Mohon tunggu...
Chantiq Jelita
Chantiq Jelita Mohon Tunggu... Relawan - PNS biasa di Sumatera Utara.

PNS biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunikasi Politik Melalui Pencitraan

16 Juli 2022   10:04 Diperbarui: 16 Juli 2022   10:08 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo (sumber: nasional.kompas.com)

Pencitraan politik sebagai salah satu konsentrasi kajian dalam komunikasi politik, di tanah air kita Indonesia mulai merebak pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, yang semakin berkembang dan atraktif setelah penerapan sistem pemilihan langsung dalam Pemilu 2004, hingga Pemilu 2009. Seiring dengan perubahan sistem politik, utamanya dalam Pemilu 2009, dengan masa kampanye lebih lama dan sistem suara terbanyak, membuat komunikasi dan pencitraan politik yang dilakukan politisi, baik secara institusional maupun individual, semakin beragam dan menarik, melalui berbagai strategi yang terkadang mengabaikan etika politik.

Biasanya bentuk pencitraan politik yang dilakukan terbagi dalam dua strategi, yaitu pertama menunjukkan pencapaian dan keberhasilan sehingga perlu untuk dilanjutkan. Sedangkan yang kedua menunjukkan kegagalan-kegagalan kebijakan pemerintah sehingga tema kampanyenya adalah perubahan untuk digantikan secara konstitusional. Dua strategi itulah, pencitraan politik dilakukan untuk meraih simpati dan kepercayaan publik, melalui berbagai macam aksi.

Sebagai contoh mari kita lihat strategi pencitraan politik yang dijalankan oleh Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah yang merupakan kader parta PDI Perjuangan. Menjelang pemilu tahun 2024 ini, nama Ganjar Pranowo terlihat makin berkibar. Hasil survey berbagai lembaga menunjukkan elektabilitas Ganjar yang sangat signifikan dan cukup konsisten. Bagaimanakah Ganjar bisa berada di posisi itu? Apa yang dilakukan seorang Ganjar Pranowo, politisi partai PDI Perjuangan yang juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, sehingga bisa begitu populer di masyarakat dan menempatkannya di posisi teratas di hampir semua survey elektabilitas?

Komunikasi Politik Pencitraan Ganjar Pranowo

Sebuah survei elektabilitas calon presiden yang diselenggarakan sebuah lembaga di Jawa Tengah menunjukkan, elektabilitas politikus PDI-P Ganjar Pranowo berada di posisi teratas, tercatat mencapai angka 71,5 persen, jauh meninggalkan Prabowo Subianto Gerindra dan Anies Baswedan yang menduduki posisi kedua dan ketiga. Secara basional, sebuah survey lain menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda, Ganjar Pranowo mendapatkan angka 24,55 persen menyusul di posisi kedua Anies Baswedan di angka 20,41 persen. Menarik untuk dikaji strategi komunikasi politik seperti apa yang dijalankan oleh Ganjar sehingga bisa meraih angka eletabilitas yang begitu tinggi.

Aktifitas dan 'pergerakan' Ganjar Pranowo selama beberapa tahun terakhir ini terasa makin meningkat, meski sebenarnya Ganjar sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik di Indonesia. Kegiatan kesehariannya yang diperlihatkan di media cukup kuat memberikan pencitraan yang baik dalam ingatan masyarakat. Melalui media sosial pribadinya, Ganjar menampilkan citra yang diinginkan banyak orang seperti merakyat, bersih anti korupsi, pekerja keras dan sebagainya.

Ganjar bersama masyarakat Papua (sumber: jatengprov.go.id)
Ganjar bersama masyarakat Papua (sumber: jatengprov.go.id)

Di kalangan petinggi elit politik pun sosok Ganjar terlihat cukup akrab dan luwes dalam menempatkan diri. Bahkan dengan Presiden Joko Widodo kedekatan itu terlihat nyata dengan munculnya persepsi bahwa Presiden Jokowi mendukung Ganjar. Tentunya persepsi ini tidak muncul tiba-tiba dengan sendirinya, melainkan hasil dari upaya-upaya pencitraan yang dilakukan oleh Ganjar di media massa. Dan Ganjar melakukannya secara konsisten dalam rentang waktu yang cukup panjang.

Ganjar Bersama Ridwan Kamil, Anies Baswedan(sumber: Instagram Ridwan Kamil)
Ganjar Bersama Ridwan Kamil, Anies Baswedan(sumber: Instagram Ridwan Kamil)

Ganjar bersama Presiden Jokowi dan Mensetneg(sumber: jatengprov.go.id)
Ganjar bersama Presiden Jokowi dan Mensetneg(sumber: jatengprov.go.id)

Teori Komunikasi Politik

Komunikasi secara sederhana dapat defenisikan sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui/ tanpa media yang menimbulkan akibat tertentu. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan secara sederhana. Menurut Thomas M. Scheiwadael dalam Mulyana (2001), mengemukakan bahwa berkomunikasi merupakan proses untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak social dengan orang sekitar dan mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, dan berprilaku seperti uang diinginkan.

Menurut Meriam Budardjo Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha mencapai kehidupan yang baik. Politik dapat di pahami dalam prespektif Negara, kekuasaan kebijakan umum, dan pengambilan keputusan, serta alokasi atau distribusi.

Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan- pesan politik dan aktor-aktor politik atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara "yang memerintah" dan "yang diperintah". Dapat dikatakan bahwa komunikasi politik adalah segala bentuk komunikasi yang dilakukan oleh politisi dan pelaku politik untuk mencapai tujuan tertentu

Harold Laswell menyatakan bahwa dalam proses politik, kekuasaan berkaitan dengan siapa yang memperoleh kekuasaan itu, kapan mereka memperolehnya, dan bagaimana cara memperoleh kekuasaan tersebut. Karena kekuasaan bukan sesuatu yang didapat dengan mudah, maka aktor politik yang mememperoleh kekuasaan mempunya alasan yang kuat memperolehnya dan mempunyai kapasitas yang memadai untuk kekuasaan itu.

Brian McNair, guru besar jurnalisme, media, dan komunikasi di Queensland University of Technology, Brisbane,  mengungkapkan  bahwa komunikasi politik bukan semata ungkapan kata-kata secara lisan atau tertulis, melainkan juga merupakan sarana pemaknaan visual seperti pakaian yang dikenakan,  rias wajah, model rambut, ataupun  desain logo  yg membentuk  citra atau identitas politik.

Brian McNair (sumber: Linkedin.com) 
Brian McNair (sumber: Linkedin.com) 

Pencitraan yang awalnya identik dengan kegiatan kehumasan (public relations) dalam dunia bisnis, bergeser pada kegiatan politik, sehingga dinamika perpolitikan erat dengan istilah pencitraan. Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra yang baik pada khalayak. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dari media.

Pencitraan politik sebagaimana dikutip Firmanzah dari Dutton, yaitu suatu cara yang dilakukan anggota organisasi atau partai politik untuk menanamkan kesan terhadap partai yang ada. Bentuk pencitraan yang dilakukan dapat melalui media massa, media sosial, media tradisional, public relation, penawaran program  partai, untuk mengkonstruksi, menciptakan dan memperkuat pesan-pesan politik, Sehingga berhasil membangun opini yang baik di benak, pikiran masyarakat terhadap partai tersebut, kemudian dipilih oleh masyarakat. Adapun beberapa jenis pencitraan, yakni:

  1. Citraan penglihatan; yaitu pencitraan yang timbul karena adanya sarana penglihatan.
  2. Citraan pendengaran; yaitu pencitraan yang timbul melalui bayangan pendengaran untuk membangkitkan suasana tertentu.
  3. Citraan penciuman; yaitu pencitraan yang dilakukan melalui indera penciuman dengan melukiskan ide abstrak menjadi konkrit.
  4. Citraan rasaan; yaitu pencitraan yang timbul melalui rangsangan emosi untuk mengarahkan imajinasi seseorang seolah-olah indera pengecapnya merasakan sesuatu.
  5. Citraan rabaan; yaitu pencitraan yang timbul melalui rabaan sehingga seseorang dapat merasa seolah-olah tersentuh atau apapun yang melibatkan efektivitas indera kulitnya.
  6. Citraan gerak; yaitu pencitraan yang bertujuan untuk membuat suatu gambaran lebih hidup dengan melukiskan sesuatu yang diam seakan-akan bergerak.

Strategi politik pencitraan digunakan sebagai media untuk mempublikasikan akuntabilitas politik para kontestan politik. Pencitraan tersebutlah yang semakin berkembang dan atraktif, ketika sistem pemilihan langsung dalam Pemilu 2004 dan terlihat hingga Pemilu 2009. Masa kampanye yang lebih lama dan sistem suara terbanyak, memungkinkan satu partai, baik secara institusional maupun individual untuk melakukan pencitraan politik yang lebih beragam dan menarik. Bahkan sejumlah partai memanfaatkan jasa media massa, hotline advertising, dan sebagainya untuk memuluskan pencitraannya.

Dalam politik, pencitraan sering diidentikkan sebagai kegiatan pamer, menonjolkan individu maupun menonjolkan partai dengan mengedepankan ideologi, visi misi, program partai, dan berbagai macam perubahan hingga simbol-simbol tertentu yang dimungkinkan dapat mengubah opini masyarakat terhadap satu partai. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan opini publik, karena pada dasarnya opini publik terbangun melalui citra politik. Pencitraan politik intinya adalah ingin membuat publik terpesona, kagum, rasa ingin tahu dan menarik simpati. Bagi partai, pencitraan politik akan membantu partai menampakkan sisi baik dan mempopulerkan partai pada masyarakat. Kepopuleran dan citra yang baik ini akan membuat masyarakat memberikan suaranya kepada partai tersebut.

Penutup

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terbangunnya opini publik di dalam masyarakat tentang pencitraan politik menjadi suatu evaluasi sendiri bagi kelompok yang memiliki kepentingan terhadap pencitraan dalam rangka membangun partisipasi politik dan kebijakan politik menjadi semakin efisien. Salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kerangka membangun dan mempertahankan citra positif adalah melalui pembentukan opini. Opini publik dapat dibentuk melalui pesan-pesan yang disampaikan. Pesan- pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi pendapat dan perilaku publik (internal dan eksternal) baik pada aspek kognitif, afektif maupun konatif. Untuk menunjang penyampaian pesan tersebut perlu dilakukan kegiatan yang terencana dan teratur dan berkesinambungan.

Di era new media sekarang ini, pemanfaatan media sosial dalam melakukan komunikasi politik sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi para pelaku politik, baik perorangan maupun partai politik, untuk membentuk citra dan membangun opini yang diinginkan. Strategi dan perencanaan yang matang akan meningkatkan perolehan hasil yang diharapkan. Konsistensi dalam menjalankannya juga memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam ingatan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun