Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Customer Experience Menjadi Komoditas Eksklusif

13 Februari 2017   16:23 Diperbarui: 13 Februari 2017   17:55 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
service dengan segala bentuk turunannya, merupakan komponen marketing offline yang sulit disaingi oleh ritel online karena faktor human touch (sumber : sagelearning.net.au)

Para futurologis dan pemerhati dunia manajemen, terutama di ranah ekonomi senada mengatakan bahwa saat ini dunia bisnis tengah masuk ke babak disruptive. Lanskap bisnis di hampir semua industri berubah secara ekstrem. Revolusi digital merupakan biang dari ledakan perubahan dunia ekonomi ini.

Siapa sangka, kejayaan Kodak dan Fuji Film tiba-tiba runtuh dengan kehadiran aplikasi fotografi seperti Instagram. Cukup dengan kamera smartphone berharga dua jutaan, siapapun kini dapat menghasilkan gambar artistik dengan memanfaatkan filter yang disiapkan gratis oleh Instagram.

Tahun 2016 ini, pembukuan keuntungan perusahaan transportasi macam Blue Bird dan Taksi Express merosot, bahkan merugi setelah Gojek, Uber dan Grab mengaspal. Incumben yang puluhan tahun menenggak nikmatnya profit besar nyaris tanpa pesaing tangguh, kini megap-megap karena kehadiran model bisnis baru yang tak pernah diperkirakan sebelumnya.

Dunia ritel barangkali yang paling kencang perubahannya. Ecommerce dengan berbagai jenis plaform meringsek, mengubah permainan bisnis ritel. Toko-toko offline harus menghadapi kenyataan bahwa masyarakat lambat laun hijrah ke platform online dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Lapak di pasar, toko kelontong hingga pengrajin batik kini go online. Ibu-ibu dimanjakan dengan kehadiran aplikasi Happyfresh ketika butuh daging segar premium atau sayur organik untuk diolah di dapur. Anak-anak muda yang mengikuti trend fashion terkini, cukup menggerakkan ujung jari untuk memperoleh koleksi terbaru dari clothing line favorit mereka.

Apa lacur, tantangan bisnis saat ini bukan lagi kompetitor dari perusahaan atau produk sejenis. Tantangan paling keras justru datang dari dalam industri itu sendiri, yakni lanskap yang berubah. Jika tantangan bersumber dari kompetitor, strategi pricing atau packaging sudah cukup untuk menjaga market. Namun karena tantangannya berskala industri, maka strategi yang ditempuh pun mesti mengikuti ritme perubahan industri tersebut.

Dalam industri ritel yang mengalami digitalisasi, beberapa aspek tetap tak bisa terjamah oleh platform online sehingga posisi pemain offline bisa dikatakan tak terancam. Misalnya budaya tawar menawar, nongkrong setelah belanja, serta merasa dan mencoba pakaian yang akan dibeli, tak mungkin didapatkan secara online.

Kelebihan belanja di ritel offline sebagaimana disebutkan di atas, dalam dunia pemasaran popular disebut dengan customer experience. Yaitu pengalaman konsumen yang merupakan kristalisasi dari ikatan sentuhan dengan produsen (brand) sepanjang durasi relasi keduanya terjalin. Customer experience adalah jawaban atas ekspektasi yang dibawa oleh konsumen ketika mereka memutuskan membeli atau menggunakan sebuah produk.

Dalam bisnis ritel, skala customer experience sangat luas. Yang paling krusial tentu saja pada titik dimana konsumen dan brand saling bersentuhan atau berinteraksi secara langsung. Antara lain layanan pelanggan, front office hingga layanan purna jual untuk jenis produk tertentu.

Menjadi relevan ketika pemain ritel besar seperti PT. Agung Podomoro Land Tbk. yang membawahi lusinan pusat perbelanjaan mall dan trade mall, gencar melakukan inovasi untuk memperkuat customer experience.

Di lini bisnis trade mall (TM) yang memberdayakan Usaha Kecil Menengah, perusahaan properti ternama ini melakukan terobosan inovasi yang relevan untuk menjaring konsumen sekaligus mengokohkan loyalitas mereka. Di Trade Mall Thamrin City misalnya, selaku pengelola Agung Podomoro Land membuat Ladies Corner, yakni zona belanja khusus perempuan.

Ladies Corner ini menyasar captive market. Ceruk pasar khusus yang biasanya memiliki tingkat loyalitas tinggi. Maka berbagai fasilitas khusus untuk memudahkan dan memanjakan perempuan dapat dijumpai di Ladies Corner. Mulai dari ruang laktasi, lokasi parkir yang dekat, hingga tentu saja pilihan line butik yang sudah familiar bagi kaum perempuan. Ladies Corner TM Thamrin City, menyatu dengan Ladies Market yang menempati lokasi luas 500 meter di lantai Dasar Sisi Timur Blok D dan E.

Inovasi lain yang dilakukan dalam pengelolaan TM PT. Agung Podomoro Land Tbk adalah menyulap area TM Blok M Square sebagai hamparan wisata kuliner. Tepatnya di malam hari, ketika toko-toko yang menjual berbagai jenis fashion tutup, maka gantian para pemilik warung makan dengan aneka masakan khas nusantara yang menggelar kuliner.

TM Blok M Blok M Square menangkap merebaknya trend wisata kuliner dengan mengajak para pengusaha kuliner dari kalangan UKM untuk bergabung. Maka didesainlah tata letak dengan ditopang branding yang solid sehingga kuliner yang tadinya dipandang kurang berkelas, kini tampil dengan kemasan lebih meyakinkan bagi konsumen.

Inovasi TM Blok M Square mengintegrasikan wisata belanja dengan wisata kuliner, atau TM Thamrin City yang merawat captive market perempuan dalam satu payung brand, tidak mungkin terkejar oleh ritel virtual yang harus diakui miskin customer experience.

Promosi marathon Trade Mall Agung Podomoro Vaganza kemudian dikemas dengan undian berhadiah dalam periode bulanan dan doorprize di akhir masa promo pada 25 Februari tahun 2017 ini. Inovasi placement ladies corner di TM Thamrin City atau kuliner nusantara di TM Blok M Square serta berbagai inovasi yang mendahului TM Vaganza, merupakan rentetan peristiwa yang bagi konsumen memberikan pengalaman ekskulsif. Pengalaman yang tak mungkin diperoleh ketika belanja offline.

Begitulah, belanja langsung ke toko sarat pengalaman, apalagi jika bisa ditawar. Belanja online umumnya disertai rasa was-was. Takut pesanan tidak sesuai gambar. Ukuran kekecilan atau warna beda dengan yang ditampilkan di layar komputer.

Maka ritel virtual yang kian marak justru malah membuat customers experience menjadi barang langka nan eksklusif. Akan datang satu masa dimana customer experience hanya dapat dinikmati di ritel offline.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun