Mohon tunggu...
Just Pensies
Just Pensies Mohon Tunggu... Swasta -

apa iya ini aku???

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Satu Mei: Hari Pekerja

1 Mei 2015   16:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, sampailah kita pada tanggal 1 Mei. Sesuai janji pemerintah sejak beberapa tahun lalu, setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional dan menjadi hari libur nasional. Seperti tahun-tahun sebelumnya, aura demonstrasi juga terasa. Namun, tulisan ini bukan membahas mengenai demo atau aksi di Hari Buruh.

Menurut sejarah Gereja, Paus Pius XII menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Raya Santo Yusuf Pekerja. Tentu bukan kebetulan dan mengada-ada jika penetapan ini sejalan dengan  peringatan Hari Buruh Sedunia karena pada kenyataannya, Gereja memberikan kontribusi dan peran serta terhadap kehidupan dunia. Gereja dan dunia adalah mitra dialog sekaligus Gereja menyadari bahwa dunia lah ladangnya berbakti. Maka, Paus Pius XII pun menetapkan yang sama bahwa 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh.

[caption id="attachment_414149" align="aligncenter" width="300" caption="Santo Yusuf sebagai Pekerja digambarkan membawa alat kerjanya."][/caption]

Santo Yusuf adalah suami Maria, ibu Yesus. Menurut tradisi, Yusuf dikenal sebagai 'tukang' kayu. Dan Yesus dibesaran dalam kultur kerja keras 'tukang'ini. Yusuf adalah bangsawan menurut darahnya yang mengalir dari Daud, sang Raja Israel yang disegani sepanjang masa. Meski demikian, hidup Yusuf dan keluarganya, bersama Maria dan Yesus penuh perjuangan. Sejak ia memutuskan mengambil Maria yang hamil di luar nikah sebagai istrinya, hidupnya penuh dengan tantangan hingga entah kapan ia meninggal, tidak diceritakan.

Nilai atau keutamaan muncul dari Yusuf yang kemudian mendapat label Pekerja dan menjadi pelindung karyawan/buruh yang berkerja setiap hari memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Sebagai pekerja, ia membawa semangat kesederhanaan, kesetiaan, dan ketaatan terlebih pada kehendak Allah, karena situasi yang dia hadapi membutuhkan kepasrahan. Sebagai 'tukang' kayu, kerjanya membutuhkan proses yang melibatkan keseluruhan diri sejak memilih dan memilah bahan, membelah kayu, menghaluskan, hingga sentuhan akhir dan memasarkan. Kepenuhan diri itu dilakukan dalam dua dimensi, secara jasmani dia bertugas menafkahi keluarga, secara rohani dia melaksanakan kehendak Allah sesuai komitmen yang dia berikan ketika menikahi Maria.

Bekerja tidak saja melulu berorientasi pada segi ekonomi semata. Bekerja adalah salah satu cara mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri. Dengan bekerja, diri kita dihargai sebagai pribadi manusiawi yang memiliki dimensi jasmani dan rohani/spiritual. Diri kita dipandang dari kemampuan, kecakapan, dan profesionalitas. Oleh karenanya, tidak heran belakangan ini muncul sertifikasi bagi profesi-profesi tertentu yang aktual dibutuhkan di dunia.

Selain itu, bekerja juga memiliki dimensi magis dan spiritual. Magis, bukan dalam arti misteri yang menakutkan atau klenik, namun berarti tindakan 'lebih', bisa melampaui dugaan. Dengan bekerja, manusia turut serta dalam karya penciptaan Allah. Jika kita cermati, banyak segi (seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, budaya, dll) berkembang dari waktu ke waktu. Yang dulu belum ada, sekarang mulai dipikirkan, dibuat, bahkan dibudidayakan. Ini menunjukkan bahwa penciptaan masih terus berlanjut dan menjadi tugas manusia yang bekerja untuk menjadi rekan sekerja Allah dalam penciptaan.

Selamat merayakan Hari Pekerja!

Selamat bekerja...selamat mengaktualisasikan diri...selamat berdaya lebih bagi diri, sesama, dunia, dan lingkungan....

Salam Damai ^_^

-------------

Sumber:

http://www.imankatolik.or.id/kalender/1Mei.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Pius_XII

http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Buruh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun