Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Indonesia ala "Megacompany Apple"

18 Desember 2017   15:54 Diperbarui: 18 Desember 2017   19:21 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Utang alias pinjaman, sepertinya hampir semua manusia pernah terlibat dalam urusan yang satu ini. Mulai dari ikon inovatif dunia teknologi macam mendiang Seteve Jobs, manusia super tajir kayak Bill Gates, hingga manusia suci seperti Nabi Muhammad SAW yang kehidupan dunia dan akhiratnya di jamin oleh yang Maha Pencipta, juga tak luput dari utang.  

Steve Jobs mulai membangun Appel bersama Steve Wozniak di sebuah garasi sempit di Cupertino, California, dengan pinjaman bank sebesar  250.000 USD. Dari pinjaman itu, Appel kemudian tumbuh menjadi perusahaan papan atas.

Kini, Apple menjadi merek paling mahal di dunia dengan nilai 752 miliar dolar. Tahun 2016, Appel bahkan menjadi perusahaan yang paling menguntungkan di dunia. Statista mencatat, Apple membukukan laba bersih Rp 721 triliun hanya dalam setahun.

Sukses besar itu, dimulai dari pinjaman. Urusan yang kerap menakutkan, menjadi hantu yang selalu membayang-bayangi, bahkan bisa menyebabkan kematian jika anda berpinjaman tidak dengan cermat. Sebaliknya, manusia hingga bangsa super kaya yang kita kenal hari ini, adalah mereka yang pandai mengelola pinjaman. Tumbuh dari pinjaman.

Dalam konteks diskusi tentang untung rugi pinjaman, selalu menarik membicarakan mengenai pinjaman Indonesia. Pro dan kontra tentu tak bisa dihindari. Terutama jika didiskusikan dalam terminologi politik (baca : partisan).

Pemerintah sendiri beralasan bahwa pinjaman tak bisa dihindari. Terutama karena Indonesia sedang giat membangun manusia dan infrastruktur. Mengenai agenda pembangunan SDM, mulai dari sektor pendidikan hingga kesehatan, saya pikir bukan soal yang terlampau debatable. Kita nyaris sependapat bahwa pembangunan SDM Indonesia tak dapat ditunda.

Insan-insan muda, modal manusia Indonesia saat ini harus dibangun kualitasnya. Agar ketika masa panen tiba, SDM-SDM tersebut betul-betul menjadi bonus demografi sebagaimana diharapkan. Bukan sekadar windows of opportunity, namun gagal dikonversi menjadi kekuatan ekonomi. Sah-sah saja Indonesia berpinjaman, untuk menghasilkan SDM andal. Pinjaman produktif.

Kita berharap, bahwa SDM yang mengisi mayoritas komposisi demografi Indonesia ini, nantinya menjadikan bangsa kita sebagai Apple di kancah industri global. Indonesia muncul di pentas bangsa-bangsa karena kualitasnya. Apalagi, ada Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJP2R) Kemenkeu. Lembaga khusus mengelola pinjaman. Lembaga yang kita percaya diisi oleh orang-orang yang paham bagaimana mengelola pinjaman secara cermat dan prudent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun