya selama 6 bulan paska SK Menpora dikeluaran...
Jadi.. apa yang bisa diharapkan dari Menpora yang mengusung niat mulia beserta slogan-slogan yahuuud ini, jika dia sendiri sebagai pejabat tinggi negara justru ada di barisan paling depan untuk mengabaikan hukum dan ogah berinisiatif untuk melakukan musyawarah mufakat dengan PSSI yang seharusnya dibina bukan dibinasakan, siapa pun para pengurus yang terpilih melalui mekanisme internal organisasi?...
Untuk tau jawabannya, yuuk kita bertanya pada rumput yang bergoyang.. pada rumput tetangga.. pada bini tetangga.. atau kepada ki joko bodol...
Â
*** Jangan bilang Cinta Indonesia kalau masih saja mengedepankan ego...
*** Jangan bilang Cinta Persatuan kalau masih saya alergi terhadap keberagaman...
*** Jangan bilang cinta sepakbola nasional kalau membuat masyarakat bola menderita...
*** Jangan bilang cinta bini tetangga, berbahaya!
Â
Mendingan nyruput kupi sama nguduuuut...
Heu heu heu...
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H