" "Mau tidak mau, suka tiak suka, apa pun kritik dari masyarakat kami terima saja. Tetapi, pembangunan tetap dijalankan" (Marzuki Alie, Ketua DPR - Kompas, 31/8) Betapa bobrok dan jahatnya mental orang-orang yang duduk dan mengelolah negara kita, hingga negara kita diambang hancur, Anda pasti sudah tahu, maka tak perlu kita panjang lebar di sini. Sebagaimana Anda ketahui juga bahwa tiga pilar negara adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan pilar penyeimbang ke empat ada press. Namun, jika pernyataan di atas sudah dengan sudah dikemukankan oleh Ketua DPR, masihkah ada harapan jika hanya dengan mengandalkan mengkirtik, bahkan mencaci? Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tidak dicapai dengan mengkritik, tapi dengan angkat senjata, bunuh musuh penjajah, tentu setelah unjuk dan di-back up kekuatan baru duduk di meja perundingan. Memberantas kebobrokan atau penyakit, seperti menangkal gosip dan serangan harus dari sumbernya (CERDAS BERBICARA, PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). Begitu juga menghabisi biang kerok kebusukan bangsan harus dari sumber-nya yaitu pemimpin penggendali tertinggi pemerintah dan partai. Karena semua anggota DPR itu hanya keroco, mereka tak akan berani berkata bahkan bertindak jika tak ada restu dari pemimpinnya! Jadi, karena dengan kritik (omongan) sudah tak didengar, maka keberadaan orang seperti Mustofa alias Abu Tholut, yang hari ini menyerang kantor polisi, jika suatu hari mengeksekusi anggota DPR yang amoral, apakah itu ancaman atau harapan bagi bangsa? Jawabannya: tergantung bagaimana mengelolahnya. Sebagai contoh nyata: Bukankah penguasa yang sedang berkuasa begitu juga banyak partai politik mendirikan dan atau memelihara ormas-ormas; bandit-bandit; bromocorah-bromocorah, untuk dipakai menghabisi dan mempertahankan kekuasaan mereka? Nah, berdasarkan hal tersebut, jika ada kesatria bangsa dapat memanfaatkan Mustofa alias Abu Tholut dan kelompoknya, dengan tujuan menolong bangsa ini terhindar dari malapetaka karena hancur, maka hal itu adalah harapan. Begitu juga sebaliknya. Menyerang harus dari sumbernya, itulah sepenggal pentunjuk bijak dari buku CERDAS BERBICARA (PT Gramedia Pustaka Utama, 2010) i samping itu, dua judul buku juga diperkenalkan untuk Anda: 1. CERDIK BERBICARA (Gramedia, 2009. Contoh cover ada di akhir artikel) 2. CERDAS BERBICARA (Gramedia, 2010. Contoh cover ada di akhir artikel) Salam, Jusra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H