Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meraup Triliunan Rupiah Setelah Tersandung Kasus

9 April 2018   17:04 Diperbarui: 9 April 2018   17:09 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi semringah memegang uang (sumber :deaix.net)

Bukan hanya itu, Green Pramuka juga memanfaatkan momentum(riding the moment). Satu demi satu program promo dirilis untuk mendekati konsumen milenial, salah satu target pasar yang disasar apartemen berharga di bawah Rp 500 juta ini.

Green Pramuka misalnya merilis promo buyback & rent guarantee, kredit tanpa slip gaji, cicilan hingga 120 kali (menyasar milenial freelancer), hingga free compact full furnish.

Berkah titik balik yang dialami Green Pramuka juga nampak dari performa bisnis. Penjualan apartemen meningkat.

Dibandingkan dengan penjualan tahun 2014-2015 yang menurun, Green Pramuka kini justru membukukan kenaikan penjualan yang amat signifikan hingga 200 persen. Menurut Jeffry Yamin sebagaimana dikutip dari Tempo.co, saat ini perusahaan memiliki sembilan menara yang sudah siap dihuni. Bahkan tipe studio seharga Rp 400 juta di menara kesembilan yang dirilis Juli 2017, sudah habis terjual.

Memetik Pelajaran

Ada pelajaran yang amat sangat penting untuk kita petik dari case study krisis yang dialami oleh Agung Podomoro (2016) maupun Green Pramuka (2017).

Pelajaran pertama,lokalisir dan selesaikan sebelum merambah terlalu jauh. Hal itu dilakukan oleh Podomoro dengan mengganti Dirut serta memisahkan urusan hukum personal tersebut dengan institusi perusahaan. Demikian pula Green Pramuka yang berdamai dengan konsumennya lalu lantas diikuti program-program untuk memulihkan kepercayaan. Seperti perbaikan layanan.

Yang pasti, krisis bisa terjadi dan menimpa merek apapun. Di tingkat internasional, krisis bahkan pernah membuuat Samsung dan Apple babak belur.

Masih ingat kasus produk "Iphone 6 bengkok (2014)" yang amat mencederai nama besar Apple? Yang paling anyar tentu aja kasus Samsung Galaxy Note 7 yang meledak (2016) hingga produksinya distop. Samsung bahgkan rugi Rp 70 triliun karena krisis tersebut. Berbekal nama besar dan tentu saja strategi ciamik, Apple dan Samsung bangkit.

Kini Apple menjadi merek paling berharga (most valuabel brand) di dunia. Demikian pula Samsung yang masih merajai vendor ponsel dengan penjualan terbesar di dunia.

Pelajaran kedua, manfaatkan krisis. Ya, krisis jangan dibiarkan berlalu begitu saja dan berharap publik melupakan. Sikap membiarkan malah bakal menimbulkan tanya terpendam. Beberapa merek melakukan hal ini, seperti Pizza Hut yang ditengarai menggunakan produk kedaluwarsa (2016) namun memilih diam meski keriuhan terjadi di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun