Mohon tunggu...
Chantiq Jelita
Chantiq Jelita Mohon Tunggu... Relawan - PNS biasa di Sumatera Utara.

PNS biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Berburu "LIKE" dan "SUBSCRIBE" dalam Perspektif Ekonomi Politik Media

11 Juli 2022   12:24 Diperbarui: 18 Juli 2022   11:22 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditilik dari perspektif teori Ekonomi Politik Media, fenomena ini merupakan bentuk komodifikasi yang dilakukan oleh media massa. Jumlah 'like' , 'subscribe' dan 'comment'  ataupun respon lain yang didapat dalam sebuah postingan, akan memberikan keuntungan finansial bagi pemilik akun. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari respon netizen ini bisa mencapai angka jutaan rupiah. 

Raffi Ahmad misalnya, salah satu pemilik akun media sosial YouTube alias Youtuber yang memiliki jumlah subscribers 22,4 juta dengan jumlah viewers (akumulatif) 4,8 miliar, bisa mendapatkan penghasilan sampai 9 miliar per bulannya dari video-video yang dibuatnya (sumber: dewaweb.com). 

Atau lihatlah Rachel Vennya, selebgram yang memiliki jumlah followers 6,9 juta, sebagaimana dikutip dari suara.com, bahkan bisa memasang tarif 8,5 juta rupiah untuk setiap kali take video. Semakin banyak pengikut ataupun penonton video maka semakin besarlah penghasilan sang pemilik akun. 

Tak heran jika banyak orang kemudian berlomba-lomba berburu ‘like’, ‘subscribe’ ataupun komentar pada konten yang ditayangkannya. Bahkan demi ‘like’ dan ‘subscribe’, tidak sedikit yang kemudian bukannya membuat konten yang menarik dan bermanfaat, namun malah memposting konten yang tidak masuk akal ataupun sensasional bahkan kontroversial demi mendapatkan status ‘viral’ yang tentu menjadikannya banyak diperbincangkan, selebritis, terkenal, diundang tampil di berbagai stasiun TV, dan kemudian mendatangkan banyak cuan pula.

Rachel Vennya (Instagram)
Rachel Vennya (Instagram)
Media massa memiliki power yang demikian besar dalam proses komodifikasi ini. Reaksi yang diberikan oleh netizen memiliki nilai ekonomi yang menjadi sumber penghasilan bagi pemilik akun. 

Dari perspektif Teori Ekonomi Politik Media, kondisi ini tentunya menguntungkan, dengan terbentuknya masyarakat yang semakin menginginkan konten yang menarik dan kemudian memberikan respon, dan kemudian mendorong pemilik akun untuk menghasilkan konten yang beragam dan menarik pula. 

Perputaran ekonomi terjadi sangat intens di sini. Pada akhirnya media  yang terlibat di dalamnya akan meraup keuntungan pula. Dan tentu saja pemilik modal berada di balik perusahaan media tersebut akan berupaya untuk terus mengkondisikan masyarakat yang mengagungkan eksistensi di media sosial. 

Sedemikian rupa media memproduksi makna, bahwa orang sukses adalah orang yang eksis dan terkenal di media sosial.   

Tentang Ekonomi Politik Media

Ekonomi politik media terkait dengan masalah kapital atau modal dari para investor yang bergerak dalam industri media. 

Para pemilik modal menjadikan media sebagai usaha untuk meraih untung, dimana keuntungan tersebut diinvestasikan kembali untuk pengembangan medianya. Sehingga pengakumulasian keuntungan itu, menyebabkan kepemilikan media semakin besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun