sumber ilustrasi foto: news.detik.com
Ada-ada saja sebuah berita pagi terbitan Jakarta. Yakni bahwa kamar kecil alias WC di kantor DPR RI Jakarta Selatan tergenang air sehingga tak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Penyebab tak lain tersumbatnya mega proyek e-KTP di Jakarta.
   Pembaca mungkin ada yang nyelutukdi hati, begitu saja kok diberitakan di koran. Bagaimana kalau sampai dibaca orang asing apalagi dikliping oleh suatu Universitas asing di mancanegara, dan lebih lanjut bahkan diangkat menjadi bahan diskusi mengenai perilaku bangsa Indonesia. Apa tidak banyak berita lain, " yang lebih bermanfaat"?
    Tetapi komentar orang lain juga bisa berbunyi lain lagi, meskipun sama-sama bertolak dari "begitu saja kok diberitakan di koran." Yakni: emangnyedi Jakarta WC yang kacau balau cumapunya kantor DPR RI Jakarta Selatan doang? Tidak benar kalau dia pemegang monopoli dalam hal kejorokan WC ini? Salah-salah bisa banyak sekali tokoh atau kepala kantor lain yang "protes," tersinggung; merasa dianaktirikan; karena yakin WC mereka sungguh-sungguh takkan kalah, joroknya.
   Kalau tidak percaya, silahkan datang kebanyak kantor pemerintah dan swasta, baik ditingkat Pusat maupun I dan II kebawah. Kalau tanpa diumumkan lebih dulu alias diam-diam diadakan "perlombaan," rasanya akan banyak sekali animonya. Juga stasiun, terminal-terminal bus, pasar-pasar dan sebagainya. Bisa-bisa cukup beratlah nanti, tugas para juri, bukan hanya mengingat kuantitas, melainkan terutama mengingat perimbangan kualitas kejorokan para pesertanya. Di Indonesia kejorokan WC seolah-olah sudah membudaya, seperti korupsi.
   Tapi apa iya, bangsa yang berkebudayaan tinggi macam kita, dan mana ber-Pancasila satu-satunya di dunia ini, bikin lomba saja kok macam begituan? Dan misalkan iya, lalu apa gerangan bentuk pialanya? Bunyi piagamnya?
   (Gampang: kepala kantornya, dengan diilhami hukuman jemur ala ikan teri atau ikan asin, bagaimana jika disekap di WC kantor masing-masing, barang tiga jam? Tanpa boleh dibersihkan lebih dulu!)
   Masih menurut koran pagi itu, WC kantor DPR RI Kota Jakarta selatan itu mengapa sampai tak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya, tak lain karena genangan air di lantainya setinggi tiga sentimeter. Suatu prestasi jurnalistik tersendiri untuk bisa tiba di angka yang setepat itu. Atau hanya kira-kira?
   Yang segera perlu disimak oleh para pembaca ialah bahwa (apabila sehubungan dengan Perayaan Akbar 17 Agustus nanti) perlombaan bersih-bersih WC dan seluruh 'kampus' perkantoran kita agaknya superimperatif. Itu bahasa gagahnya. Bahasa rakyatnya: amat sangat perlu. Sebab, realitas kita ialah bahwa kejorokan, sebagaimana halnya korupsi, telah meraja lela dan merajalela di seluruh Tanah Air yang pada hal indah ini.
   Sudah tentu perkecualian ada saja. Beberapa daerah seperti Wonosobo, Temanggung, Surakarta dan bahkan Surabaya sedemikian bersih sehingga menggondol hadiah-hadiah kebersihan yang membanggakan hati. Kendati begitu agaknya masih relevan dipertanyakan: apakah itu bukan terbatas pada jalan-jalan dan sekitarnya saja? Bagaimana dengan WC - WC di kantor-kantor dan tempat-tempat umum? Apakah sudah sinkron merata?
   Sebab bukan mustahil para juri kebersihan nasional kita selama ini, oleh terbatasnya waktu kunjungan-penilaian, hanya sempat menjenguki jalan-jalan "raya" kota-kota peserta, mereka tak sempat masuk ke sekian banyak WC umum maupun perkantoran pemerintah daerah; terkecuali mungkin di penginapan dinas dimana mereka diinapkan oleh para tuan rumah.