Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Revolusi Biru Jalan Menuju Poros Maritim

20 Februari 2017   12:03 Diperbarui: 20 Februari 2017   12:10 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia tengah giat membangun daerah. Selain sektor infrastruktur, aspek penataan untuk mewujudkan kota berkelanjutan, menjadi perhatian. Sustainable development memang jadi trend kota-kota dunia saat ini.

Tak hanya pemerintah, pihak swasta pun turut mendukung agenda pembangunan berkelanjutan dengan membangun kawasan pemukiman dan bisnis secara terpadu dengan konsep futuristik.

Terutama konsep one stop green living atau eco green, sudah diadopsi di beberapa kota. Di Batam misalnya, dikembangkan hunia Orchard Park Batam yang berkonsep one stop green living. Bahkan di Ibu Kota Jakarta, kawasan-kawasan komersil seperti superblok Podomoro City juga telah mengadopsi penataan kawasan yang berkelanjutan yang diakui dunia internasional.

Akhir tahun lalu, Central Park Mall yang berada di kawasan Podomoro City mendapat anugerah The Green Era Award for Sustainability di Dubai, Uni Emirat Arab. Award tersebut diberikan atas komitmen dalam menjalankan misi sebagai perusahaan yang menerapkan dan menjalankan gaya hidup hijau dan ramah lingkungan.

Bagi kota-kota pesisir yang kental dengan nuansa bahari seperti Manado, Makassar dan Balikpapan, pengembangan kota diarahkan pada konsep water front city. Yakni, pembangunan kota yang menjadikan air, terutama laut sebagai sentra aktivitas ekonomi. Water front city sangat selaras dengan ide besar membangkitkan kembali kejayaan bahari Indonesia, yakni sebagai poros maritim.

Water front city, selain membuka potensi-potensi ekonomi, juga mencegah air agar tidak menjadi bencana atau bahkan mengurangi dampak bencana dari air. Misalnya mengatasi pendangkalan laut sebagai muara sungai, menjaga ekosistem pantai dari limbah dan lain sebagainya.

Singkatnya, water front city ini sangat relevan diterapkan di Indonesia. Selain mengangkat nilai historis kejayaan bahari Indonesia yang sejajar dengan negara besar saat itu macam China dan Spanyol, water front city juga menjadi bagian dari revolusi ekonomi biru.

Yaitu perubahan radikal di sektor ekonomi kelautan yang dimulai dengan penataan kembali kawasan-kawasan pesisir sebagai sentra ekonomi dengan tetap mengedepankan keberlanjutan lingkungan. Dalam peta revolusi ekonomi biru, isu sensitif macam reklamasi mungkin akan menuai perdebatan panjang karena memuat dua kutub kepentingan berlawanan dan secara nalar juga memiliki argumentasi ilmiah masing-masing yang sama sahihnya.

Namun, di luar pembicaraan tema sensitif macam reklamasi tersebut, banyak agenda revolusi biru yang sepi dari kontroversi. Misalnya pembangunan Borneo Bay di Balikpapan yang tidak mengubah konfigurasi pantai dan tak merusak ekosistem yang ada di dalamnya karena pembangunan memang dilakukan di daratan, bukan di laut.

Mengubah wilayah pesisir menjadi sentrum revolusi ekonomi biru (sumber : agungpodomoroland.com)
Mengubah wilayah pesisir menjadi sentrum revolusi ekonomi biru (sumber : agungpodomoroland.com)
Spot yang berada di zona shopping, kuliner dan wisata Kota Balikpapan ini bakal disulap menjadi kawasan superblok. Agung Podomoro Land selaku pengembang menyebutnya sebagai The Little Hawaii. Borneo Bay Balikpapan ini dibangun serupa Hawaii yang modern, memadukan residential, perkantoran, pariwisata dan bisnis sehingga banyak elemen daya katrol ekonomi yang bekerja.

Menurut keterangan yang dilansir oleh Kompas.com, saat ini proyek yang berlokasi tak jauh dari Bandara Udara Sepinggan Balikpapan tersebut sudah terjual lebih dari 70 persen. Proyek superblok bernama Borneo Bay City itu berkonsep kawasan bisnis dan investasi.

Beberapa bulan lalu penulis mampir di Balikpapan dan menginap di Hotel Ibis yang persis berseberangan jalan dengan Borneo Bay City tersebut. Tak jauh dari kawasan Boreno Bay City yang masih dalam tahap pembangunan itu, terhampar restoran-restoran.

Seperti umumnya kota pesisir lain di Indonesia, malam hari di pesisir Balikpapan juga sangat hidup dengan wisata kuliner. Meskipun saat itu saya mengunjungi Ocean’s Resto yang katanya termasuk mahal di Balikpapan. Padahal, sebetulnya kawasan tersebut belum benar-benar jadi.

Jika dioptimalkan dengan penataan sepanjang garis pantai yang memiliki akses mudah ke jalan utama, maka kota Balikpapan merealisasikan revolusi biru dari aspek ekonomi dengan tetap memperhatikan modernitas.

Masuknya investor swasta macam Agung Podomoro Land di Balikpapan atau Ciputra yang menggarap Center Point Of Infonesia di Makassar, bakal mengubah kawsan-kawasan pesisr Indonesia menjadi lebih strategis dan bernilai ekonomi tinggi.

Sebaliknya jika kawasan pesisir tersebut dibangun seadanya dengan tanpa konsep yang matang, saya kira mimpi mewujudkan poros maritim akan kandas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun