Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harmoni Antar Umat Beragama, Mungkinkah?

30 September 2015   15:36 Diperbarui: 30 September 2015   16:11 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Indonesia Harmony"][/caption]

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri lebih dari 13.000 pulau dan jumlah penduduknya disinyalir mencapai lebih dari 237 juta jiwa (2010). Komposisi penduduk yang terdiri dari dari berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama/kepercayaan.

Komposisi penduduk yang mayoritas beragama Islam, yakni sekitar 85,2% penduduk Indonesia, sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%), menempatkan Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah sebuah Negara Islam.

[caption caption="Peta Demografi Keagamaan di Indonesia"]

[/caption]

Keberagaman ini menjadi keunikan dan modal sosial yang menguntungkan sekaligus menjadi potensi konflik di tengah masyarakat. Di satu sisi menjadi modal sosial budaya dan memberikan keuntungan bagi bangsa karena dapat dijadikan inspirasi bagi proses kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi keberagaman, namun di sisi lain bukan tidak mungkin terjadinya pertentangan “social conflict” bila keberagaman tersebut tak dapat dikelola dengan baik.

[caption caption="Keberagaman sebagai Modal Sosial"]

[/caption]

Harmonisasi Sosial dan kerukunan umat beragama di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya terwujud, padahal kerukunan umat beragama merupakan pilar terwujudnya kerukunan nasional. Indonesia seakan menjadi negeri yang tidak pernah berhenti dari konflik dan kerusuhan. Kita sering mengklaim bahwa Indonesia adalah bangsa yang santun, bersahabat, ramah, dan murah senyum. Akan tetapi berkaca pada konflik yang sering terjadi tampaknya klaim tersebut berkebalikan dengan realitas banyaknya konflik yang terjadi. Perasaan benci seakan begitu subur tertanam dalam kesadaran masyarakat hanya karena berbeda agama atau sekedar berbeda tafsir maka konflik dengan kekerasan bisa dengan mudah terjadi.

Kita sadari, setiap komunitas, baik suku, bahasa dan agama memiliki pandangan, prinsip, dan cara hidup maupun cara bertindak dengan kekhususan masing-masing. Konflik dapat terjadi karena perbedaan-perbedaan tersebut, sementara mereka saling berinteraksi dalam wilayah yang sama. Oleh karena itu, menjadi penting bagi masyarakat pada semua lapisan dan kalangan untuk dapat melakukan upaya-upaya untuk menghindari konflik yang belum terjadi, atau mengelola konflik yang telah terjadi, baik terkait dengan suku, bahasa maupun agama dalam ranah yang dinamakan toleransi.

Dengan keberagaman yang ada, maka toleransi menjadi elemen krusial yang dibutuhkan untuk menumbuh-kembangkan sikap saling memahami dan menghargai perbedaan sebagai sebuah realitas sosial, sehingga suasana yang dialogis dalam rangka menjalin social cohesion (kerekatan sosial) dalam masyarakat dapat diperlihara. Toleransi tidak bisa hanya dimiliki oleh sebagian kelompok masyarakat, hal ini menjadi keniscayaan bagi seluruh elemen dalam menjaga kerukunan secara menyeluruh di tengah masyarakat yang majemuk.  

Salah satu perbedaan atau pertentangan yang muncul di tengah masyarakat adalah interaksi umat beragama. Hal ini merupakan permasalahan yang kerap terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, sikap tidak toleran atau intoleransi harus dipahami dengan baik, dilakukan upaya sejak dini, yang kelanjutannya dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan budaya toleransi, mengelola perbedaan itu menjadi kekuatan dalam kehidupan sosial keagamaan yang mencerminkan kedewasaan dalam realita perbedaan keyakinan, penafsiran, pemahaman, dan juga keorganisasi keagamaan.

[caption caption="Latar Belakang Konflik Keagamaan"]

[/caption]

Kasus konflik keagaman yang juga sering muncul adalah terkait dengan pendirian rumah ibadah. Kehadiran sebuah rumah ibadah sering kali mengganggu relasi antarumat beragama, bahkan memicu konflik horizontal karena lokasinya berada di tengah komunitas yang kebanyakan menganut agama lain. Rumah ibadah dalam kaitan ini, tidak hanya dilihat sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah atau kegiatan keagamaan, tetapi juga sebagai simbol keberadaan suatu kelompok agama tertentu. Permasalahannya menjadi rumit jika jumlah rumah ibadah tersebut dipandang oleh pihak lain tidak berdasarkan keperluan melainkan untuk kepentingan penyiaran agama pada komunitas lain. Kasus-kasus yang terkait dengan pengerusakan rumah ibadah menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi lahirnya SKB Menag dan Mendagri No. 1 tahun 1969 yang kemudian disempurnakan dan diganti dengan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006/No. 8 (PBM) Tahun 2006 tanggal 21 Maret 2006. Penting dicatat disini bahwa kehadiran PBM tersebut merupakan hasil kearifan pemerintah dan masyarakat Indonesia. Sebab perumusan PBM bukan hanya oleh Pemerintah namun dirumuskan secara bersama-sama dengan semua majeli-majelis agama tingkat pusat (MUI, PGI, KWI, PHDI, dan WALUBI), keputusan dibuat melalui sebelas kali pertemuan sejak oktober 2005 hingga diterbitkannya.

[caption caption="Konflik Pendirian Rumah Ibadat"]

[/caption]

Terkait terjadinya konflik keagamaan, selalu saja melibatkan faktor internal masing-masing kelompok agama dan faktor internal antar kelompok agama sebagai penyebab mendasarnya. Tak jarang internal kelompok agama lupa untuk membangun mekanisme dan pemahaman yang benar tentang makna kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama. Setali tga uang, mekanisme dialog antar kelompok agama juga belum menjadi prioritas penting, apalagi diperparah dengan minimnya kehadiran negara dalam konteks kepastian hukum, penegakan hukum dan perlindungan hukum.

[caption caption="Penyebab Konflik Keagamaan"]

[/caption]

Tanpa bermaksud mengesampingkan kelompok agama lainnya, tetapi terkini, Hubungan Islam-Nasrani (Kristen & Katolik) menjadi topik kasus di banyak tempat dan kebanyakan berkaitan erat dengan pendirian atau rencana pendirian rumah ibadat. Menjadi sulit untuk ditemukan solusinya, kalau kedua belah pihak masing-masing menggunakan dalil agamanya, meskipun sebuah keniscayaan bahwa semua agama yang hidup di negeri kaya raya penuh susu dan madu ini tentu saja mengajarkan dan menuntun penganutnya untuk hidup baik (yang menurut penulis) guna mewujudkan Hukum Tuhan yaitu Hukum Cinta.

Tentu saja, mencampuradukka ajaran agama tidaklah baik, namun membangun dan memperkuat rekatan sosial di antara umat yang berbeda keyakinan juga sangatlah penting. Para pendiri bangsa ini dengan arif dan bijaksana telah mempelajari dan meneladani cara hidup da cara bertindak para leluhur bangsa ini, yang penuh dengan nilai-nilai luhur dan turun temurun dijalankan dalam kehidupan meski zaman berganti. Bung Karno, Bung Hata, Bung Sjahrir dan banyak lagi telah sukses menyarikan dan memampatkannya menjadi lima kalimat indah "Budaya Indonesia" yang kita kenal dengan Pancasila. Bukankah itu adalah rekatan sosial yang seharusnya menyatukan segala macam perbedaan?

[caption caption="Konsensus, Solusi Konflik Keagamaan"]

[/caption]

Bagamana para pemimpin negeri ini baik di pusat maupun daerah? Apakah tema ini bisa mereka jadikan prioritas utama karya pelayanan mereka? Bagaimana para pemimpin dan tokoh agama? Apakah begitu sulit untuk mewujudkan Pancasila sebagai perekat perbedaan? Bila negara bersama-sama masyarakat peduli akan hal ini, maka bukan tidak mungkin Indonesia Harmony akan tercipta dan konflik-konflik keagamaan termasuk yang terkait dengan pendirian rumah ibadat akan semakin kecil dan akhirnya hilang terbang bersama asap dupa....

Aku Cinta Indonesia Damai... Aku Cinta Indonesia Harmony...

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun