Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bermodal Gawai, Denny Mengantongi 20 Juta Perbulan

1 November 2018   12:27 Diperbarui: 1 November 2018   12:48 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi milenial tajir yang piawai mengumpulkan pundi-pundi dengan modal gawai.Sumber : www.consultas-abogados.es

Oleh : Jusman Dalle

***

Sore itu, di pojok sebuah kafe asal Paman Sam di bilangan Kemang Raya, jemari Denny sibuk menari bersama sebuah pensil elektronik yang ia goreskan di layar tablet berukuran mini. Dikejar deadline, raga dan pikirannya tampak tersedot oleh si gawai canggih, tempat ia menumpahkan segala inspirasi.

Denny tampak asyik sendiri. Meski keriuhan after hours warga Jakarta di kafe itu cukup bising, pengunjung kafe lalulalang ke sana-kemari. Namun anak muda berusia 28 tahun itu tak terusik, ia tetap konsentrasi. Sesekali ia menyeruput kopi. 

Ia berkisah, kliennya adalah perusahaan kelas kakap. Maka ia harus on time. Karya grafisnya harus di-submit sebelum jam delapan malam waktu Jakarta. 

Kliennya kali ini adalah Brunswick, sebuah agensi public relation kenamaan di Inggris sana. Denny berjumpa dengan klien tersebut di sebuah wadah job marketplace. Tanpa bertemu wajah secara langsung. Semua lewat gawai.

Denny adalah potret pekerja di kalangan generasi urban milenial masa kini. Saat teman-teman sebayanya mengincar status sebagai pegawai negeri, ia mantap memilih profesi mandiri. 

Memanfaatkan teknologi, Denny piawai mengumpulkan pundi-pundi. Dalam sebulan, pendapatan sampai lima kali besaran upah minimum provinsi DKI ia kantongi.

Denny, adalah satu dari ribuan atau mungkin jutaan generasi milenial Indonesia yang merasakan berkah ekonomi digital yang mewabah ke seantero negeri. 

Kuatnya pesona industri digital memang jadi tren global. Bekerja di industri digital jadi impian generasi milenial. Berbagai penelitian ilmiah telah mengonfirmasi hal tersebut. 

Riset yang dipublikasikan oleh portal US News misalnya, mengungkapkan bila di posisi Top 10 Jobs for Millennial, empat di antaranya merupakan profesi di industri digital dan teknologi informasi.

Riset global yang dilakukan oleh Manpower Group ber tajuk Millennial Careers: 2020 Vision punya temuan senada. Menurut penelitian itu, generasi milenial memprioritaskan lima hal dalam memilih pekerjaan. 

Yaitu besaran gaji, keamanan, waktu liburan, tim yang andal, serta fleksibilitas waktu kerja. Saat ini, potensi terbesar untuk menikmati lima hal itu sekaligus hanya datang dari industri digital.

Tumbuh Impresif


Di Indonesia, industri digital tumbuh impresif. Paling kinclong di antara semua sektor industri. Bahkan dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional. 

Agak sulit menemukan industri yang tumbuh hingga 10,7% per tahun saat ekonomi nasional hanya tumbuh 5,07%. Sebagai komparasi, ambil contoh di sektor Fast Moving Cunsomer Goods (FMCG) yang tumbuh 2,7% pada tahun 2017. Demikian juga industri properti yang mencatat pertumbuhan di angka 3,68%.

Padahal, sehari-hari kebutuhan 263 juta rakyat Indonesia tak pernah lepas dari dua sektor ini. Nyatanya, industri digital mampu berlari kencang di antara semua industri. Ini membuktikan bahwa sektor ekonomi digital amat digandrungi. Pemerintah memang termasuk cepat merespons gemuruh pergeseran lanskap ekonomi ke arah digitalisasi. 

Hal ini terlihat dari kebijakan dan program-program promotif pemerintah untuk menghela industri digital. Bulan Agustus tahun 2017, pemerintah merilis Peraturan Presiden tentang Road Map Ecommerce Indonesia tahun 2017-2019.

Pemerintah juga proaktif menjaring investor global yang diarahkan ke sektor industri digital. Mulai dari memboyong para pendiri startup untuk muhibah ke Silicon Valley, hingga proses perizinan yang dibuat ringkas.

Berbagai lembaga internasional bahkan memberikan apresiasi terhadap iklim industri digital di Indonesia. Seperti predikat 12 Of The Most Startup Friendly Countries dari Young & Rubicam dan Wharton School of the University of Pennsylvania. Singkatnya, Indonesia sudah berada di jalur yang benar untuk menjadi bangsa terdepan di industri digital.

Dampak Elektoral
Berbagai capaian industri digital yang dapat dirasakan secara empirik dan disokong oleh data statistik, amat menarik untuk kita telaah lebih lanjut dalam konteks pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) yang digelar tahun 2019. 

Mengidentifikasi milenial sebagai aktor utama industri digital merupakan pintu masuk untuk mengintroduksi preferensi politik segmen pemilih jumbo ini. Terlebih, milenial kini jadi rebutan di pentas kontestasi politik nasional.

Berbagai lembaga memperkirakan jumlah pemilih milenial tak kurang dari 40% dari total pemilih. Tak heran, milenial jadi segmen pemilih yang paling dikejar dukungannya. Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) hingga partai politik berlomba-lomba membangun proksimiti dengan milenial.

Simbol-simbol milenial mendominasi materi komunikasi atributif para kandidat di berbagai medium promosi. Mendekati pemilih milenial memang bukan langkah mudah. Milenial adalah generasi yang cuek dengan urusan politik. 

Di berbagai negara, partisipasi politik milenial bahkan termasuk rendah. PEW Research mencatat hanya 51% pemilih milenial yang menggunakan hak pilihnya di Pilpres AS 2016. Angka yang amat rendah dibanding dengan pemilih di segmen usia yang lain.

Sikap cuek terhadap politik merupakan perilaku bawaan generasi milenial secara global. Di Indonesia, beberapa survei merekam preferensi pemilih milenial. Baik untuk kandidat caprescawapres maupun untuk partai politik. 

Menurut survei Saiful Mujani Research Center (SRMC) tahun 2017 silam, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul di kelompok pemilih usia muda.

Senada, survei LSI Denny JA yang digelar pada Agustus 2018 juga menangkap hasil serupa. Sebanyak 50,8% responden pemilih muda usia 17-39 tahun melabuhkan pilihan ke Jokowi-Ma'ruf, sedangkan Prabowo- Sandi meraup 31,8%.

Di tingkatan partai politik, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi parpol paling populer di kalangan milenial. PDIP bahkan mengalahkan popularitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI), meski partai baru ini paling getol membangun citra sebagai partainya anak muda. 

Kuatnya dukungan milenial ke PDIP tentu tak lepas dari coattail effect yang diperoleh dari sosok Presiden Jokowi.

Walau bagaimanapun, Jokowi tetap identik dengan PDIP. Di luar Jokowi effect, belakangan ini PDIP memang mulai aktif mendekati milenial dengan mengomunikasikan caleg-caleg muda dari kalangan selebritas dan pesohor.

Tapi yang paling menarik, di luar faktor pendekatan komunikasi, kecenderungan pilihan milenial ini tak lepas dari kuatnya kesan kehadiran pemerintah di kancah ekonomi digital. Impresi pertumbuhan ekonomi digital memberikan efek 'wow' kepercayaan kepada pemerintah. Di kalangan milenial menilai ada upaya pemerintah bekerja memajukan industri digital.

Impresi ekonomi digital merupakan faktor kunci dalam membaca arah dukungan generasi muda dalam kontestasi piplres dan pileg. Terutama bagi petahana dan parpol pendukungnya yang paling mudah mengakses milenial melalui industri digital. Preferensi tersebut persis stigma yang dicapkan ke milenial sebagai generasi pragmatis.

Penulis buku Fast Future: How the Millennial Generation Is Shaping Our World, David Burstein bahkan menyebut milenial sebagai generasi pro realitas yang "beridealisme pragmatis".

Bagi Denny yang kisahnya kita simak di awal tulisan ini, dan teman- teman sepantaran, akan menentukan dalam hasil pesta demokrasi. 

Preferensi politik Denny dan generasi seusianya, bisa jadi semakin menguatkan stigma pragmatis generasi milenial. Tapi itulah kultur dari generasi independen ini. Generasi yang piawai berselancar di atas gelombang ekonomi digital, dan juga penentu arah angin politik elektoral di Indonesia.

Artikel ini terbit di harian Investor Daily edisi Kamis (1/11/2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun